¤¤¤
"Terima kasih sudah mengantarku pulang, Kak. Mau masuk dulu?" tanya Tasya seraya mengembalikan helm milik Gilang.
"Gak dulu untuk hari ini, lain kali gue mampir lagi, ya. Makasih untuk yang tadi, gue gak tau harus balas lo dengan apa. Lo perempuan yang baik, Tasya, gue suka sama lo." Tasya yang mendengar itu sontak terdiam dengan mimik wajah sedikit terkejut. "Ah, maksud gue suka, suka sebagai teman. Lo paham, 'kan?" lanjut Gilang meluruskan kesalahpahaman.
Tasya pun mengembuskan napas pelan dan mengangguk seraya tersenyum kecil. "Kalau begitu, aku juga suka sama Kak Gilang. Sebagai teman dan sekaligus kakak karena Kak Gilang juga orang yang baik. Sekali lagi terima kasih sudah mengantar, Kak Gilang hati-hati di jalan, ya."
Gilang mengangguk. "Gue duluan, ya, Tasya."
Tasya mengangguk sebagai jawaban. Motor yang dikendarai oleh Gilang perlahan menjauh. Tasya pun segera masuk ke dalam rumahnya. Namun, sebelum dia masuk suara seseorang berhasil membuatnya berhenti.
"Jangan seenaknya menentukan jadwal untuk libur kerja," ucapnya seraya turun dari motor dan menghampiri Tasya.
Ya, orang itu adalah Elang. Dia mencari Tasya karena tidak hadir untuk bekerja di rumahnya, Tasya lupa mengabari kalau dia ingin izin untuk hari ini.
"Maaf, aku lupa meminta izin," jawab Tasya.
"Meminta izin untuk pergi berdua dengan Gilang? Saya baru saja melihatmu turun dari motor Gilang. Kalian berdua pergi ke mana?"
Eh, terkejut? Tentu saja. Tasya membeku, merasa seperti telah tertangkap basah. "Itu ... aku dan Kak Gilang baru saja pulang dari rumah Hana. Aku meminta bantuan padanya untuk mencarikan alamat yang dikirim Hana."
"Kenapa tidak meminta bantuan sama saya?"
Tasya yang mendengar itu sontak mengubah raut wajahnya menjadi raut sedikit malas. "Kamu, kan, sudah pulang duluan. Aku hanya bertemu dengannya, karena itu aku meminta bantuannya."
"Kamu bisa menghubungi saya." Benar, alasan Tasya kurang berhasil. "Memangnya ada apa kamu ke sana?"
"Aku mendapat kabar kalau rumahnya dirampok dan orang-orang yang berada di rumah, semuanya disandera, kemudian dibunuh." Tasya berkata jujur. Dia juga akan menanyakan apakah itu perbuatan Elang atau bukan.
Tasya menatap Elang dengan tatapan tajam. "Kalau kamu berpikir itu perbuatan saya, kamu salah," ujar Elang. Tasya menatap Elang dengan terkejut. Apa Elang bisa membaca pikirannya? Tidak, itu hanya instingnya saja. "Hari ini saya tidak melakukan itu. Jangan asal menuduh orang sembarangan," lanjutnya.
"Kamu tidak sedang mencoba menutupi sesuatu dariku, 'kan? Kamu tidak sedang berbohong, 'kan?"
"Tanyakan saja pada teman hantumu jika kamu tidak percaya." Elang menggaruk kepalanya bingung. "Oke, untuk hari ini saya biarkan kamu libur."
"Eh, beneran?"
Elang mengangguk saja sebagai jawaban. "Kalau begitu saya pulang sekarang. Gunakan waktu liburmu untuk istirahat."
Tasya menatap punggung Elang yang berjalan menuju motornya. "Elang," panggil Tasya. Elang sontak menoleh. "Apa besok aku juga boleh ambil cuti?"
"Jangan ngelunjak, kamu mau saya pecat?"
"Ah, maaf, lupakan saja yang tadi. Terima kasih sudah memberiku libur hari ini, hati-hati di jalan."
Elang menyalakan mesin motornya dan melajukannya pergi dari rumah Tasya. Tasya mengembuskan napas pelan dan kembali masuk ke rumahnya, dia duduk di sofa ruang tamu dan mulai mencari kontak seseorang. Setelah ketemu, dia pun segera menekan tombol panggilan.
"Assalamualaikum, Mbak." Tasya memulai obrolan lebih dulu.
"Wa'alaikumussalam, Tasya."
"Maaf, Mbak, Tasya sudah membuat rencana pertemuan kita jadi batal."
"Tidak apa, Tasya. Aku paham, kok, bagaimana keadaan temanmu itu?"
Ya, Tasya telah menceritakan apa yang terjadi. Tentunya dengan seizin Hana lebih dulu. Tasya tidak mungkin menceritakan itu tanpa seizin yang bersangkutan.
"Setelah mengalami hal tragis yang mengambil nyawa keluarganya, tentunya dia sedang merasa sangat tidak baik-baik saja. Aku tau perasaannya saat ditinggal oleh keluarga, itu sangat menyakitkan. Namun, syukurlah, masih ada paman dan bibinya yang juga menyayanginya."
"Syukurlah, masih ada bagian keluarga lainnya yang juga sayang dengannya. Tapi, Tasya, apa kejadian itu ada hubungannya dengan Elang?"
Tasya mengembuskan napas pelan. "Awalnya Tasya juga berpikiran seperti itu. Setelah itu, Elang tiba-tiba datang ke rumah. Tasya sudah mencoba menanyakan perihal kejadian itu, tapi memang bukan Elang pelakunya. Arwah di belakangnya pun tidak ada yang menyangkal ucapan Elang. Dia tidak berbohong, memang bukan dia pelakunya."
"Jika itu benar, lalu siapa pelaku perampokan itu? Oh, iya, Tasya, untuk misi kita hari ini sebaiknya kita undur lebih dulu. Mbah menyuruhku untuk pergi menemuinya, kita undur sampai besok. Kamu bisa, 'kan?"
"Bisa, Mbak, tapi mungkin kita baru bisa lakukan misi itu saat malam hari. Besok aku ada urusan dengan Elang. Sekitar jam delapan malam aku baru sampai di rumah, tidak apa-apa?"
"Ya, tentu saja. Aku akan menjemput ke rumahmu, Tasya."
"Baik, Mbak, sampai jumpa besok. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Panggilan telah berakhir. Tasya meletakkan ponselnya di atas meja belajar. "Kamu yakin mau melanjutkan misimu? Itu sangat berbahaya."
Tasya menoleh ke arah Mina. "Ya, aku tau, tapi aku sudah memutuskannya. Kamu ingat tentang janjiku ke ibunya Elang?" Mina sontak mengangguk. "Aku tidak bisa mundur begitu saja. Janji adalah hutang, itu berarti aku harus membayarnya."
"Baiklah, apa pun keputusanmu, aku akan selalu berada di sampingmu, Tasya."
"Kamu yakin? Sekarang-sekarang saja kamu jadi sering menghilang tiba-tiba. Sekarang kamu bilang akan selalu berada di sampingku? Kamu bercanda," ejek Tasya.
Mina membuang mukanya, tidak mau menatap Tasya karena malu sendiri. "Apa pun itu, semoga berhasil, Tasya."
¤¤¤
Cirebon, 10 Januari 2022
Follow IG ⬇
taa.fn28
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo vs Psikopat 🔞 ✔
HorrorHoror - Thriller Bagaimana jika seorang indigo bertemu dengan psikopat? Dan bagaimana jika psikopat bertemu dengan indigo? Seperti inilah kisahnya, gadis cantik bernama Anastasya Nugraha yang memiliki kemampuan melihat mereka yang 'tak terlihat. Ti...