55

511 69 0
                                    

Panglima Cedric datang sangat pagi ke Paviliun Burrow. Viktor adalah orang yang bertanya - tanya untuk apa seorang panglima utama datang kemari, di pagi buta seperti ini pula. Beruntungnya ia sudah bangun, sementara Helena masih belum bangun dari tidurnya.

"Selamat pagi, Yang Mulia Domethians. Aku kemari untuk membawakan surat vonis yang telah dibuat Yang Mulia Raja."

"Surat vonis ? Ada kejahatan apa di paviliunku ?" Viktor terkejut bukan main. Surat vonis adalah surat yang berisi hukuman sesuai keputusan raja saat seseorang berbuat pelanggaran berat pada peraturan istana.

"Bisakah aku meminta tolong padamu untuk membawa ibu suri kemari, Yang Mulia ?"

"Untuk Helena ?" Pria itu terkejut dua kali. Cedric tak menjawab, melainkan hanya diam disana. Viktor cepat - cepat masuk untuk membangunkan Helena. Perlu waktu yang cukup lama bagi Cedric untuk menunggu kedua orang tersebut menyiapkan diri.

"Panglima Cedric ?" Helena ikut bingung disana. Namun saat ia melihat gulungan surat berstampel hijau, wanita itu tahu bahwa ada surat vonis yang datang ke paviliunnya.

"Silahkan duduk, Yang Mulia. Aku akan membacakan surat vonis yang ditulis Yang Mulia Raja."

"Untuk siapa ?" Tanyanya datar tetapi sekali lagi Cedric tak menjawabnya. Ia membuka segel surat tersebut lalu membacakannya di depan Viktor dan Helena. Ralat, Marriandra juga ada di belakang sana bersama beberapa pelayan lain yang sedang membereskan kamar.

"Dengan menyebut kebijaksanaan diri Yang Mulia Raja Kenneth Days dalam berkat Tuhan." Cedric membentangkan gulungan surat yang cukup panjang tersebut.

"Untuk menghentikan insiden buruk yang terjadi di Istana Dakota, dengan ini aku memerintahkan penahanan Ibu Suri untuk tidak keluar sama sekali dari wilayah Kastil Burrow tanpa surat izin. Ibu suri dilarang keras untuk berbicara kepada Ratu Margaret dalam urusan apapun. Melanggar surat vonis akan dikenakan hukuman berlapis dan pengasingan ke luar istana."

Viktor terdiam disana, begitu juga Helena yang menatap kosong entah kemana. Pria tersebut menunggu kelanjutan dari surat tersebut karena ia tahu masih ada akhir kalimat lagi. Hal tersebut terlihat dari ekspresi Cedric yang nampak canggung sekaligus berhati - hati.

"Dan perintah ini berlaku selamanya." Ujarnya dengan lugas, mengakhiri isi surat tersebut. Ia menggulungnya kembali kemudian memberikannya kepada Viktor. Semua pelayan saling menatap disana saat mendengar isi dari surat vonis tersebut.

"Nyonya Marriandra, kau harus ikut denganku sekarang. Yang Mulia Raja memanggilmu."

"Aku ? Untuk apa ?" Wanita tua itu gemetar. Ia hanya berdiri di ambang pintu sejak tadi.

"Ikutlah saja bersamaku."

"Aku tidak berbuat apa - apa, Panglima Cedric. Aku bersumpah." Kini wanita itu berkaca - kaca. Viktor sendiri tak dapat menebak apa keinginan Kenneth saat ini.

"Yang Mulia Raja tidak akan menghukum orang - orang yang tidak bersalah. Ia hanya ingin bertemu denganmu, ayo." Ajaknya sekali lagi.

"Marriandra." Viktor memanggilnya sembari memberi kode untuk segera ikut dengan Cedric. Wanita tua itu melangkah gemetar melewati pelayan yang lain. Cedric membiarkannya berjalan lebih dulu di depannya supaya ia dapat mengawasinya. Ia menunduk sejenak untuk memberi hormat sebelum pergi.

"Sesuai dengan perintah Yang Mulia Raja, aku akan segera memberi tali merah sebagai pembatas wilayah supaya batas - batas antar kastil dapat diketahui dengan jelas. Maaf telah mengganggu waktumu. Selamat pagi." Cedric memberi hormat sejenak sebelum mengikuti langkah Marriandra. Tepat setelah Cedric pergi, Viktor bangkit begitu saja sembari melempar surat tersebut tepat di depan wajah Helena. Wanita itu menangis tanpa suara. Hanya air matanya saja yang mengalir untuk mewakili permintaan maafnya pada Viktor.

WARM DAYS - United MonarchyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang