Kenneth memperhatikan Margaret dari belakang. Perempuan itu tampak kosong disana, membuat Kenneth lama kelamaan iba melihatnya. Ia melangkah perlahan mendekati Margaret yang bersandar di pilar. Tangannya terulur, membuat Margaret menoleh untuk melihatnya.
"Ayo." Ujarnya singkat. Kenneth sama sekali tidak marah padanya. Dan lelaki itu juga tidak akan memarahi Margaret lagi saat ia melihat genangan air mata disana yang belum kering.
"Yang Mulia, aku mohon." Ia merengek lagi disana. Untuk hal ini, Kenneth tak mempedulikannya. Ia menunduk sedikit untuk mengambil tangan Margaret karena perempuan itu tak kunjung menerima uluran tangannya.
"Kau akan mengembalikan Elise besok, bukan ?" Margaret menangis untuk kesekian kalinya. Kenneth tak menjawab apapun. Ia bisa merasakan tangan Margaret sedingin es saat ini. Kenneth tak mau Margaret mati membeku disini sehingga ia menggiring perempuan itu untuk mengikutinya.
"Yang Mulia..." Margaret terus merengek namun tak ada tanggapan yang keluar dari mulut Kenneth.
"Aku meminta maaf atas apa yang ku lakukan. Aku bersedia menerima hukuman apapun darimu. Tapi tolong kembalikan Elise kemari, Yang Mulia." Perempuan itu menangis sesegukan dengan mata yang terpejam. Ia menyembunyikan wajahnya di balik bahu Kenneth, tak ingin prajurit penjaga maupun pelayan melihat dirinya menangis.
"Yang Mulia, aku mohon." Pintanya sekali lagi.
"Hanya ada aku disini." Sahutnya singkat, seakan tak ingin mendengar rengekan Margaret lagi.
"Aku tak pernah berniat melakukan sesuatu pada kerajaanmu, Yang Mulia. Aku tidak melakukan sesuatu pada Whitemouttier." Ia tetap menangis saat Kenneth mendudukannya pada tepi ranjang.
"Aku tahu. Tapi Whitemouttier bukan sekedar kerajaanku saja. Whitemouttier adalah kerajaanmu juga." Ujarnya tenang namun penuh dengan penekanan. Kenneth bisa menangkap bahwa Goddam masih terselip dalam pikiran Margaret.
"Aku berjanji untuk tidak mengulanginya lagi, Yang Mulia." Margaret terus memohon bahkan saat Kenneth berusaha menidurkannya.
"Tidurlah." Kenneth tahu bahwa Margaret sebenarnya sangat letih. Baru beberapa menit ia berbaring, perempuan itu tertidur pulas begitu saja.
"Da... Da... Da..."
Kenneth hampir lupa bahwa Archer masih belum tidur. Bayi itu masih terjaga dengan mata yang membulat cerah. Ia tahu bahwa Archer baru saja bangun tidur sehingga ia tak mungkin tertidur lagi dengan cepat.
"Ibumu baru saja tidur. Apakah kau juga mau tidur ?" Kenneth mengambilnya dari keranjang tidurnya. Bayi itu tak merespon ucapan Kenneth barusan. Ia justru bersemangat menunjuk keluar.
"Di luar masih gelap, sayang. Aku akan menemanimu sekarang."
"Da... Da... Da..." Ia terus mengoceh dengan tawa yang terselip disana, membuat Kenneth tersenyum karena liur Archer menyembur kemana - mana, bahkan mengenai wajahnya.
"Coba katakan 'ayah'. Aku ingin mendengarnya."
"Zaza." Ujarnya cepat. Kenneth belum pernah mendengar Archer mengucapkan kata tersebut sehingga ia menganggap bahwa Archer telah berusaha mengucapkan kata 'ayah' namun ia belum mahir berbicara.
"Bukan zaza, tapi ayah."
"Zaza..." Archer tertawa sembari memperlihatkan kedua gigi susunya.
"Baiklah, bayiku sangat cerdas sekali." Kenneth menciuminya berulang kali. Walaupun ia sangat mengantuk, namun lelaki itu tetap menemani Archer hingga menjelang pagi. Kini ia tahu bagaimana letihnya Margaret mengurus anak sembari menjadi ratu. Itu sebabnya tubuh Margaret mudah sekali menyusut pasca melahirkan. Bagi Kenneth, tubuh Margaret sekarang tak ada bedanya dengan tubuhnya dulu saat ia masih gadis.
KAMU SEDANG MEMBACA
WARM DAYS - United Monarchy
Ficción históricaWRITTEN IN BAHASA THIS STORY IS WRITTEN ORIGINALLY BY ME, NO PLAGIARISM ALLOWED *** #1 on Summer (Jul 3rd, 2023) #1 on Warm (Nov 7th, 2022) #2 on Historical (Jan 29th, 2023) #2 on Historical Fiction (Jan 29th, 2023) #5 on Sejarah (June 7th, 2023) #5...