21. Bersama Bayanaka

248 66 4
                                    

Setelah menimang lebih jauh akan tawaran Bayanaka. Akhirnya, aku lebih memilih untuk mengatakan iya. Sedang Mahesa? Apa yang dikatakannya benar, bahwa ia memang ingin, tapi tidak bisa. Ketika ku tanya kenapa? Lagi-lagi, laki-laki itu hanya menggeleng disertai senyum tulusnya tanpa mau menjawab jujur.

"Kamu marah?"

"Maaf, An. Aku benar-benar nggak bisa temenin kamu untuk hari ini. Kapan-kapan lagi, ya?"

"Oke. Tapi kamu belum jawab pertanyaanku. Ya, aku nggak maksa. Kalau nggak mau ya nggak ala-apa."

"Aku harus nurut sama Ibu, An. Jangan marah, ya?"

Kira-kira itulah obrolan kami saat sepulang sekolah. Mahesa hanya mengatakan harus menurut dengan Ibu-nya, namun tidak dengan alasan yang benar-benar jelas. Sebenarnya, aku bisa saja tidak datang dan menolak tawaran Bayanaka, tetapi ... rasanya tidak enak juga.

Saat ini, aku sudah siap dengan setelan kaos lengan pendek berwarna hitam, dilapisi dengan cardigan rajut paling favorit. Dari anak tangga di mana langkahku berjalan, ada Bunda tengah duduk di sofa sembari menonton sinetron yang hampir tayang setiap hari. Diiringi musik dari penyanyi terkenal; Rossa, bahkan Bunda sampai tak menyadari aku berdiri di sebelahnya.

"Bun," bahkan, ia hanya mengangguk tanpa menoleh.

Aku memanggilnya sekali lagi, "Bun."

"Iya, An ... apa? Makan siang udah ada kok di meja makan," ujarnya masih dengan pandangan fokus ke layar tv yang berukuran sedang.

"Bukan. Aku mau izin, keluar. Nonton turnamen basket sekolahku. Boleh, ya?"

Bunda Rinai menoleh, kembali mengangguk, sembari membenarkan posisi duduknya. "Boleh. Sama si Mahesa itu, kan?"

Tentu aku menggeleng, menjawab dengan satu nama, "Bayanaka."

"Bayanaka? Siapa? Pacar kamu, ya?" Aku reflek menggeleng kuat. "Yaudah, pulangnya jangan kesorean ya." Setelah mendengar penuturannya, kuambil lengan Bunda dan mencium punggung tangannya sebelum keluar rumah.

Ponsel sedia dalam genggaman. Pesan dari Bayanaka kembali masuk.

Bayanaka

2 unread message

An, gue udah di depan gapura|
Lo di blok berapa? Biar gue ke sana|

Kamu tunggu di situ|
biar aku yang ke depan|

Jangan, nanti capek|

Maksudnya, kan gue yang|
ngajak. Gue jemput, lah|

Cukup tinggu di depan rumah|

Ya...|
Blok c no 92|

Tidak sampai sepuluh menit, dari jarak beberapa meter netraku menangkap motor ninja warna hitam melaju pelan mendekat ke arahku. Bayanaka bersama helmnya hitam yang dikenakan, berhenti tepat di depan. Tanpa membuka pelindung kepala, Bayanaka mengucapkan sesuatu.

"Yuk? Udah jam dua lewat sepuluh menit." Laki-laki itu menyodorkan sebuah barang yang dipegang di tangan kirinya, "Nih."

"Harus pakai helm?"

"Meski pun jaraknya nggak terlalu jauh, pakai helm juga penting, An. Buat jaga-jaga aja. Kapok gue, pernah ditilang suruh tebus. Raib dua ratus lima puluh ribu. Ck! Padahal, uang itu mau gue belikan buku bacaan baru." Ia berceloteh.

AUDIRE [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang