22. Terpendam, Tak Terungkapkan

247 71 9
                                    

Mahesa

Seru, ya?|
Sama Bayanaka|

Aku mengernyit samar membaca sederet pesan dari kontak bernamakan Mahesa. Pesan yang dikirim dari pukul 19.35, aku membuka dan membalasnya selang satu jam kemudian--setelah selesai menghabiskan baca buku novel yang membuatku kecanduan.

Masih bingung mengapa tiba-tiba Mahesa mengirimkan pesan tersebut. Padahal, aku tak memberitahu bahwa telah menerima tawaran Bayanaka.

Online tapi nggak dibalas|

Ya, kenapa?|

Seru ya?|
Sama Bayanaka|

Aku sempat lihat waktu|
Kamu dan Bayanaka di|
depan rumah|

Iya seru|

👍|

Mahesa, sekarang|
kita sahabatan kan?|

Aku nggak pernah bosan|
untuk selalu bilang; kalau ada apa-apa|
Atau ada yang  mau diceritain,|
aku siap dengar|

Y|
Aku gpp|

Balasan terakhir dari Mahesa sengaja kudiamkan. Seketika pembicaraanku dengan Bayanaka sore tadi kembali terlintas dalam benak dan sesekali membuat kepikiran. Itu lah aku. Selalu kepikiran yang jelas-jelas bukan urusan sendiri.

Meraba nakas di sebelah, tangaku mengambil sebuah buku diary yang di dalamnya masih banyak lembaran kosong. Ya, sebenarnya aku bukanlah seseorang yang rajin menuliskan segala kegiatan terkesan. Cukup kenang dalam memori, dan itu berhasil membuat tersenyum kala teringat lagi.

Kata Bunda, aku Gantari yang selalu menyinari. Nyatanya, aku belum pernah memanfaatkan sinarku dengan baik.

Namun untuk saat ini, ketika aku bertemu dengannya, kurasa sinar yang dimaksud Bunda akan berkembang seiring berjalannya waktu.

Mahesa, adalah bayang yang hampir hirap. Oleh sebab itu, aku sebagai Gantari harus berusaha menerangi agar bayang tersebut tetap menetap.

Meski lambat laun akan menghilang, ditelan kegelapan.

Aku menatap bingung tiga paragraf yang kutulis barusan. Terkesan lebay, sok puitis dan ... itu bukan aku sekali. Setelahnya, kututup buku tebal tersebut, kembali meletakkannya di atas nakas.

Sepasang earphone berkabel menyumpal kedua telinga. Lagu dari Jungkook, idol Korea yang berjudulkan Still With You mengalun dengan Indah. Membuat perasaan cukup tenang ketika mendengarkan melodi dan suaranya. Lagu ini, tak ada bosannya kuputar dari hari-hari kemarin. Bahkan sampai hapal.

Selagi nada-nada itu mengalun, biarkan aku bercerita apa saja yang dikatakan Bayanaka tentang Mahesa, sore tadi.

"Sebenarnya, gue udah tahu Mahesa sejak lama. Tepatnya sekolah menengah pertama. Kita satu kelas, tapi nggak begitu dekat kalau bukan teman sekelompok. Satu kali gue pernah masuk ke rumahnya sama teman yang lain...." Kala itu Bayanaka menilik pada tempat tinggal Mahesa yang tertutup gerbang menjulang tinggi.

"Lo tahu nggak, kalau dia punya saudara?" Aku menggeleng pelan, karena Mahesa sama sekali tak pernah bercerita.

"Ada. Laki-laki, cuma beda satu tahun. Tapi masuk sekolahnya bareng. Dan, kalau  teman sekelas sering bilang dia ... maaf, anak haram, itu benar, An. Tapi untuk itu, lo bisa bincang sama Mahesa langsung."

AUDIRE [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang