46. Zion dan Hantu Lina

5.9K 706 14
                                    

¤¤¤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

¤¤¤

Di tempat yang berbeda, tetapi di waktu yang sama. Elang masih bergelut dengan Lina. Saling adu argumen dan sesekali melayangkan kekerasan fisik. Napas Elang tersengal-sengal karena selalu mendapat serangan fisik dari beberapa benda yang melayang ke arahnya karena ulah Lina. Elang berusaha bangun dan ingin kabur, lalu meminta bantuan. Namun, dia urungkan, memangnya siapa yang akan percaya dengan ceritanya soal hantu? Kemungkinan besar dia akan mendapat tawa ejek dari orang-orang.

Elang menatap mata Lina yang begitu dekat dengannya seraya menahan rasa takut. "Kamu tidak pernah tau apa yang aku rasakan karena ulahmu. Jadi, aku berbaik hati membagikannya untukmu. Nikmatilah!"

Tubuh Elang seakan tertarik ke depan. Lina mentransfer rasa sakitnya kepada Elang seperti yang pernah dia lakukan kepada Tasya saat itu. Elang membeku, pupil matanya menghilang ke atas hingga matanya hanya tampak putihnya saja. Wajahnya terlihat sangat pucat, tubuhnya pun menegang kaku.

Elang merasakannya, sayatan-sayatan yang dia buat di kulit korbannya, dia merasakannya. Dibarengi dengan cuplikan aksi pembunuhan yang dia lakukan pada Lina dulu, teriakan dan keputusasaan, semuanya Lina satukan dalam kepala Elang.

Jika Lina di sakiti secara fisik, maka Lina juga bisa menyakiti Elang secara psikis. Dia tersenyum senang melihat penderitaan Elang yang masih berlanjut, hingga akhirnya Elang mulai tumbang dan terbaring. Wajahnya benar-benar sangat pucat. Air matanya pun turun dari pelupuk matanya.

"Elang!" Seruan seseorang menghancurkan suasana menyenangkan yang Lina buat. Zion. "Elang, apa yang terjadi?" Zion berlari menghampiri Elang yang terbaring kaku dan sangat pucat. "Hey, sadarlah!" Zion terus menamparnya beberapa kali.

Akhirnya Elang kembali, dia tersadar. Dengan wajah pucat dan air mata yang terus mengalir, Elang menatap Lina yang tengah melayang di langit-langit rumah. "Mau apa kau ke sini?" tanya Elang kepada Zion, suaranya terdengar begitu lemah.

"Ada apa, Elang? Apa yang sebenarnya terjadi?"

"Tidak ada. Sebaiknya kau pulang, tutup mulutmu dan jangan ceritakan pada siapa pun tentang kejadian ini."

Mendengar ucapan Elang yang semakin tidak nyambung, Zion menggeleng cepat. "Katakan apa yang sebenarnya terjadi?!"

"Saya bilang pergi dari sini!" teriak Elang mulai kesal. Zion hanya terdiam, tingkah Elang terlihat sangat aneh. "Ini demi keselamatanmu. Pergilah!"

Lina yang melihat drama antara Elang dan Zion itu pun tersenyum licik. Dia menghilang dan dalam sekejap sudah berada tepat di depan Elang. Elang tidak berani menatap mata itu lagi. Sudah cukup, dia tidak kuat.

Melihat respons Elang, Lina tertawa kecil. "Aku tidak akan melakukan itu lagi. Kamu sudah merasakannya? Apa kamu menyukainya?"

"Seperti berada di neraka. Sekarang saya sudah menyadari bagaimana penderitaan para korban. Karena itu, saya menyerah, terserah kau mau melakukan apa. Sudah tidak ada gunanya lagi saya hidup." Mendengar Elang yang mengatakan kalimat aneh, Zion hanya bisa terheran-heran. Sedangkan Lina, dia tersenyum puas dengan apa yang diucapkan Elang.

"Dia temanmu, 'kan?" Elang mengangguk pelan. "Dia juga seorang pembunuh sama sepertimu, 'kan?" Elang lagi-lagi mengangguk pelan. Lina melirik ke arah Zion sekilas. "Menjijikan, aku tidak menyukainya, boleh aku bunuh?"

Elang sontak menggeleng cepat. "Tidak. Urusanmu itu dengan saya!"

Zion sontak terkejut, dia semakin dibuat bingung oleh tingkah Elang. "Elang?"

"Kalau begitu ... bagaimana kalau kamu saja yang membunuhnya?" tanya Lina berbisik kepada Elang. "Ah, tidak, seorang teman tidak boleh saling membunuh, 'kan? Jalan tengahnya adalah akan aku pinjam tubuhmu untuk membunuhnya."

Mata Elang sontak terbuka lebar. "Zion, pergi!" teriak Elang penuh penekanan hingga akhirnya kesadarannya menghilang.

Zion yang melihat tubuh Elang terjatuh dengan tiba-tiba pun sontak menjadi panik. Namun, tidak berapa lama, Elang kembali terbangun. Dia menoleh ke arah Zion dan menampilkan senyum seringainya, lebih tepatnya Lina yang merasuk tubuh Elang. Elang mulai berdiri dan berjalan ke belakang. Zion hanya bisa terdiam membeku dengan kejadian aneh yang dia alami.

Elang telah kembali dengan membawa suatu benda tajam di tangan kanannya. Zion yang melihat raut menyeramkan Elang pun hanya bisa terdiam. Kakinya seakan terkena lem yang begitu kuat, sama sekali tidak bisa digerakkan.

Hingga Elang berjalan mendekat ke arahnya, Zion masih tetap diam dengan perasaan takut yang semakin besar menggerogoti dirinya. Elang semakin mendekat, Zion terus menggelengkan kepalanya dengan raut takut.

Bruk! Tubuh Zion terjatuh akibat dorongan keras dari Elang. Lagi-lagi Zion melihat senyum mengerikan milik Elang. Rasa takut semakin mengendalikannya saat pisau di tangan Elang diangkatnya dan mulai menggores kulit wajahnya.

"Sial, apa yang kaulakukan?!" Zion mencoba untuk memberontak. Namun percuma, tenaga Elang begitu besar. Ah, ralat, tenaga Lina. "Lepas!"

"Kamu tau? Dulu, temanmu, pemilik tubuh ini melakukan ini padaku," ucap Elang.

Zion yang masih belum mengerti pun benar-benar merasa kesal. "Apa yang kamu maksud?! Pemilik tubuh? Kamu sedang bersandiwara denganku?!"

Tawa terdengar dari mulut Elang. "Kamu ini bodoh sekali, ya? Bahkan sampai saat ini pun kamu masih belum paham dengan situasinya. Hey, aku bukan Elang, aku Lina. Salah satu korban perbuatan keji Elang. Kamu pun sama, pembunuh seperti kalian memang sudah seharusnya dimusnahkan."

"Kerasukan?" gumam Zion tidak percaya. Elang mengangguk. "Kenapa? Kenapa kauingin membunuhku juga? Pelakunya adalah Elang, kenapa aku harus ikut terlibat?!"

"Kamu temannya Elang, 'kan? Teman Elang adalah musuhku, dan musuh Elang adalah temanku." Elang berpindah posisi menjadi di atas Zion hingga Zion tidak bisa bergerak lagi. Teriakan terdengar dari mulut Zion. Benda tajam itu telah menusuk perutnya hingga darah bercucuran keluar mengotori lantai.

Elang tertawa puas dengan aksinya, hingga melakukannya berkali-kali. "Lagi, lagi, lagi! Kamu harus mati! Mati!"

Zion telah kehilangan banyak darah akibat tusukan yang dilakukan Elang secara brutal. Tubuhnya benar-benar melemah, bahkan menggerakkan tangannya saja rasanya sudah sangat sulit.

Zion menatap wajah Elang dengan tatapan sendu. "Aku benar-benar tidak mengerti," ucap Zion dengan nada lemah. Tatapan matanya berubah menjadi tatapan keputusasaan. "Cepat selesaikan urusanmu denganku. Aku sudah mulai sekarat sekarang. Bunuh saja aku."

"Memang itu tujuanku." Zion merasakan kembali tusukan itu. Terasa begitu dalam hingga darah yang keluar semakin membanjiri lantai. Tubuhnya benar-benar terasa lemas dan tidak berdaya. Zion menatap wajah Elang yang sedang tersenyum untuknya, hingga akhirnya matanya tertutup dengan sempurna.

Melihat Zion yang sudah tidak bergerak, Elang tertawa begitu puas. Dia bangun dari posisinya dan melemparkan pisau yang berlumuran darah segar itu dengan sembarang. "Pemandangan yang indah."

¤¤¤

Cirebon, 14 Januari 2022

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cirebon, 14 Januari 2022

Follow IG ⬇
taa.fn28

Indigo vs Psikopat 🔞 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang