47

451 61 1
                                    

Margaret baru saja menyelesaikan banyak urusan mengingat ini adalah hari - hari terakhirnya di Godrech. Ia menyempatkan diri datang ke kamar ibunya sembari membawa nampan berisi makanan dan beberapa ramuan. Perempuan itu masuk begitu saja, tak menyadari ada yang beda dari tatapan Loise padanya saat itu.

"Selamat sore, ibu. Maaf, aku baru datang sekarang. Aku sangat sibuk hari ini." Margaret menata makanan tersebut di nakas yang berada di tepi dinding, cukup jauh dari ranjang Loise saat ini.

"Tadi tabib berkata bahwa keadaan jantungmu menjadi lebih baik setelah kau rajin meminum ramuan yang telah diraciknya." Margaret melanjutkan kalimatnya, tetapi Loise justru berkaca - kaca sendiri. Ralat, air matanya memang jatuh sejak pertama kali Margaret berdiri membelakanginya.

"Margaret, apakah kau membunuh semua saudaramu ?"

Detik itu juga tangan Margaret berhenti bergerak. Ia terpaku. Otaknya berusaha menyusun kalimat sebelum akhirnya ia menoleh dan mendapati ibunya menangis disana.

"Ibu..."

"Apa kau juga menghancurkan Keluarga Kloir ?" Tanyanya lagi, memotong ucapan Margaret. Kini giliran perempuan itu yang berkaca - kaca menatap ibunya.

"Iblis apa yang meracuni pikiranmu, Margaret ? Bagaimana kau bisa berdiri menatapku dengan tenang sedangkan kau mengorbankan banyak darah saudaramu sendiri ?" Matanya menatap nanar kepada putri yang sangat dibangga - banggakannya tersebut. Loise sangat kecewa.

"Mereka menyiksaku selama ini dan kau masih bisa bertanya alasannya ?" Suara Margaret bergetar, seakan menahan tangisannya sendiri.

"Lalu apa alasannya kau memporakporandakan Keluarga Kloir ? Kau tahu aku berasal dari sana, Margaret. Mereka keluargamu juga."

"Mereka ingin memanfaatkan aku selagi aku berada di istana. Lady Burgaret ingin aku mendekati Yang Mulia Raja bagaimanapun caranya ! Mereka bahkan berusaha mencari keuntungan dari pernikahanku !" Margaret berteriak di depan Loise dengan kemarahannya yang memuncak.

"Jadi ini rupa aslimu." Loise tersenyum sarkasme, membuat Margaret cepat - cepat menghampirinya kemudian berlutut di depan wanita tersebut.

"Ibu." Margaret mencium tangan Loise dalam - dalam. Ia menangis terisak disana sedangkan Loise membuang wajahnya ke samping dengan air mata yang terus mengucur.

"Aku tidak bisa membayangkan apa yang harus ku katakan ketika aku bertemu dengan ayahmu besok."

"Aku meminta maaf, ibu." Perempuan itu tetap menangis tanpa henti. Entah mengapa isakan Loise terdengar begitu saja. Sangat pilu, menambah rasa bersalah pada diri Margaret saat ini.

"Hentikan semua ini, Margaret ! Hentikan !" Gertaknya pelan namun sangat memaksa.

"Aku tidak bisa. Aku sudah terlanjur menceburkan diri, ibu. Aku sudah basah." Untuk pertama kalinya ia mengangkat kepalanya, berani menatap Loise detik itu juga.

"Margaret, aku tahu kau kecewa pada masa lalumu. Aku tahu saudara - saudaramu tidak berlaku adil kepadamu. Namun hati yang dipenuhi kemarahan hanya akan membutakan matamu, Margaret ! Mau sampai kapan kau seperti ini ? Semua hal yang kau dapatkan tidak akan pernah cukup bila kemarahan tersebut belum kau padamkan, ingat ucapanku baik - baik." Loise menegaskan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya. Wanita itu menggenggam kedua tangan Margaret erat - erat tanpa melepas pandangan mereka sama sekali.

"Berjanjilah padaku untuk berhenti melakukan hal semacam ini. Berjanjilah padaku untuk tidak memanfaatkan kekuasaanmu sekarang untuk menyakiti orang lain."

"Aku menyakiti orang - orang tertentu supaya orang tersebut tak menyakiti orang lain lagi. Jansen dan saudara - saudara anak selir lainnya, mereka berusaha melenyapkanku, ibu. Keluarga Kloir, mereka menjadikanmu kambing persembahan supaya mereka semakin kuat. Dan mereka berusaha menjadikan aku sebagai kambing persembahan karena mereka tahu aku tinggal di Istana Dakota. Aku dengan kekuasaanku sekarang, tak akan membiarkan siapapun menyiksaku seperti dulu lagi. Aku tidak akan membiarkan orang lain memanfaatkan aku untuk kepentingan apapun. Jadi bila kau memintaku berhenti, aku tidak bisa. Aku tidak menyakiti seseorang tanpa alasan. Inilah pertahanan diriku." Margaret melepas tangannya dari genggaman Loise, membuat wanita tersebut terpaku tanpa suara sama sekali. Hanya ada kesedihan yang terpancar dari matanya.

WARM DAYS - United MonarchyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang