"Anjir, geulis pisan, euy! Auto gebet, nih!"
(Cantik banget, ya!)
Kalingga menatap takjub seorang siswi yang baru saja melewati kelas. Bukan hanya dirinya, anak laki-laki yang lain juga ikut ingin tahu termasuk Bayanaka yang kulihat menegakkan tubuhnya guna menilik sesuatu dari dalam kelas.
Atensiku ikut teralihkan dari yang tadinya membuka buka paket biologi sembari menunggu Birai, menjadi tertarik untuk mengintip apa yang sedang mereka bicarakan. Seorang perempuan berseragam rapi, sepatu hitamnya bersih mengkilap, juga dengan rambut hitam lurus sebahu dibiarkan tergerai.
Aku sebagai perempuan saja mengakui bahwa siswi yang lewat barusan memang cantik. Apalagi para laki-laki. Mungkin langsung jatuh saat itu juga. Sekarang, tidak di mana-mana, yang dilihat pasti wajahnya terlebih dahulu.
"Sadar diri dong!" cibir Tranggana, membalas ucapan Kalingga barusan.
Perkataannya membuat Kalingga mendecih sembari menyugar rambut kecokelatannya, "Jaga omongan lo, ye! Gini-gini, gue banyak yang suka." balas Kalingga tidak mau kalah. Sambil bersedekap dada serta menaikkan alisnya, berlagak angkuh.
"Anak baru?" Ku dengar Arjuna bertanya demikian.
Abin si ketua kelas mengedikkan bahu, "Mungkin. Baru lihat soalnya."
"Jun ... boleh, tuh!" Tranggana dengan sengaja menyenggol lengan Arjuna. Menciptakan laki-laki dengan mata setajam elang tersebut mendecih pelan lalu berbalik badan, meninggalkan ketiga temannya untuk kembali pada tempat duduk.
Tentu ia melewati mejaku terlebih dahulu. Namun, sesuatu terjadi, berhasil membuatku tersentak, sebab tiba-tiba Arjuna menghentikan langkahnya. Meletakkan kedua tangannya di atas meja sebagai tumpuan.
"Nanti lo ikut nonton, kan?"
Aku mengerti apa yang maksud. Kemarin, setelah selesai ekskul, teman-teman lain dikumpulkan menjadi satu, kemudian Arjuna selaku ketua memberi tahu bahwa hari ini ada turnamen basket. Seluruh yang mengikuti ekstrakurikuler tersebut, Tranggana bilang meski ikut untuk menjadi suporter SMA Darmawangsa.
"Lo ikut nonton, kan?" Ia mengulang pertanyaannya. Untuk yang kedua kali terdengar lebih tegas walau tak keras.
"Nggak."
"Kenapa?"
"Nggak penting."
Saking dekatnya jarak antara kami berdua, aku dapat merasakan bahwa Arjuna mendengkus samar, beserta alis tebal hitamnya yang hampir bertaut. Kedua tangannya di atas mejaku menjadi terkepal.
"Ikut. Lo sekarang udah jadi bagian Abas Darmawangsa."
"Kalau aku tetap nggak mau? Lagi pula, nggak terlalu penting juga, sih. Banyak yang harus dikerjain daripada nonton pertandingan."
"Gue nggak mau tahu." tukasnya, lalu beranjak pergi dari hadapanku.
Saat itu juga, aku menambah label untung seorang Arjuna Gautama. Selain menyebalkan dan gayanya yang selalu merendahkan, dia juga pemaksa. Bahkan, saat aku menoleh padanya yang sudah duduk di bangku, Arjuna kembali menatapku dengan mata memicing.
Arjuna
Kalau nggak mau|
siap-siap aja|Sahabat kesayangan lo itu|
Dasar, cowok nggk jelas|
nyebelin, pemaksa|You blocked Arjuna
Omong-omong tentang Mahesa, setelah dia mengatakan untuk keluar kelas sebentar, sudah hampir sepuluh menit aku menunggu dan ia tak kunjung kembali. Birai dengan ransel birunya datang dan segera duduk. Langsung membuka pembicaraan, tentu tentang acara turnamen yang akan dilaksanakan sepulang sekolah nanti, di SMA lawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AUDIRE [✔]
Fanfiction"Sama seperti tujuanku kala itu. Ingin tetap di sisimu. Tapi sepertinya, Tuhan kabul doaku yang ingin pulang untuk tenang. " *** Sering dijadikan bulan-bulanan teman sekelas, dijauhkan, kerap mendapatkan omelan, dan selalu dibanding-bandingkan, mem...