I'm your only man (bagian 1)

69 11 4
                                    

"Apa kabar anak Ayah hari ini? Ibumu tidak kau buat pusing 'kan?"

Ku perhatikan dia yang tengah asyik berinteraksi dengan calon bayi kami di depan perutku yang sudah memasuki kehamilan bulan keempat.

Mati-matian ku tahan hasrat, untuk tidak menjawab bahwa dia lah yang sering membuatku stres karena kelakuannya. Itu membuatku nyaris meringis getir.

Karena, selama mengalami morning sickness, aku tak pernah sekalipun mengganggunya. Juga tidak pernah melarang kapanpun dia mau datang menjengukku, lebih tepatnya menjenguk calon bayi kami. Aku tidak berharap dia datang untukku, tidak akan pernah.

"Tentu saja. Aku tidak akan lupa denganmu...." Dia bicara padaku, setelah puas berbicara dengan perutku yang dielus sejak tadi. Seakan memberitahu, bahwa perhatiannya padaku tidak akan pernah berubah. Baekhyun selalu begini. Dan dia tidak peduli bagaimana tanggapanku yang selalu memberinya sikap cuek dan dingin.

"Aku memesan banyak makanan hari ini, kau makan, ya?" Beranjak dari sofa ruang tengah tempat kami duduk berdampingan, Baekhyun bersikap seperti biasa, seakan tidak terjadi apa-apa di antara kami. Karena dia, adalah Byun Baekhyun. Tidak mau pusing, dan tidak mau berdebat.

Dari semua jenis makanan yang tersedia di atas meja makan, aku memilih bubur ayam. Dan menikmatinya dengan tenang. Sementara dia tidak memakan apapun, juga tidak sedang memperhatikanku. Duduk di depanku hanya untuk bermain dengan ponselnya.

Sepertinya aku mulai bisa membaca ekspresi wajahnya. Jika sedang dalam mode serius seperti ini, biasanya itu menyangkut pekerjaan.

"Baekhyun...."

Aku tidak bisa menahannya lagi.

"Hm," ia meresponku semampunya.

"Seandainya aku jatuh cinta pada pria lain...."

Ucapanku belum selesai, tapi dia sudah tersenyum, kesannya meremehkan. Dan fokusnya masih setia pada ponsel di tangannya. "Apa ada pria lain yang mampu membuatmu jatuh cinta selain aku?"

Baekhyun sosok yang memang tidak mudah dibuat kesal. Sebaliknya, dia lah yang begitu mahir membuatku kesal.

Sepuluh tahun bersama, aku sudah terbiasa dengan segala tingkah lakunya, hanya saja, balasan-balasan yang dia berikan selalu di luar dugaan.

"Jika ada, itu hanya pelampiasan." Ia berspekulasi.

Senyum meremehkannya itu membuatku cukup kesal. Tapi, aku mulai terbiasa menguasai diri. Dan ku lanjutkan ucapanku yang dipotong tadi.

"Aku bertemu mantanku hari ini."

Dia masih mendengarku. Tapi, tak ada reaksi keberatan. "Lalu?"

"Kau tidak khawatir?" Ku tanyakan hal ini tanpa menaruh kesan penasaran.

"Khawatir pada?" Kali ini, lirikannya beralih padaku.

"Aku akan kembali padanya."

Bibir yang semula tipis, kini melengkung ke atas, lalu terdengar tawa renyah. Baekhyun menyimpan ponselnya dengan seluruh fokus yang kini hanya ia berikan padaku. Raut itu, terlalu santai dan damai di satu waktu.

Sembari bangkit dari duduknya, ia memutari meja untuk datang padaku.

"Kau sedang hamil, tidak usah memikirkan yang aneh-aneh. Bukankah seharusnya kau fokus saja pada tugasmu yang akan menjadi seorang Ibu mulai dari sekarang?"

Ku tahan diri ini untuk tidak menatap posisinya yang sudah berdiri di dekatku. Tangannya menyentuh sebelah pipiku, mengelusnya lembut seperti dulu. Bedanya, yang kurasakan saat ini hanyalah hambar. Bahkan ketika dia mencium keningku, tak ada lagi gejolak mesra yang kurasakan.

"Aku mandi dulu....."

Aku bisa merasakan senyuman hangat yang ia tujukan padaku. Dan berlalu dengan kemenangan karena telah membuatmu merasa seperti orang bodoh.[]

UNTITLEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang