49 #Emotional

557 66 1
                                    

Semua barang - barang Kenneth dan Margaret telah dibereskan dan diangkut. Tinggal menunggu fajar bagi mereka untuk pulang ke Dakota. Kenneth tertidur dengan pulas. Berbeda dengan Margaret yang tetap terjaga sepanjang malam di lengan lelaki tersebut sehingga ia memutuskan untuk bangkit dari kasurnya.

Tadi sore, Kenneth memberikannya sebuah surat yang ditulis oleh Loise untuk Margaret. Sebenarnya Margaret ingin membacanya setelah ia sampai di Dakota supaya ia tak kembali bersedih. Namun tekadanya sangat kuat malam ini sehingga ia membuka amplop tersebut dengan pasti. Tangannya gemetar saat ia membaca setiap kata yang tertulis disana dengan air mata yang jatuh setetes demi setetes.

"Margaret putri kesayanganku, ini ibu. Ibu meminta maaf karena harus meninggalkanmu secepat ini. Kau tahu, ibu memiliki semacam urusan dengan ayahmu. Benar, kami selalu bersepakat untuk melindungimu dan rasanya lebih mudah untuk mengawasimu dari atas sini. Margaret, jangan lupa untuk menjaga kesehatanmu dengan baik. Jangan lupa untuk menjaga perasaanmu untuk tetap bahagia. Yang terpenting, jangan lupa untuk belajar memaafkan diri sendiri. Kita sama - sama tahu bahwa tidak semua hal dapat berjalan dengan baik. Namun kita harus percaya bahwa semuanya akan menjadi baik di suatu waktu. Ingat, ibu tetap akan menemanimu kemanapun kau melangkah, putri kebanggaanku. Ibu akan menjadi udara yang kau hirup setiap hari, ibu akan menjadi bunga - bunga yang kau hampiri setiap pagi. Ibu akan menjadi apapun yang kau inginkan. Ibu hanya ingin kau tahu bahwa sekalipun raga ibu tak bernafas lagi, tetapi jiwa ibu tetap selalu bersamamu."

Detik itu pula tangisan Margaret pecah seketika. Ia berusaha menahan suaranya mati - matian supaya Kenneth tak mendengarnya. Ia meraih lampu minyak kemudian meninggalkan pavilunnya sendiri, terus berjalan tanpa mengenal arah. Yang jelas, ia hanya ingin membiarkan air matanya terjun dengan bebas tanpa ada yang tertahan sama sekali.

"Ibu !" Tak terasa langkah Margaret membawanya ke makam Loise. Ia menangis terisak - isak di batu nisan ibunya sembari membawa surat yang baru saja dibacanya tadi. Hanya ada ia sendiri disana, dengan kesunyian dan kegelapan malam di pemakaman istana. Margaret tak henti - hentinya menangis karena disini ia bisa bebas menumpahkan kesedihannya tanpa terdengar oleh siapapun.

Sementara itu Kenneth sibuk mencari keberadaan Margaret. Ia menyuruh semua prajurit menggeledah istana karena perempuan itu tak ditemukan di tempat - tempat yang biasa ia kunjungi. Belum lagi Kenneth ingat bahwa Margaret sedang kalut hari ini. Lelaki itu khawatir bila Margaret melakukan sesuatu yang dapat membahayakan dirinya sendiri.

"Yang Mulia ? Yang Mulia ?" Semua orang memanggil - manggilnya, berkeliling istana setapak demi setapak. Sementara itu Cedric menemani Kenneth menyusuri bagian belakang istana. Berbekal dua lampu minyak, mereka berusaha melihat jalanan yang sangat gelap.

"Yang Mulia, ini sudah paling belakang." Cedric mengingatkannya tetapi lelaki itu tak gentar sama sekali. Kenneth tetap maju, memastikan ia telah menyusuri setiap jengkal dari istana bagian belakang.

"Yang Mulia, itu..." Cedric menunjuk sesuatu yang berwarna putih yang berada di tengah kegelapan. Itu adalah komplek makam istana. Mereka tidak pernah percaya keberadaan hantu, tetapi sekarang Cedric mendadak merinding. Kenneth menajamkan pandangannya di tengah suasana yang mencekam.

"Aku akan menghampirinya, itu pasti Margaret." Kenneth melangkah dengan pasti, ditemani oleh Cedric yang setia berada di belakangnya.

Semakin mereka mendekat, suara tangisan semakin terdengar walaupun samar - samar. Langkah Kenneth semakin cepat saat ia merasa mengenali pemilik suara tersebut. Itu adalah suara Margaret yang sedang menangis di atas makam ibunya. Kenneth segera merengkuh perempuan itu disana, menyandarkannya pada dadanya dengan mata yang berkaca - kaca.

WARM DAYS - United MonarchyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang