Sialan bener emang si Abimanyu!
Batin Arjuna selalu saja tidak pernah senyap selain mengumpati sahabatnya tersebut. Abimanyu memang membantunya kabur dengan mulus meninggalkan rumah sakit tapi caranya itu yang membuat Arjuna gedeg setengah mati!
Lupakan saja soal helikopter atau apapun itu aksi keren lainnya. Jika ini tidak demi Luna, Arjuna mana sudi harus ikut ditumpangkan di brankar jenazah bahkan sampai hampir dimasukan kedalam lemari mayat.
Benar-benar sial!
Abimanyu yang sialan, bukannya Luna!Semua ini memang dilakukan demi Luna tetapi dengan cara kabur yang sama sekali tidak elit ini, Arjuna jadi curiga kalau sepertinya Abimanyu sedang mengolok dan sengaja melakukannya.
"Ciamis... ciamis, kabroyokan, cicanjut... Cirandak..."
Arjuna menarik kepala yang sejak tadi disandarkannya pada kaca jendela. Kesialan yang kedua adalah Arjuna melupakan hal paling penting dalam misi kaburnya kali ini. Dompet. Tanpa Abimanyu, tentu saja dirinya sangat membutuhkan benda bernama uang tersebut.
Semua kartu dan alat komunikasi sengaja dirinya tinggalkan untuk menghilangkan jejak dari kejaran ayahnya. Tapi nahas, ini menjadi masalah yang membuat kepalanya pusing duapuluh empat jam terakhir.
Lagi-lagi Arjuna mengutuk Abimanyu. Tega-teganya sahabatnya tersebut menelantarkannya dalam keadaan melarat begini! Arjuna sudah mempertaruhkan sisa uangnya untuk membayar ongkos bus yang dinaikinya ini dan semoga saja bisa cepat menemukan Luna.
Kalaupun tidak bisa langsung menyeretnya pulang paling tidak dirinya bisa minta dibayari makan. Jujur saja seumur hidup ini adalah pertama kalinya seorang Arjuna Wissesa merasa kelaparan sekaligus bingung karena tidak memiliki uang sepeserpun.
Sialan! Sialan! Sialan!
Lebih baik dirinya tidur saja daripada terus memikirkan perutnya yang sudah terasa memprotes sejak siang tadi. Ini memang sudah hari kedua dalam aksi kaburnya dan Arjuna harus menahan diri untuk bersabar.
Dug!
Rasanya baru sebentar sekali Arjuna memejamkan mata saat sebuah benturan pelan disisi jendela membangunkannya. Sialan! Arjuna merasakan sekitarnya mulai berputar sekarang.
"Aduh, ngapunten A... tadi sudah saya bangunkan tapi Aa teh diam saja."
Arjuna masih berusaha menjernihkan pandangan saat seraut wajah yang menatapnya khawatir berangsur-angsur menjadi lebih jelas. "Saya nggak papa."
Lelaki baya tersebut tampak mengangguk dan kembali memperbaiki posisi duduk. Arjuna sendiri tidak mau mengambil pusing dan menyandarkan sisi kepalanya pada jendela disampingnya. Udara mulai terasa lembab dan diluar tampak gerimis yang semakin deras.
"Kalau lo nggak luluh gue perjuangin sampai begini, awas aja Lun..." gumamnya yang mulai merapatkan tudung hodie hitamnya. Udara dingin seperti ini sangat membuatnya menderita terutama karena kondisi fisiknya yang belum fit total.
Sejak tadi saja napasnya mulai terasa sedikit sesak. Tulang hidungnya kebas dan Arjuna kembali mengumpat karena tidak persiapan masker sama sekali untuk melindungi pernapasannya.
Tahan... hanya sebentar lagi saja.
Arjuna sudah yakin bisa kembali terlelap saat hidungnya mencium bau makanan yang rasanya begitu mustahil dihiraukannya. Hanya butuh setengah jam lagi untuk bus tiba di pemberhentian terakhir dan Arjuna malah semakin merasa menyedihkan begini karena lapar.
Pop mie soto bakso yang baru saja diseduh dan masih mengepulkan upa tipis. Astaga... Arjuna tidak pernah merasa selapar ini!
"Saya ada dua, Aa mau?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BLIND
ChickLitLuna mencintai Dewa. Itu yang selama ini dirinya yakini dengan terus berada disisi sahabatnya yang tidak lagi memiliki keadaan fisik seperti dulu. Dewa sakit, dan Luna selalu mengusahakan yang terbaik sampai saat masa lalu kelam keduanya terungkap. ...