'madhava; 14'

97 5 0
                                    


REMBULAN singgah manis di atas cakrawala malam. Pemberhentian dilakukan pemuda berkulit putih di pelantaran sederhana rumah Vanda seraya jari jemari tangan kanan menenteng kantong plastik berisi martabak manis bertabur coklat dan keju. Sungguh membangunkan indera penciuman dan nafsu makan. Tas ransel juga tertenteng rapi di punggung. Dhava mengetuk pintu rumah sampai muncul wujud indah maha karya tuhan satu ini.

Sekali tarikan pendek menimbulkan senyum tipis. Vanda membawa bola matanya naik menatap Dhava. Smirk cowok itu kecil, tidak untuk dampaknya. Hawa dingin menerobos, menelisik setiap permukaan kulit Vanda kala ia tidak baik-baik saja keadaannya usai melihat senyum meski kecil dan singkat berpadu sempurna dengan tatapan tajam sosok Dhava. Alis tebal memperkeruh suasana hati Vanda. Help, ribuan kupu kupu berada dalam perutku sekarang. Giginya menggigit bibir.

"Masuk."
Bahkan sampai lupa mempersilahkan.

Jejak kaki Vanda terikuti oleh langkah Dhava. Mengikuti cewek itu masuk ke dalam rumah sederhana dan tidak ada kemewahan di dalamnya. Bahkan suasana sepi. Seluruh lampu mati kecuali ruang utama yang mereka singgahi untuk duduk.

"Ada apa?" tanya Vanda.

Tidak ada jawaban. Jangan berburuk sangka karena pergerakan cowok itu menjawab akan pertanyaan Vanda. Ia memposisikan kantong plastik di atas meja, "Buat lo." Kemudian membuka ransel hitam kombinasi abu. Tangannya merogoh dalam tas mencari sesuatu, dua buku tulis bersampul coklat dengan nama mata pelajaran tertera 'matematika' dan 'agama' cowok itu keluarkan. "Ngapain?"

Vanda duduk di sofa ganda sementara Dhava duduk si sampingnya, di sofa tunggal. "Ini tugas untuk besok, supaya lo nggak perlu susah cari contekan." Memberikan buku itu, selesai dari itu beralih membuka ikatan kantong plastik dan menarik keluar kotak kuning bertulis 'martabaks insyaallah istimewa '. "Gue kasih lo tugas bukan hanya untuk copy-paste juga untuk lo pelajari sampai paham."

"Harusnya lo nggakー"

"Makasih aja cukup."

"Makasih."

"Makasih kembali."

"Untuk?"

"Terima gue masuk."

Semesta seolah memberi jalan untuk hubungan ini. Semoga saja begitu tanpa ada halang rintang, meskipun ada semoga bisa terlewat dengan aman dan selamat. Sepotong martabak Dhava sodorkan kepada Vanda. Di terima cewek itu. "Makasih lagi."

"Cepet kerjain."

"Iyaaa." Jawaban Vanda dipanjangkan. Terlihat malas menjawab. Ia berjalan masuk ke dalam kamar meninggalkan Dhava di ruang tengah dengan mata tak berhenti menjelajah rumah ini. For your information, jika hanya ada dua foto di rumah ini, sebuah figura hitam sedang menunjukkan foto seorang pria dengan gadis kecil. Ia yakin itu Vanda. Lalu, di sampingnya ada yang menarik perhatian. Figura dari ranting-ranting putih panjang di sisinya yang terikat tali untuk menyatukan satu sama lain hingga membentuk figura indah. Bidikan lembaran foto itu terdapat Vanda bersama seorang lelaki di sebuah danau dengan keadaan basah lalu di bawahnya masih sama bertokoh utama mereka bedua, akan tetapi foto itu berada di sebuah gunung.

Selang beberapa menit Vanda datang. Duduk melantai dan mulai mempersiapkan alat tulis lalu menyalin jawaban Dhava sembari memberi paham pada otaknya. Tanpa sadar Dhava sudah berdiri di depan dua foto itu. Saat Vanda kembali, ia pun ikut kembali. Pergerakan tiba-tiba dari Dhava mengejutkan.

Tahu hal apa yang dilakukan Dhava? Merebahkan kepalanya di atas paha Vanda. Kedua kelopak matanya terpejam rapat. "5 menit aja," kata Dhava. Vanda berlomba menetralkan detak jantung biadab ini. Mengapa bersama Dhava jantungnya tidak normal. Apakah ia mengalami kelainan jantung? Ah, tidak mungkin. Persetan jika Vanda risih, intinya ... Dhava nyaman seperti ini. Makin nyaman kala samar-samar merasakan sapuan halus di kepala.

      ─màdhavaňdá─


Pukul enam pagi. Posisi masih sama seperti kamarin. Hal pertama ketika membuka mata, wajah Vanda dari bawah yang ia lihat. Lantas Dhava segera duduk dan membawa tangan kanan ke belakang leher perempuan itu kemudian tangan kiri ke belakang paha Vanda. Menggendong ke kamar.

Usai membawa Vanda tidur di kamar. Dhava meregangkan para otot di tubuh. Tanpa terasa waktu berjalan begitu cepat, Dhava lelap dalam tidur hingga keesokan harinya. Suara 'bangun' dari Vanda saja tidak cewek itu lakukan hingga ikut tidur melantai tanpa selimut. Berbalik badan Dhava menatap Vanda dari atas lalu turun ke wajah lelap tidur, turun ke leher lalu tubuh. Garis pandangnya jatuh ke perut cewek itu.

Nampak masih rata.

Kelebatan bayangan di mana perut seiring waktu berjalan akan membesar tak bisa Dhava hentikan. Tidak apa, siapa pun pelakunya, Dhava akan membabat habis cowok itu tanpa memberi celah untuknya meminta maaf atau meminta ampun. Meski belum menyatakan, sejak penemuan tespek itu. Secara sepihak Dhava mengklaim dia pemiliknya.

Lama berdiam diri. "Dhav..," panggilan Vanda menyentakkannya. "Eh, apa?" balasnya.

"Mau kemana?" Vanda duduk dari posisi tiduran. Cewek itu menatap Dhava dengan bingung. Sejak ia membuka mata, telah disajikan sebuah pemandangan Dhava melamun entah melihat apa. Dan memilih menegurnya lebih dulu. Pertanyaan Vanda belum kunjung terjawab, cowok itu menggaruk leher belakangnya. "Harus pulang. Harus berangkat ke sekolah. Duluan.."

Perginya cowok itu menyisakan tatapan nanar dari Vanda. Bahunya tanpa aba-aba luruh. Guenya?

Belum sepenuhnya keluar dari kamar. Dhava berbalik, berjalan, kemudian berhenti tepat di depan Vanda. Cowok itu sedikit rukuk untuk sejajar antara wajahnya dengan Vanda lalu mendekat membuat Vanda sedikit terkejut dan tegang. Cewek itu hanya diam melihat pergerakan Dhava. Tidak ada yang aneh-aneh, pikiran kalian salah. Hanya ada Dhava dan memeluk Vanda dengan satu lengannya kemudian berbisik, "Van, i know lo hebat. Semua akan baik-baik aja. Lo, gue, baby. Kita akan baik-baik aja. Gue, juga akan selalu ada di samping lo. Temenin lo, apapun keadaannya."

"Insyaallah."

Deg

Vanda melotot mendengar kalimat Dhava. Hanya diam sebab tubuhnya terasa lemas dan dingin dalam waktu bersamaan. Menatap kepergian Dhava ketakutan kembali membuncah. Segala asumsi berkelebat di kepala. Apakah yang di maksut atas ucapannya? Apakah Dhava tahu keadaannya saat ini?




TBC. Tinggalkan jejak_

untuk kamu; Terima kasih sudah membaca






Arqastic

MADHAVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang