'Madhava; 41.2'

50 2 0
                                    

ALASAN di balik aksi Rebecca di sekolah tentang pembongkaran rahasia Vandana Dineschara adalah saat ia mengetahui sebuah fakta menjengkelkan. Tahu tidak bila Rebecca bukan anak kandung Venia, mamanya? Bukan hanya itu, bahkan Rebecca juga bukan anak kandung papanya. Kedua orang tua angkat Rebecca sulit memiliki keturunan dulu hingga membuat Venia terpelenceng dari pernikahannya sampai memiliki hubungan di belakang suami sahnya. Beberapa tahun kemudian Bram memilih mengangkat seorang anak perempuan di panti asuhan yang mana ia beri nama Rebecca Syinevaz.

Semua ia ketahui pada malam setelah ia pulang dari rumah sakit yang bertepatan usai pertandingan basket Dhava. Kedua telinganya mendengar itu dari balik pintu kamar. "Jadi, Vanda itu anak kamu dengan selingkuhamu? Bahkan kamu sampai memiliki anak dengan dia? Kenapa kamu kasar sama dia, Venia?"

"Mas, aku bisa jelasin semua sama kamu. Ya?"

"Silahkan."

"Kamu ingat aku pernah selingkuh, kan? Maaf aku ungkit itu, Mas. Dan satu pria yang buat aku jatuh cinta saat itu, dia sakit leukimia. Sama seperti seperti Rebecca. Bahkan, aku sama dia menikah sirih dan mempunyai anak bernama Vanda. Tujuh tahun aku diam-diam ke rumah dia tanpa sepengetahuan kamu. Semakin parah sakitnya dia, entah apa yang aku pikirkan. Cuma satu keputusanku saat itu. Pergi. Toh, pria yang aku cintai sebentar itu sakit-sakitan dan kehadiran Vanda sama sekali nggak aku inginkan." Papa Rebecca terlihat kecewa kepada Venia. Tapi tidak ada amarah yang keluar. Hanya gurat kecewa. Itu saja.

"Nggak seharusnya kamu seperti itu, Ven. Tapi aku senang kamu mau jujur semuanya. Dan maaf aku nggak bisa beri kamu keturunan. Maaf buat kamu susah menikah sama aku."

"Mas Bram. Jangan ngomong gitu. Mas, nggak salah."

"Mungkin, menerima Rebecca dulu kamu juga susah, kan? Aku sempat maksa untuk angkat anak dari panti asuhan dulu."

"Mas, aku sudah terima Becca apa adanya. Aku anggap seperti anak kita sendiri. Meskipun Becca bukan darah daging kita." Hanya sampai situ percakapan yang Rebecca dengar. Usainya dia pergi.

       ─màdhavaňdá─

"Jujur-jujuran aja nih. Gue sebenernya males juga nerima lo jadi tamu gue. Tapi, ya gimana. Lo masih gue anggap sahabat. Nggak mungkin juga biarin lo pake baju sekolah dua hari lalu, diam di depan rumah gue kayak gelandangan. Ya, udahlah ya..." Adrian mengoceh terus di samping Dhava.

Tidak pulang ke rumah. Melainkan Dhava melarikan dirinya ke rumah Adrian dan meminta izin pada sang empu untuk menginap di sini sementara waktu. Tidak ada penolakan. Adrian mau membantu cowok tersebut meski masih menyimpan perasaan dendam akan masalah hubungan Dhava dan Vanda yang mana terusik Rebecca. Sampai kini pun belum ada kejelasan yang pasti. "Jadi, gimana lo sama Vanda? Katanya masalah lo udah selesai sama Rebecca itu. Jadi tinggal lo sama Vanda, kan?" tanyanya. Mengetahui fakta Vanda hamil, jelas Adrian tak bereaksi biasa-biasa aja. Katakanlah jika ia memang berlebihan.

Berita Vandana Dineshchara mendapat drop out sekolah. Ia dan jenta, sahabat Vanda yang menyebalkan, datang ke rumah cewek itu. Namun, tak mendapati wujudnya. Alhasil, mereka memanggil Vanda lewat telepon. Katanya Vanda ke rumah saudaranya dan telah kembali ke rumah. Kemudian Adrian dan Jenta kembali mengunjungi Vanda. Dengan perasaan khawatir mereka mewawancara Vanda dengan segala pertanyaan.

"Ke rumah saudara?" tanya Dhava.

"Iya. Waktu gue ke rumah dia nggak ada. Pas gue calling katanya lagi di rumah saudara. Dan udah pulang lagi di rumahnya sekarang. Lo nggak mau kesana?"

Dhava tidak yakin ucapan itu. Pasalnya, setelah kejadian itu, Vanda ada bersamanya. Bukan di rumah saudara. Hingga Dhava beropini itu hanya sebuah alibi Vanda menghindari kecurigaan teman-temannya. Tidak mungkin jika Vanda menjawab sedang di apartemen bersama Dhava.

"Tunggu waktu."

"Tunggu waktu mulu lo. Sampe kapan? Sampe ajal menjemput lo? Ha?" balas Adrian jutek.

Tidak menggubris. Dhava mencoba mengaktifkan ponselnya beserta memberi daya kepada benda itu. "Gue merasa bersalah sama dia, Yan. Apalagi soal abang gue, dia nggak tahu yang sebenernya."

Dhava diam. Tak lagi mengucapkan apapun. Matanya terlalu fokus pada layar benda pipih hitam tersebut. Sebuah pesan dari Vanda mengambil seluruh atensi.

Di mana? Semoga lo baik-baik aja. Gue cuma mau bilang kalau, gue udah nggak di apartemen. Udah balik ke rumah. Terima kasih untuk semuanya.





TBC. Tinggalkan jejak_
untuk kamu; terima kasih sudah membaca

Arqastic

MADHAVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang