34

491 68 5
                                    

"Yang Mulia."

"Iya ?" Margaret menoleh saat Ansel tiba - tiba datang dengan banyak berkas di tangannya.

"Ini adalah berkas - berkas kematian dari beberapa orang." Ujarnya dengan bibir yang gemetar, membuat Margaret mengernyit seketika. Tak hanya Margaret, Kenneth juga ikut bertanya - tanya.

"Ternyata mereka belum meninggal, Yang Mulia. Mereka disekap Jansen di istana selatan."

"Apa ?" Margaret terkejut bukan main. Ia spontan bangkit untuk meraih berkas tersebut.

"Sebanyak ini ?" Perempuan itu meninggi.

"Semua pendukungmu, Yang Mulia." Ansel nampak pasrah. Kenneth hanya bertatap - tatapan dengan Cedric sejak tadi. Mereka sepertinya memikirkan hal yang sama.

"Pasti di antara orang - orang tersebut ada yang berasal dari keluarga yang sangat kuat sehingga Jansen takut padanya."

"Memang." Sahutnya cepat, menjawab kalimat Kenneth barusan.

"Berapa orang ?"

"Sekitar dua puluh." Ansel menggeleng sendiri karena ia hanya mengira - ngira. Margaret hanya bisa mengelus dadanya sendiri karena ini adalah hal yang sangat mengejutkan.

"Duduklah, Margaret." Kenneth menggiringnya menuju sofa. Wajah perempuan itu pucat seketika. Hingga saat ini pun, tak ada yang tahu bahwa Margaret tengah mengandung. Hanya Kenneth dan Cedric yang mengetahuinya sehingga mereka berdualah yang memantau kondisi Margaret dengan teliti.

"Kau mau aku mengambilkanmu air ?" Tawarnya.

"Tidak, Yang Mulia. Terima kasih. Aku merasa sangat sesak."

"Kau sering telat makan, Margaret. Mulai sekarang kau harus lebih sering makan." Kenneth terdengar sangat tegas tetapi hal tersebut tak mempan untuk Margaret.

"Apa kau mendengarku ?"

"Aku ingin menemui semua orang ini." Margaret bangkit begitu saja, tak membiarkan Kenneth bicara lebih jauh.

"Margaret, keadaanmu sedang tak baik - baik saja." Kenneth mengejarnya dan tentu saja ia bisa berjalan beriringan dengan perempuan tersebut. Langkah Kenneth memang cepat.

"Masalah datang silih berganti, Yang Mulia. Aku harus segera menyelesaikan masalah ini sebelum masalah yang lain menghujani kita."

Kenneth tak berkata apapun setelahnya. Ia menemani Margaret menuju istana selatan, sebuah kastil satu lantai dengan lorong bawah tanah yang tersembunyi. Margaret melihat satu per satu orang yang berada disana. Ansel berkata bahwa mereka ada pendukungnya tetapi mereka lupa dengan wajah Margaret karena sudah lama sekali mereka tak tak melihat wanita tersebut. Kecuali satu orang yang tak akan pernah rupa Margaret walaupun mereka hanya bertemu sekali saja.

"Tolong bebaskan kami !"

"Bebaskan kami ! Kami tidak bersalah !"

"Margaret."

Saat semua orang berteriak meminta bantuan, suara seorang lelaki terdengar sangat tenang memanggil Margaret. Seolah tak ada apapun yang terjadi selama beberapa tahun terakhir ini. Jantung Margaret berdegup kencang. Tahanan yang mayoritas dipenuhi oleh lansia ternyata sedang menyembunyikan seorang lelaki muda. Ia bersembunyi di antara pria yang lain dan enggan menampakkan wajahnya. Saat bayangan hitam tersebut melangkah maju, jantung Margaret lepas seketika dari tempatnya. Itu adalah wajah yang sangat dikenali Margaret, wajah yang dulu sangat ia rindu - rindukan dan hampir membuatnya mati.

"Kau..." Nafasnya tercekat. Kenneth tak dapat memahami apa yang terjadi disini.

"Margaret." Panggilnya sangat pelan sembari berbisik pada perempuan tersebut tetapi Margaret tak menghiraukan panggilan Kenneth. Ia tetap fokus menatap lelaki yang tadi memanggilnya dari dalam sel.

WARM DAYS - United MonarchyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang