37. Siapa?

6K 755 23
                                    

¤¤¤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

¤¤¤

Seperti yang diucapkan Tasya kemarin, dia harus kembali ke rumah Elang untuk bekerja. Entah bagaimana respons Elang padanya nanti, Tasya merasa yakin karena dia tidak sendiri. Sekarang Tasya sudah berada di depan gerbang rumah Elang, menunggu satpam gerbang kembali membawa Elang.

Tasya tidak tahu, ternyata satpam di rumah Elang telah kembali bekerja. Itu berarti asisten rumah tangga di rumah Elang yang cuti juga sudah ikut kembali bekerja. Tasya tidak tahu apa Elang masih mau menerimanya atau tidak, semoga saja Elang masih bisa menerimanya.

"Silakan, Nak," ucap Satpam rumah Elang mempersilakan Tasya masuk.

Tasya melihat Elang yang berjalan di belakang satpam itu. "Terima kasih, Pak."

"Ikut saya!" perintah Elang langsung kepada Tasya. Tasya hanya mengangguk saja sebagai jawaban dan mengikuti langkah Elang menuju depan pintu rumahnya, mereka berhenti. "Ada perlu apa?"

"Kenapa harus berhenti di depan pintu, sih?" gerutu Tasya sedikit malas. Elang tidak merespons, Tasya pun mengembuskan napas beratnya. "Kenapa bertanya? Aku masih bekerja di sini, 'kan? Ya ... meskipun mungkin kamu sudah tidak butuh aku lagi karena asisten rumah tangga kamu telah kembali."

"Kemarin kamu ke mana?"

"Bukannya aku sudah bilang kalau aku sedang tidak enak badan?"

Tasya melihat raut tidak percaya dari wajah Elang, itu membuat perasaannya sedikit tidak enak. "Bukan karena tidak ingin bertemu denganku atau Zion lagi?"

Skakmat. Tasya terdiam, alasan utamanya memanglah takut untuk bertemu dengan Zion lagi. Tasya takut bayangan menyeramkan itu datang lagi dan membuatnya pingsan lagi seperti hari itu. Tasya hanya menghela dan mengembuskan napas berat. "Itu memang alasan utamanya. Jujur saja aku takut bertemu dengan temanmu lagi. Hari ini dia tidak datang ke sini, 'kan?"

"Kenapa harus takut?"

"Kenapa bertanya? Sudah jelas karena dia sama sepertimu, tapi agak berbeda sedikit. Setiap menatap matanya, apa yang dia lakukan selalu muncul. Ya, yang dia lakukan, memberikan penderitaan pada seseorang. Dari sorot matanya juga, dia terlihat sangat ingin menjadikan aku korbannya. Akibatnya, aku jadi merasa terintimidasi," jawab Tasya.

"Hanya itu?" Mendengar kata 'hanya' dari mulut Elang membuat Tasya menatap Elang tidak suka. "Kamu tidak perlu khawatir. Dia tidak akan berbuat macam-macam padamu."

"Bagaimana kalau dia memang mengincarku? Apa kamu bisa menjamin keselamatanku?"

Tasya melihat raut datar Elang, dia juga sesekali melirik ke sekelompok arwah di belakang Elang. Ternyata mereka masih mengikuti Elang, Tasya pikir sudah tidak mengikuti karena terkadang mereka muncul menemuinya.

"Saya tidak bisa menjamin itu, itu tergantung padamu sendiri. Kalau memang pantas untuk dimusnahkan, saya tidak akan mencegahnya," jawab Elang tanpa ragu, "orang seperti saya memang seharusnya tidak membeda-bedakan siapa korban. Mau itu yang dikenal atau tidak, dekat atau jauh, kalau memang pantas, sudah takdirnya untuk pulang."

Indigo vs Psikopat 🔞 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang