Aku menunjukkan kebencianku dengan tidak mau dibantu atau disentuh sedikitpun olehnya ketika meninggalkan rumah sakit.
Sepanjang dalam perjalanan aku hanya menatap ke jalanan melalui jendela mobil di sisiku.
Satupun di antara kami tidak ada yang bicara.
Hingga tiba di Apartemen.
"Aku tidak mau menunda-nunda. Aku ingin kita cerai secepatnya."
"Itu tidak akan terjadi."
"Aku tidak meminta persetujuanmu. Tapi aku memberitahumu. Kau setuju atau tidak, aku tetap akan mengajukannya. Lagipula, apa yang kau pertahankan dariku jika kau masih berhubungan dengannya? Bukankah seharusnya kau menikahi dia? Kau bilang hubungan kalian tidak lebih dari sebatas pacaran. Karena saat itu aku dibutakan oleh cinta. Hingga aku tidak berpikir yang seperti ini akan terjadi."
Aku mengatakan segala yang menjadi bebanku. Saat rasa cintaku hilang, ternyata begini rasanya membenci seseorang.
Jujur, aku menyerangnya, juga menantangnya.
Tidak apa-apa, kehilangan dalam sekejap apa yang aku pertahankan bertahun-tahun daripada hidup menderita seumur hidup.
"Kau mulai lagi."
Ocehanku. Itu yang dia maksud.
"Jangan pernah menganggap kemarahanku tidak berarti. Karena sekarang, aku sungguh tidak main-main."
Baekhyun tidak mencegahku ataupun mengatakan sesuatu saat aku melewati tubuhnya menuju kamar
Aku menghabiskan beberapa menit untuk menangis. Menangis atas diriku sendiri yang telah bodohi, dikianati, dan disakiti. Sebelum keluar dengan koper berisi pakaian. Saat itulah Baekhyun tidak tinggal diam, dia menegurku dengan ucapan syarat akan marah juga tanganku yang ditahan.
"Kau mau kemana?!"
Aku menghempas kasar tangannya, seolah sentuhan itu bisa menyebabkan kematian padaku.
"Kemanapun. Asal aku tidak melihat wajahmu lagi."[]
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTITLED
Short StorySebut saja cerita tak berjudul. Karena aku bingung judul apa yang tepat untuk menceritakan keseharian kita. Karena semua rasa yang kurasakan terjadi di sini. Mulai dari yang namanya bahagia hingga tersakiti.