6

837 91 0
                                    

Margaret terbangun begitu saja saat kenangannya bersama Elise muncul kembali dalam mimpinya. Nafasnya terengah - engah, membuat Kenneth menghampirinya dengan cepat. Lelaki itu belum menyentuh kening Margaret namun ia bisa merasakan bahwa demam pada tubuh Margaret belum turun. Lelaki itu merasakannya dengan jelas saat ia menggenggam tangan Margaret.

"Permaisuri, apakah kau baik - baik saja ?" Tanyanya khawatir namun Margaret tak menggubrisnya. Padahal Kenneth telah menjaganya semalaman penuh.

"Kepalaku sangat sakit."

"Aku akan memanggil tabib, tunggu." Kenneth sudah akan bangkit sebelum Margaret menarik tangannya dengan lemah. Matanya berkaca - kaca disana.

"Aku tidak mau minum ramuan apapun lagi, Yang Mulia. Aku mohon." Perempuan itu menangis.

"Tapi keadaanmu tak membaik, permaisuri." Kenneth was - was.

"Aku akan baik - baik saja. Jangan tinggalkan aku, Yang Mulia."

"Aku disini, sayang. Aku tidak pergi kemanapun." Lelaki itu terbaring di sebelah Margaret. Margaret menyandarkan kepalanya dengan nyaman di lengan Kenneth. Ia sangat lelah dengan pikiran - pikiran yang menghantuinya akhir - akhir ini.

"Kau akan mengembalikan Elise suatu saat nanti, kan ?"

"Tidurlah, sayang. Kau terlalu banyak memikirkannya." Ia mencoba lembut walaupun telinganya sangat bosan saat mendengar Margaret selalu membicarakan hal yang sama.

"Yang Mulia, aku berjanji untuk tidak mengulangi hal yang sama. Aku berjanji untuk melaporkan padamu atas semua aktivitas yang ku lakukan. Tolong izinkan aku bertemu Elise sekali lagi." Ia tetap merengek terus menerus, membuat Kenneth sadar bahwa akan sangat sulit untuk melepaskan Margaret dari Elise.

"Permaisuri, dengarkan aku. Aku tidak akan seprotektif ini padamu bila kau tidak menghancurkan kepercayaanku padamu. Kau tidak perlu melapor padaku apa yang kau lakukan selama seharian penuh. Itu dulu, saat aku masih mempercayaimu. Namun sebuah kepercayaan bagaikan kaca yang tipis. Sekali kau memecahkannya, akan sangat sulit untuk mengembalikannya. Aku orang yang seperti itu, permaisuri. Kau sangat memahamiku." Kenneth berusaha memberinya pengertian.

"Tapi aku yang bersalah, Yang Mulia. Mengapa harus Elise dan Rowena. Mereka adalah temanku." Ia menyembunyikan kepalanya di sela - sela lengan Kenneth.

"Apa aku bukan temanmu ?" Tanyanya tenang, namun terasa menusuk. Margaret tak menjawab apapun setelahnya. Kenneth tahu bahwa Margaret pasti merasa terpojok dengan pertanyaannya barusan.

"Permaisuri, ingat kata - kataku sejak awal ? Aku adalah sahabatmu, kekasihmu, suamimu, juga rajamu. Apa kurangku, permaisuri ?" Tanyanya lagi. Namun Margaret tetap tak bisa menjawabnya.

"Aku tak melarang kau berteman dengan mereka. Tapi ada fase - fase tertentu dimana kau harus memilah dengan siapa kau bisa menceritakan sesuatu, permaisuri. Harga diriku merasa diinjak - injak saat aku mendengar penjelasan Elise dan Rowena. Kau tahu mereka tidak punya kekuasaan namun kau justru menceritakan semuanya pada mereka. Sedangkan aku ? Aku tidak tahu apapun. Kau tidak membagi pikiranmu denganku. Padahal dengan kekuasaan sebesar ini, rasanya tidak ada yang tidak bisa ku lakukan untukmu. Namun kau lebih percaya mereka daripada aku. Aku iri, permaisuri. Aku iri."

"Bukan seperti itu maksudku." Margaret bangkit dengan wajah pucatnya yang dipenuhi air mata.

"Lalu apa ?" Sergahnya cepat.

"Bila kau punya alasan yang masuk akal, beritahu aku sekarang. Aku ingin mendengarnya." Kenneth benar - benar tenang disana namun sorot matanya memancarkan kekecewaan yang mendalam.

"Aku takut kau akan marah. Aku takut kau akan berpikiran buruk tentangku nantinya." Tak ada alasan spesifik yang dapat dijelaskan oleh Margaret, membuat Kenneth semakin yakin akan praduganya tadi.

WARM DAYS - United MonarchyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang