64

738 71 1
                                    

Malam itu Kenneth merebahkan diri pada paha Margaret. Perempuan tersebut sudah berusaha mengajak Kenneth berbicara tetapi hasilnya nihil. Kenneth tetap diam sembari menatap jauh, entah kemana. Yang jelas, Margaret terus mengusap rambut Kenneth dengan lembut sembari bersenandung kecil.

"Sampai kapan kau akan diam, Yang Mulia ? Aku tahu kau pasti sedang memikirkan sesuatu yang berat. Cobalah untuk berbagi padaku."

"Ini rumit." Ujarnya singkat, membuat Margaret menoleh karena ini pertama kalinya Kenneth membuka suaranya setelah sekian lama Margaret bertanya.

"Aku yakin aku bisa mengerti." Perempuan tersebut merayunya kembali. Kenneth melipat kedua bibirnya ke dalam lalu bangkit dari paha Margaret. Kini ia duduk tegap di sebelah perempuan tersebut.

"Kau sudah tahu semuanya tentangku, Margaret. Amarahku, ambisiku, dendamku, semuanya tentangku. Aku bertemu ayah di gereja tadi sore. Aku memberitahunya bahwa aku sempat berpikiran untuk melenyapkan ayah dan ibu. Itu saja. Aku mengakuinya karena semata - mata ayah telah jujur atas banyak hal saat itu."

"Yang Mulia, aku yakin dengan umur yang tua dan pengalaman yang sedemikian banyak, ayah pasti paham apa alasannya. Bila ia telah membuka rahasianya dengan kejujuran tersebut, maka kejujuranmu juga akan terlihat lebih transparan. Aku lega kau bisa memerangi kebencianmu sendiri. Aku tahu saat - saat seperti ini akan datang. Aku tahu kau bisa melewati ini." Margaret mengambil tangan Kenneth kemudian menciumnya dalam - dalam. Ia tersenyum lebar, cukup untuk membuat Kenneth lega.

"Aku kira kau akan marah."

"Mengapa aku harus marah ? Kau sudah seberani ini, aku harusnya bangga." Margaret tertawa singkat yang disusul oleh teriakan Archer dari ruang tengah.

"Ibu !" Suara anak itu menggelegar. Archer menghampiri Margaret dengan cepat lalu meloncat ke pangkuannya.

"Ayo, duduk sendiri. Ibu kesulitan memangkumu, Archer."

"Aku tidak mau !" Archer merengut saat Margaret memindahkannya.

"Kau harus mau bergantian dengan adikmu. Adikmu ada disini dan kau tidak ingin menekannya, bukan ? Ibu tahu kau adalah kakak yang baik." Margaret berusaha memberinya pengertian.

"Kapan adik akan lahir ? Beritahu dia harus keluar sekarang, ibu. Aku ingin ibu menggendongku."

"Tidak semudah itu, anak manis." Margaret tertawa lepas. Kenneth sejak tadi mengamati bagaimana tenangnya Margaret saat bicara pada Archer. Jiwa keibuannya benar - benar alami.

"Kau akan tinggal menetap bersama ayah setelah ibumu melahirkan." Sahut Kenneth cepat.

"Aku tidak mau. Ayah akan menyuruhku belajar."

"Bagaimana anak manis ini bisa tidak mau belajar ?" Kenneth menggelitiki Archer sehingga tawa anak itu lepas kemana - mana. Margaret ikut tertawa sembari menata mainan yang dibawa Archer baru saja.

"Kejar aku, ayah !" Archer berhasil melarikan diri kemudian lari dengan cepat. Tawanya menggema dimana - mana.

"Jaga Archer ! Jangan sampai ia mendekati tangga !" Kenneth meneriaki siapapun yang ada disana supaya dapat mengawasi Archer yang berlarian kesana kemari.

"Itu masih Archer. Sebentar lagi kita akan kedatangan anak lagi. Pasti sangat lelah mengurus dua anak sekaligus." Celetuk Margaret sembari menggeleng pelan.

"Itu sebabnya kita akan membagi tugas sama rata. Kau akan merawat Mary, aku akan merawat Archer."

"Mary ? Mary Days ?" Margaret tersenyum sendiri mendengarnya. Kenneth ikut menoleh sembari mengusap perut Margaret.

"Benar, Mary Days. Mary adalah penggalan dari namamu sendiri, Margaret. Aku berharap ia lahir dengan wajah cantik dan pemikiran cerdas seperti dirimu. Setelah sekian lama Keluarga Days tak memiliki seorang putri, kini kita harus menunjukkan pada dunia bahwa Whitemouttier memiliki putri yang sangat sempurna."

WARM DAYS - United MonarchyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang