40. Hana

5.5K 719 19
                                    

¤¤¤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

¤¤¤

Setelah mendapat kiriman lokasi dari Hana melalui aplikasi chatting, Tasya segera pergi menuju alamat tersebut dengan diantar oleh Gilang. Sesampainya di tempat tujuan, rumah besar bercat putih terlihat begitu ramai oleh sekumpulan orang dan polisi yang melakukan penyelidikan. Tasya dan Gilang tidak bisa masuk ke tempat kejadian karena ada garis polisi sebagai pembatas.

"Bagaimana, Tasya?" tanya Gilang seraya menatap garis polisi di depannya.

Tasya terdiam, dia juga tidak tahu. "Aku juga tidak tahu, Kak."

"Tasya!" seru seseorang memanggilnya.

Tasya mengenal suara itu, dia pun menoleh ke sumber suara. "Hana."

Hana berlari dan melewati garis polisi yang menutup gerbang rumahnya. Dia segera berhambur memeluk Tasya dengan erat. Tangisnya perlahan mulai meledak dan air matanya tidak bisa dibendung lagi.

Gilang yang melihat adegan tersebut hanya bisa diam, berpura-pura tidak hadir dalam kejadian. Awalnya Tasya tidak mengizinkan Gilang untuk ikut bersamanya ke rumah Hana, tetapi Gilang tetap memaksa dengan alasan bahwa dia juga mengenal Hana. Alhasil Tasya mengiyakan saja dan mencari rumah Hana dengan menaiki motor Gilang, meninggalkan sepedanya di parkiran sekolah.

Hana melepaskan pelukannya, Tasya menghapus air mata Hana dengan lembut. "Sudah, tenangkan dirimu."

Hana menarik napas panjang dan mengembuskannya kembali, mencoba untuk bisa tenang. "Terima kasih sudah datang, Tasya. Kak Gilang, terima kasih sudah datang dan mau mengantar ke sini."

"Udah seharusnya gue dateng. Lo waktu itu pernah bantu nganterin gue ke rumah Tasya, di saat lo terkena musibah, gak seharusnya gue diam aja, 'kan?" Gilang menampilkan senyum simpulnya kepada Hana, berusaha mentransfer energi positif kepada Hana. "Lo perempuan kuat, gue yakin itu." Hana mengangguk saja sebagai jawaban.

"Maaf, Hana, tapi bagaimana kronologi kejadiannya?"

"Aku akan ceritakan apa yang aku tau," jawabnya. Dia memutar badannya dan menghampiri salah satu polisi yang menjaga garis pembatas. "Maaf, Pak, izinkan mereka masuk. Mereka teman saya." Polisi itu mengangguk saja sebagai jawaban. Hana kembali menghampiri Tasya dan Gilang. "Masuk saja, polisi itu sudah memberi izin. Aku akan cerita di dalam."

Mereka mengangguk dan mengikuti Hana dari belakang. Empat kantong jenazah telah terlihat jelas di depan mata. Salah satu polisi menghampiri mereka. "Maaf, kalian siapa, ya?"

"Saya Gilang dan ini Tasya," jawab Gilang seraya menepuk bahu Tasya pelan. "Kami teman dari anak korban, Pak. Kami sudah mendapat izin dari polisi yang menjaga di depan. Maaf, Pak, kalau boleh tau bagaimana penyelidikannya?"

Polisi itu mengangguk-anggukkan kepalanya. "Baik, untuk kasus ini, kami masih dalam tahap penyelidikan. Dari cerita beberapa tetangga di sini, mereka mengaku tidak mendengar apa pun dari dalam rumah ini. Dan menurut kesaksian dari anak korban, dia mendapat telepon dari ibunya saat di jalan pulang, tetapi telepon itu tiba-tiba terputus. Setelah sampai di rumah, dia telah menemukan empat korban sudah tergeletak tidak bernyawa di beberapa tempat dengan tangan yang terikat. Dari kesaksian itu, untuk sementara kami menyimpulkan bahwa mereka adalah korban dari perampokan."

"Apa tidak ada CCTV di sini?"

"Kami sudah mengecek semua CCTV di rumah ini, semuanya telah disadap dan dirusak. Kemungkinan perampok itu bukanlah satu atau dua orang saja, dilihat dari suasana tempat setelah kejadian," jawab Pak Polisi, "kami masih belum bisa menetapkan kasusnya, masih banyak teka-teki yang harus kami selidiki lebih dalam lagi."

"Baik, Pak, terima kasih atas penjelasannya. Kami mohon bantuannya, tolong selidiki kasus ini hingga tuntas."

Polisi itu mengangguk dan pergi untuk melanjutkan penyelidikannya. Gilang menoleh ke arah Tasya dengan raut wajah yang sulit untuk diartikan. Namun, Tasya mengerti raut wajah itu. Tasya mengangkat kedua bahunya dan menggeleng pelan. Melihat respons Tasya, Gilang hanya mengembuskan napas beratnya.

"Hana, bisa ceritakan bagaimana kejadiannya?" tanya Tasya hati-hati. Hana menganggukkan kepalanya pelan. Dia duduk di teras rumahnya dan diikuti oleh Gilang dan Tasya.

Saat di parkiran, Hana menaiki motornya dan bergegas pergi dari sekolah untuk pulang. Kali ini dia merasakan gelisah dalam hatinya, entah apa sebabnya, itu terjadi begitu saja.

Sepanjang perjalanan, kepala Hana dipenuhi oleh keluarganya. Itu membuat gelisah di hatinya menjadi lebih besar sampai akhirnya ponselnya bergetar menandakan ada panggilan dari seseorang.

Hana segera menepikan motornya dan berhenti sejenak untuk menerima panggilan tersebut. Ibu, begitulah nama kontak yang meneleponnya. Tanpa pikir panjang, Hana menerimanya.

"Halo, I—"

"Hana, Ibu mohon sama kamu untuk jangan ke rumah dulu. Di sini bahaya, Hana. Menurutlah dengan Ibu, ini yang terbaik untukmu," potong Ibu dengan cepat.

Hana sontak terkejut mendengarnya. Ada apa sebenarnya? Suara gaduh juga terdengar di telinganya. Entah kenapa air matanya turun begitu saja. Nada ibunya saat bicara terdengar begitu panik.

"Ibu, Ibu baik-baik saja?" tanya Hana di sela isak tangisnya. "Hana akan segera pulang. Ibu baik-baik saja, 'kan?"

"Sial, sedang apa kau?! Matikan teleponnya sekarang juga, sialan! Dasar kurang ajar!"

Bukan, bukan ibunya yang mengatakan itu. Seorang laki-laki yang mengatakannya, Hana membeku. Rasa takut menjalar ke seluruh tubuhnya dan panik semakin membesar.

"Siapa itu? Ibu, Ibu baik-baik saja, 'kan? Ibu jawab Hana, Ibu!"

"Hana dengarkan Ibu, ini demi kebaikanmu. Jangan ke—sial, matikan teleponnya!"

Tut! Panggilan telah terputus. Hana segera bergegas untuk ke rumahnya. Tidak peduli dengan bahaya yang diucapkan oleh ibunya. Dia hanya ingin memastikan bahwa semua orang di rumahnya baik-baik saja.

Setelah sampai di rumahnya, Hana turun dari motornya dan berjalan membuka gerbang rumahnya sendiri. Setelah gerbang terbuka, Hana mendorong motornya untuk masuk dan menutup gerbang rumahnya kembali. Hana menaiki motornya kembali dan memarkirkannya di garasi.

Hana segera berjalan masuk ke rumahnya lewat pintu depan, dia pun membukanya. "Hana pul—astagfirullah, Ibu!"

"Setelah itu, aku menemukan mereka semua sudah tidak bernyawa dengan tangan yang diikat. Karena panik aku langsung menelpon polisi, lalu menelponmu juga."

Lagi-lagi Tasya dan Gilang saling tatap. "Apa ini memang hanya kasus perampokan?" tanya Gilang.

¤¤¤

Cirebon, 7 Januari 2022

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cirebon, 7 Januari 2022

Follow IG ⬇
taa.fn28

Indigo vs Psikopat 🔞 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang