8

781 84 1
                                    

Margaret memutuskan akan menghadapi Kenneth malam itu. Ia membulatkan tekad untuk datang ke Witchave dengan segenap keberanian yang telah ia siapkan sejak tadi. Perempuan itu tahu, bermusuhan dengan Kenneth sama saja mencari malapetaka di istana. Bila ia tidak bisa menjalankan misinya, maka ia akan menuruti kemauan lelaki tersebut supaya posisinya tetap aman di istana. Bagaimanapun juga sikapnya saat ini menentukan keputusan Kenneth ke depannya.

"Yang Mulia." Margaret menunduk hormat disana, menyapa Kenneth yang sedang membaca buku di sofa. Sedangkan Archer rupanya  telah tertidur dengan tenang di keranjang bayi.

"Aku meminta maaf atas ucapanku tadi. Aku pasti sedang emosi saat itu sehingga aku tidak bisa berpikir dengan jernih." Tutur katanya menjadi sangat lembut, seperti pertama kali Kenneth mengenalnya dulu. Perempuan itu terduduk di sebelah Kenneth. Lelaki tersebut tak bergeming akan kedatangannya. Margaret tahu, Kenneth pasti masih kesal dengannya sehingga ia memutuskan untuk mendekat kemudian menyandarkan kepalanya pada pundak Kenneth. Ia mengambil tangan kiri Kenneth, menggenggamnya seakan ia tak akan melepaskan lelaki itu lagi. Bahkan Kenneth masih tak mengucapkan apapun, namun ia tidak berusaha melepaskan genggaman Margaret pada tangannya.

"Rasanya masih baru kemarin kita menikah, Yang Mulia." Ucapnya sembari memperhatikan cincin pernikahan yang melingkar di jari manis Kenneth, begitu juga di jari manisnya.

"Aku penasaran, apa yang terjadi setelah kita menikah belasan bahkan puluhan tahun nanti." Perempuan itu mengira - ngira sendiri.

"Aku masih tetap sama."

"Tentu saja." Margaret menoleh dengan senyum hangatnya disana. Ia senang ketika Kenneth mulai membuka suaranya namun ia lebih senang lagi saat lelaki itu berkata demikian.

Kenneth menutup bukunya kemudian menoleh untuk menatap Margaret. Mata perempuan itu selalu berseri - seri, membuat Kenneth selalu tenang melihatnya. Senyumnya masih tetap manis seperti biasanya.

"Kau juga masih tetap sama. Kau masih menjadi perempuan tercantik yang pernah ku temui." Ujarnya mendalam. Margaret berbunga - bunga mendengarnya. Kenneth selalu berhasil membuatnya tersipu.

"Kau sudah makan malam ?"

"Belum, Yang Mulia. Apakah kau sudah ?"

"Aku juga belum. Makanlah bersamaku disini."

"Tentu saja." Ujarnya lugas dengan senyum mengembang. Kenneth diam - diam membatin di dalam hatinya. Akhir - akhir ini, keadaan menjadi sangat berbeda. Di suatu waktu, ia dan Margaret seperti bermusuhan. Di waktu yang lain, mereka bisa menjadi sangat dekat. Lelaki itu bisa menarik kesimpulan bahwa hubungan mereka sedang dalam fase labil. Gejolak emosi bisa datang kapan saja.

***

"Akhir - akhir ini makanmu menjadi lebih sedikit."

"Benarkah ?" Margaret mencoba tersenyum walaupun Kenneth tahu bahwa itu hanya kiasan saja. Perempuan itu pasti terus memikirkan Elise dan Rowena.

"Besok aku kedatangan tamu dari Belvaria."

"Belvaria ? Pangeran Franc ?"

"Kau kenal dengannya ?" Kenneth mengernyit.

"Tentu saja. Kami sering berbicara saat ia datang ke Goddam dulu."

"Sebentar." Kenneth memotongnya.

"Untuk apa ia datang ke Goddam ?" Tanyanya.

"Ia membeli gandum dari Goddam untuk dibawa ke Belvaria. Saat itu kerajaannya mengalami gagal panen. Dulu ia hanya berbicara bahasa Vangard sehingga selain ayahku, hanya aku yang memahaminya. Itu sebabnya ia menjadi akrab denganku." Margaret menjelaskannya dengan semangat, kurang memperhatikan ekspresi Kenneth yang berubah seketika.

WARM DAYS - United MonarchyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang