33. Zion

6.2K 730 8
                                    

¤¤¤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

¤¤¤

Hari Minggu kembali hadir. Tasya menatap jam dindingnya, pukul 09.36 pagi hari. Dia hanya bisa duduk sendirian di sofa ruang tamu tanpa tahu apa yang harus dikerjakan. Tasya menghela dan mengembuskan napas panjang. Dia menyenderkan punggungnya ke senderan sofa dan memejamkan matanya. Suara 'mereka' seakan kembali terdengar di telinganya.

'Tasya, bisakah kamu menemui satu sosok laki-laki di rumah Elang nanti?'

"Sosok laki-laki, ya?" gumam Tasya, "siapa yang dimaksud dengan sosok laki-laki itu?"

Tasya kembali membuka mata dan mengembuskan napas panjang untuk kesekian kalinya. "Apa aku kembali ke rumah Elang saja, ya? Sudah dua hari semenjak hari itu aku dan Elang saling diam. Aku hanya ingin tau sosok laki-laki itu dan aku juga butuh uang." Tasya menegakkan kembali duduknya dan mengangguk mantap. "Oke, sudah kuputuskan. Aku akan kembali ke sana, tujuanku adalah bekerja, bukan yang lain."

Dia bangun dari duduknya dan segera bersiap untuk pergi. Setelah siap, Tasya mengeluarkan sepedanya dan mengunci pintu rumah. Dia menaiki sepedanya untuk menuju ke rumah Elang. Dua puluh menit telah berlalu, Tasya telah sampai di rumah Elang. Dia turun dari sepedanya dan menekan bel yang ada di samping gerbang. Tidak berapa lama, Elang keluar dari rumahnya dan menghampiri Tasya.

"Kamu salah rumah?" tanya Elang ketika telah berada di depan Tasya.

Tasya sontak menggeleng. "Tidak."

"Ada perlu apa datang ke sini? Bukankah kamu sudah tidak ingin mencampuri urusan saya? Bukankah kamu sudah membenci saya?"

"Memangnya aku pernah bilang kalau aku membencimu? Yang aku ingat, aku bilang kalau aku sudah kecewa denganmu, bukan membencimu. Kamu paham, 'kan?"

"Itu sama saja."

"Jelas berbeda," ujar Tasya, "satu lagi, aku ke sini hanya bermaksud untuk melanjutkan pekerjaanku, bukan bermaksud yang lain. Jadi, tolong biarkan aku masuk. Maaf, tapi aku memaksa."

Elang mengembuskan napasnya kasar dan memilih membukakan gerbang untuk Tasya daripada harus berdebat lebih lama lagi. "Simpan saja sepedamu di garasi, masih ada tempat untuk sepedamu," ucap Elang dan pergi begitu saja.

Tasya mengangkat kedua bahunya tidak peduli dan mencari tempat garasi yang dimaksud Elang. Setelah ketemu, Tasya menyimpan sepedanya di sana. Dia masuk ke rumah Elang dan kembali menutup pintunya.

Tasya sangat terkejut ketika masuk. Semuanya sudah bersih, itu membuatnya benar-benar terkejut. "Ini semua kamu sendiri yang mengerjakan?"

"Iya."

"Kalau kamu sanggup mengerjakannya sendiri, kenapa kamu membutuhkan asisten rumah tangga? Kamu bisa memasak?"

"Tidak."

Tasya hanya mengangguk saja ketika mendengar jawaban-jawaban Elang yang terdengar begitu singkat. "Payah," gumamnya. Tasya melihat sebuah pel-pelan dan ember berisi air di atas lantai. Dia menghampirinya. "Kamu berniat untuk mengepel lantai? Oke, biar aku lanjutkan. Kamu duduk diam saja di sini."

"Elang!"

"Astghfirullah!" Mendengar seruan itu membuat Tasya terkejut.

Dia menatap laki-laki di depannya itu dengan bingung. Siapa? Tasya menatap mata laki-laki itu dan blar! Tubuhnya seketika menegang, kaku. Bayangan mengerikan berputar di kepalanya. Teriakan, rintihan, dan tangisan juga terdengar bersahutan. Tasya menutup kedua telinganya, lalu tubuhnya ikut terjatuh.

Sakit. Bayangan mengerikan itu terus saja berputar di kepalanya, layaknya sebuah film. Bruk! Tubuhnya telah terjatuh sepenuhnya, dia terbaring kaku di atas lantai. Suara Elang dan laki-laki itu terdengar seperti berbisik di telinganya.

"Apakah dia jalangmu? Kamu telah menyiapkan satu wanita untuk kita permainkan malam ini? Hebat sekali."

"Dia bukan jalang, jangan macam-macam dengannya, Zion." Zion? Nama itu berhasil dia dengar sebelum kesadarannya benar-benar menghilang.

***

"Benarkah?"

Tasya mengangguk tanpa ragu. "Benar, Mbak. Tasya mendengar perbincangan mereka sebelum kesadaran Tasya benar-benar menghilang. Dari bayangan mengerikan dan perbincangan mereka kemarin, Tasya yakin kalau laki-laki itu adalah partner Elang ketika melakukan itu."

Kemarin, setelah Tasya bangun dari pingsannya, dia tidak berani lagi menatap mata Zion. Cukup sekali, Tasya tidak mau melihat bayangan mengerikan itu lagi. Itu sangat menakutkan. Hari Senin ini, jam istirahat, Tasya menemui Eka di ruang UKS. Beruntungnya UKS sedang sepi, jadi mereka bisa mengobrol berdua.

"Oh, iya, Mbak, di malam apa, Tasya lupa. Tasya pernah bermimpi melihat Elang yang sedang melakukan aksi mengerikan itu. Namun, dia tidak sendirian. Ada seorang pria di belakangnya yang Elang sebut 'teman'. Apakah Zion adalah pria tersebut?"

"Kamu pernah bermimpi seperti itu?" tanya Eka. Tasya mengangguk sebagai jawaban. "Pasti sangat menakutkan."

"Sangat, sangat, sangat menakutkan, Mbak. Tasya sampai sulit untuk ambil napas."

"Tapi, jika Zion adalah pria itu, berarti ada dua orang yang harus kita selesaikan?"

"Tasya juga tidak tau, Mbak. Menurut arwah ibunya Elang, Elang melakukan itu lagi karena dihasut oleh orang lain. Apakah Zion yang menghasutnya atau bukan, Tasya tidak tau."

Tring ...! Bel masuk telah berbunyi, Tasya sontak mengembuskan napas panjangnya. "Mbak, Tasya balik ke kelas dulu, ya."

Eka mengangguk. "Iya, Tasya, untuk masalah ini akan aku pikirkan lagi. Mungkin kita akan bertemu Mbah lagi?"

"Jika itu memang diperlukan, sebaiknya kita bertemu mbah lagi," jawab Tasya, "Tasya pergi dulu, ya, Mbak. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

¤¤¤

Cirebon, 20 Desember 2021

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cirebon, 20 Desember 2021

Follow IG ⬇
taa.fn28

Indigo vs Psikopat 🔞 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang