26. Jangan Sampai Jatuh

253 75 12
                                    

"Gantari, maaf, aku nggak bisa. Tiba-tiba ada acara keluarga mendadak. Kalau kamu jadi ke sana, tolong titip salam buat Hesa."

Kira-kira, itu lah sepenggal percakapan Hana denganku. Rencana akan pergi bersama untuk menjenguk Mahesa, gagal. Tetapi, tidak jadinya Hana tak membuat niatku segera urung. Saat ini juga, aku harus tetap ke sana untuk melihat kondisinya.

Birai baru saja beranjak menuju parkiran untuk pulang, ketika melihat segumpal awan di atas sana kian menggelap. Siswa-siswi yang berjalan di koridor sepertiku saat ini, melangkah dengan derap cepat. Aku berhenti sejenak, menyalakan ponsel, hendak membuka aplikasi guna memesan ojek online.

"An?" Seseorang dari belakang menepuk bahuku. Segera berbalik badan dengan setengah terkejut. Ku dapatkan Bayanaka mengangkat alisnya.

"Maaf, kaget ya? lo ngapain?" tanya Bayanaka.

"Ini, mau pesan ojek online, Bay."

"Sama gue aja, mau nggak? Kita kan searah, An. Biar nggak olok ongkos juga. Lagi pula, mendung. Nanti lo tunggu ojolnya kelamaan, keburu hujan." Kan ... lagi-lagi Bayanaka seperti demikian. Laki-laki itu memang terlalu baik.

Aku mengusap belakang tengkuk, "I-iya, tapi aku nggak langsung pulang ke rumah."

"Ke mana?"

"Rumah sakit. Lihat Mahesa," jawabku.

Bayanaka menegakkan tubuhnya, "Oh? Kalau gitu, ayo! Gue ikut, jenguk orang sakit nggak masalah, bukan?" Penuturannya terdengar antusias, itu membuatku semakin bingung.

"Seriusan? Tapi--"

Bayanaka berdecak samar, "Udah, nanti di jalan sekalian kita beli bingkisan. Mahesa juga teman gue," ucapanku di sela cepat olehnya.

Kemudian Bayanaka berjalan duluan dengan cepat. Aku mengikutinya dari belakang. Tubuh tinggi nan tegap itu mampu menutup tubuhku yang tingginya tidak seberapa. Sesampainya di parkiran, ya ... kalian pasti tahu. Ada Arjuna, dan tiga lainnya.

"Pepet terus Bay!" sindir Kalingga, sembari mengaitkan helmnya.

Arjuna masih duduk santai di atas motornya. Tranggana dan Abin sama-sama tertawa mendengar penuturan konyol Kalingga.

"Mau ke mana tuh? Jalan, ya? Lah, bukannya lo, Jun, yang ngajak jalan?" Tranggana menoleh pada Arjuna.

"Mana ada. Gue sama An mau--"

Drrtt!

Bayanaka tiba-tiba merogoh sakunya. Mengangkat telepon yang entah dari siapa. "Sekarang juga, Pa?"

"Tapi Bayu mau ke--oh, iya deh. Sebentar lagi."

Laki-laki itu menyapu bibirnya yang terasa kering dengan lidah. Bayanaka kembali menghadap padaku, dan mengucapkan sesuatu. "An, gue ... nggak tahu tiba-tiba banget, nih. Orang rumah suruh pulang."

"Ng-nggak apa-apa, Bay. Aku bisa pesan ojek, kok." Malah Bayanaka yang menghela napas.

"Rang? Antar An," ujarnya.

"Aduh! Gue juga mau langsung balik nih, An. Ada urusan. Beda arah juga."

Bayanaka beralih pada si ketua kelas, "Bin?"

"Kalau An ikut gue, dia mau duduk di mana. Nih, beban dari kemarin nebeng mulu." jawabnya, tertuju pada Kalingga.

"Ya, Bin, motor gue kan...." Kalingga berembus panjang.

"Arjuna?"

Aku reflek menggeleng keras, "Udah, Bay. Sumpah, nggak apa-apa aku bisa naik--"

"Ayo."

AUDIRE [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang