47. Sama-sama Menjauh

223 66 15
                                    

Boleh tuh, play mulmed di atas, sekalian streaming 😁

***

"Hesa, menurutku kamu jangan sampai segitunya sama An, apalagi sampai minta maaf terus. Memangnya kamu punya salah? Nggak, kan." cibir Hana, kemudian menyesap minumannya.

Dua remaja itu melangkah sejajar, memasuki area sekolah. Bukan karena mereka janjian untuk pergi bersama, hanya saja tak sengaja bertemu di depan gerbang sekolah.

Mahesa mengernyit samar mendengar itu. Meski langkahnya tak berhenti, lelaki itu membalas apa yang diucap Hana, "Ada."

"Nggak ada, Hesa. Kamu itu, selalu merasa bersalah terus. Nanti An semakin...." Hana menggantungkan pemaparannya.

"Apa?"

"Ng-nggak. Pokoknya jangan lagi-lagi kamu seperti itu. Percuma, kan? Nanya punya salah apa, udah minta maaf, tapi Gantari masih seperti itu," ujar Hana, dari raut wajahnya tampak tak suka. Seolah yang terlontar barusan, sengaja untuk memanas-manasi lelaki di sebelahnya.

"Aku akan lakukan itu sampai hubunganku dan Gantari kembali seperti semula," jawab Mahesa, dengan nada bergumam.

Tepat saat menapak di lantai koridor, Hana menahan Mahesa untuk berhenti melangkah, sejenak. Gadis itu berembus panjang, "Mahesa, kita udah berteman lama, kan?"

"Kalau kamu sama Gantari? Bahkan baru beberapa bulan lalu. Terus, lihat deh, sikapnya sekarang. Dia benar-benar berubah. Tiba-tiba menghindar juga. Ah, seperti manis di awal aja," tutur Hana.

Mahesa tergelak, menelan salivanya. Mata Hana, menatapnya dalam-dalam. Kemudian berkata lagi, "Jadi, berhenti. Berhenti minta maaf sama gadis itu. Dia memang mau menghindar. Kamu harus paham itu dan melakukan yang sama."

"Menghindar?" Mahesa tidak percaya akan itu.

"Iya! Dia udah nggak peduli lagi sama kamu, Mahesa. Buktinya kemarin, dia nggak datang ke UKS buat jenguk kamu, kan?"

Lelaki itu mencerna segala kalimat dari Hana yang masuk dalam benaknya. Mahesa masih menutup mulut, membiarkan gadis di depannya berceloteh.

"Apa lagi? Oh, ya, waktu di rumah sakit juga. Ya, pokoknya ... kamu harus paham itu. Jauh-jauh dari Gantari."

Mahesa menggeleng, "Nggak."

Hana menepuk bahu lelaki itu, "Oke. Lihat aja, kalau Gantari benar-benar nggak menunjukkan kepeduliannya lagi, berarti dia memang mau menjauh dari kamu."

***

Segerombol anak lelaki tampak berkerumun di meja milik Kalingga dan Tranggana. Dari sini dapat kudengar, apa saja celotehan yang mereka lontarkan. Pagi ini, rasanya tidak ada semangat. Meskipun mentari dari ufuk timur memancarkan sinar hangatnya ... itu sama sekali tak membuat suasana hatiku kembali senang.

Jangan tanyakan, kenapa dan apa sebabnya, karena aku sendiri pun tidak tahu.

Atau mungkin karena....

"Hah! Serius hari ini ada ulangan harian?!" suara Kalingga yang lumayan keras berhasil memancingku untuk menoleh ke arah mereka.

Tranggana di sebelahnya, menepuk bahu lelaki itu, "Makanya, cek grup! Main PS mulu sih, lo."

"Gue belum sempat belajar. Lagian, kirim informasinya dadakan. Semalam, sebelum ulangan. Di jam orang-orang tidur, lagi," ujar Kalingga, seakan masih tak terima akan info tersebut.

Abin menutup buku absen kelas. Barusan ia yang menandai siapa saja yang masuk dan tak masuk hari ini. Sebab, si sekretaris sedang sakit.

"Ini si Mahesa mana, sih? Udah mau masuk juga, nggak datang-datang," Abin menghela napas, menambah kesabaran menunggu murid-murid lain yang belum datang.

AUDIRE [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang