09. Kami; Aku, Mahesa dan Arjuna

357 100 22
                                    

Bahasa Indonesia XI IPA 4

Bu Anka: Selamat malam, anak-anakku Mmf p'bila m'ganggu wktu istirahat kalian. Siang tdi pljrn Ibu keburu bel, jadi gx smpt menjelaskan beberapa yng belum dijlskeun.

Bu Anka: Tolonk, Ibu minta klian buat kelompok mksml 5 org. Buat sbuah crta. Kel yng plg bgs nnti Ibu pilih buat ikut lomba antr kls, lumayan hadiahnya. Uang tunai.

Birai: Mlm. Baik bu. Saya setuju, kalau menang uangnya buat nambah kas kelas

Tranggana: ^ kas mulu dipikirin

Abin ketua kelas: Benar, Rai

Maaf Bu, kelompoknya kita cari sndri? Nggk Ibu yg pilih?

Bu Anka: Y nk, btl. Cmpur2 kl bisa. Cwk cwk

Menghela napas lega, setelah membaca beberapa pesan di grup mata pelajaran Bahasa Indonesia. Tawaku mengudara, membuat cerita? Cerita seperti apa? Kenapa kesannya seperti anak SD, ya.

Tidak mengidahkan grup chat yang semakin ramai, aku lebih memilih berbaring di atas kasur yang empuk. Menatap langit-langit kamar yang tampak terang, sebab aku tak pernah mematikan lampunya ketika malam.

Sudah dibilang bukan, aku bukan tipe orang yang tidur dengan lampu dimatikan.

Kalau kalian, tidur dengan lampu menyala atau tidak?

"Antari?" Suara ketukan pintu terdengar dalam rungu, aku menyahut menyuruh Bunda masuk. Tumben, biasanya juga langsung masuk tanpa ketuk pintu.

"Kalau Bunda manggilnya Antari terus, kenapa nggak sekalian aja namaku Antari, bukan ada huruf G-nya, Gantari."

Bunda Rinai mengerutkan kening, ia malah geleng-geleng kepala, "Lho? Suka-suka Bunda, lah. Kan Bunda yang kasih nama," katanya, sembari terkekeh pelan.

Bunda duduk di pinggir, membuatku merubah posisi menjadi duduk dan menyandarkan punggung pada papan ranjang. Biasanya, Bunda memanggilku hanya untuk memastikan sudah tidur atau belum.

"Pengin aja panggil kamu An atau Antari. Lagi pula, nama Gantari itu bagus tau. Artinya; menyinari." Bunda tersenyum ke arahku.

"Kalau Akara?"

"Bayangan. Jadi, Gantari Akara adalah seseorang yang dapat menyinari sosok berwarna abu atau gelap, seperti Akara itu, bayangan. Ya, pokoknya gitu, deh! Semoga aja itu memang nama yang bagus untuk kamu. Nama adalah doa, An."

Aku mengehela napas pasrah, "Iya, deh. Percaya. Terus Bunda mau apa ke sini?"

"Bunda cuma mau sampaikan, besok Ayah ada bisnis yang harus di selesaikan di luar kota. Nggak lama, cuma sampai dua harian. Bunda ikut, An," ujar Bunda, seraya mengusap lenganku di balik selimut.

"Nggak perlu rumah, kan, Bun?" tanyaku, berniat gurauan.

"Ya, nggak. Kita kan mau menetap di sini. Tapi Bunda khawatir sama kamu. Nanti di rumah sendirian. Nggak bisa masak, lagi...." Ini Bunda sebenarnya sedang memikirkan karena kasihan atau ... mengejekku, sih? Iya, aku tau, aku memang tidak pandai masak. Kecuali masak mie rebus dan mie goreng.

AUDIRE [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang