Aku bertekad tidak akan datang ke Apartementmu lagi. Tapi sesuatu yang kuperlukan mengharuskanku ke sana.
Aku menghabiskan waktu berdiri mematung di depan pintu Apartementmu.
Apakah aku harus memencet bel dulu atau langsung masuk saja seperti biasa.
Tapi aku malah memilih berbalik untuk kembali.
Apa yang aku takutkan? Aku kemari bukan untuk menemuinya kan?
Dan kini aku kembali lagi untuk menyelesaikan keperluanku.
Aku langsung masuk seperti biasa dan kuharap dia tidak sedang di Apartement.
Namun aku salah.
Dia di sini. Selalu tak pernah sendiri.
Dia dengan wanitanya tampak sedang nenonton TV di sofa ruang tengah menikmati kebersamaan. Di mana kita sering melakukan saat seperti itu dulunya.
Yang tidak bisa aku terima dengan akal sehat. Bagaimana bisa kamu tertawa bahagia di atas masalah yang kamu sendiri penyebabnya.
Tentu saja aku segera meninggalkan tempat itu.
Lalu kamu mengirimku sebuah notifikasi.
"Kenapa tidak segera masuk? Jika kamu seratus persen dengan keputusanmu untuk mengakhirinya. Harusnya kamu mengabaikan apapun yang aku lakukan."
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTITLED
Short StorySebut saja cerita tak berjudul. Karena aku bingung judul apa yang tepat untuk menceritakan keseharian kita. Karena semua rasa yang kurasakan terjadi di sini. Mulai dari yang namanya bahagia hingga tersakiti.