Dia mendapatkanku. Sampai aku berakhir tidak berdaya di ranjang. Mendapati hari sudah siang serta tubuhku yang hanya dibaluti selimut. Lalu Baekhyun yang berjalan ke arah pintu kamar ketika seseorang mengetuknya.
Samar-samar kudengar suara percakapan.
"Tadi pagi kalian tidak turun sarapan. Apa semuanya baik-baik saja?"
Itu suara Ibuku. Dia terdengar seperti khawatir.
"Kami hanya ingin menghabiskan waktu berdua. Istriku 'kelelahan' omong-omong. Jadi semuanya baik-baik saja."
Baekhyun dengan bangga mengatakan itu. Dan bisa kubayangkan bagaimana ekspresinya saat ini.
"Baguslah kalau begitu. Tapi tetap saja kalian butuh makan. Makanya Ibu bawakan makanan."
"Kau baik sekali, Ibu Mertua. Terimakasih."
Hanya itu yang kudengar lalu Baekhyun mengarah pada sebuah meja dengan nampan di tangannya. Meletakkan benda itu di sana.
Tenagaku yang belum kembali stabil membuatku malas bergerak. Bahkan mataku masih sulit terbuka sempurna.
“Kalau kamu bisa mendengarku sebaiknya cepat bangun untuk makan. Bayimu harus makan.”
Mataku segera terbuka sempurna. Aku tidak akan secepat ini merespon jika dia tidak menyebut soal bayi.
Hal yang rutin aku lakukan setiap hari—tidak pernah telat soal makan selama mengandung—kini tiba-tiba saja aku melalaikannya.
Kutempati kursi yang telah disediakan Baekhyun sehabis membersihkan diri.
Aku tahu, dia sedari tadi tidak melepas pandang dari setiap gerak-gerik yang kulakukan. Dan aku pura-pura tidak menyadarinya.
Untuk semua perlakuannya dahulu serta perkataannya waktu itu masih membuatku bersikap seolah aku tidak mengenalnya. Dia salah, jika menganggap aku akan merasa lebih baik setelah ini hanya karena dia menyetubuhiku tadi malam. Itu tidak sama sekali menjadi penangkal bahwa semuanya dapat aku lupakan.
“Apa yang kita lakukan di sini?”
Pertanyaan itu tidak terdengar menuntut jawaban, namun dia sungguh-sungguh butuh diperhatikan.
“Aku tidak mengerti yang kamu bicarakan.” Aku tanpa melihatnya berkata sambil menyantap makananku.
“Bagaimana kamu bisa mengerti jika menatapku saja kamu tidak mau.”
Kurasakan aura tidak nyaman di sekitarku. Dari suaranya Baekhyun terdengar kecewa bercampur marah.
“Setidaknya aku masih mau bicara denganmu dan tidur satu ranjang denganmu.”
“Apa begitu sulit menatapku sambil bicara? Dibanding caramu menatapku tadi malam.”
Caranya bicara mulai berubah ketika mengatakan kalimat terakhir. Apalagi ketika dia melanjutkan, “Aku suka, bagaimana tatapan memohonmu menggodaku.”
Sayup-sayup bayangan kejadian semalam terlintas di pikiranku.
Keadaan membuatku memasrahkan diri hingga aku berhasil dikuasainya. Di situlah sisi lain dari dalam diriku muncul. Sisi lain yang hanya Baekhyun yang dapat memancingnya keluar. Sehingga aku terlihat seperti perempuan yang tidak pernah puas dengan sentuhan.
Aku ingat bagaimana aku merasa kenikmatan di bawah hentakannya. Lalu dia memandangku dengan mata itu, seperti menikmati perlakuannya terhadapku.
“Kuharap kamu tidak sedang memikirkannya.”
Baekhyun benar-benar membuatku tidak lagi berselera.
Aku tidak suka bagaimana dia tersenyum menang saat ini. Bisa-bisa dia menganggap hal itu sebagai kelemahanku.
Di saat kami masih saling bertatapan—tentu aku menatapnya dengan tatapan menahan kekesalan. Sementara dia, raut wajah yang mungkin bagi wanita lain akan bertekuk lutut saat ini, hal yang terjadi padaku dulu—Bakehyun berdiri dari duduknya. Namun sebelum beranjak dia bicara.
“Sebenarnya aku masih ingin di sini menemanimu. Tapi karena kamu menganggapku seperti tidak pernah ada, jadi aku akan berkumpul dengan yang lainnya di luar.”
Dia mengecup keningku sebelum pergi. Perlakuan yang benar-benar membuat ketenangan jiwaku mulai terusik.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTITLED
Short StorySebut saja cerita tak berjudul. Karena aku bingung judul apa yang tepat untuk menceritakan keseharian kita. Karena semua rasa yang kurasakan terjadi di sini. Mulai dari yang namanya bahagia hingga tersakiti.