Up lagi hehe...
Ada yang nungguin?
.
.
."Arjuna!!"
Seruan Luna disusul dengan tubuh gemetarnya membuat Mayumi ikut merasakan ketegangan. Tubuh Arjuna yang dipeluknya tidak lagi bergerak dan Luna merasa napasnya ikut terhenti juga bersamanya.
"Arjuna... please... please... bangun!" Luna semakin ketakutan saat panggilannya tidak juga mendapatkan respon dari Arjuna. "Jangan buat aku takut! Bangun!"
Suara napasnya terdengar lemah dan lebih buruk dari itu, Arjuna melemas dan kehingan kesadaran masih dalam pelukannya. Sekejap mimpi buruk tentang bagaimana hancurnya dirinya saat merawat Dewa yang sakit membuat Luna gemetaran.
"Baringkan dia Lun, jangan didekap begitu. Napasnya akan semakin sulit." Tama merangsek masuk lalu sedikit memaksa menarik tubuh Arjuna yang terkulai dari pelukan Luna. "Sadar dan baringkan dia."
"Jangan sentuh!"
Semua orang terkejut. Tentu saja karena Luna yang mereka kenal tidak akan mudah berteriak atau tampak kalut saat menghadapi situasi sulit. Bahkan saat bencana wabah DBD yang menyerang kampung sekitar posko mereka sekalipun, Luna menjadi salah satu yang tetap bisa bersikap tenang.
Menangani warga sekitarpun tetap dalam kondisi mental stabil dan penilaian juga diagnosis yang logis. Benar-benar berbeda dengan sosok histeris yang meneriaki semua rekanya hanya karena Arjuna kehilangan kesadaran.
Melalui tatapan matanya, Tama meminta Mayuimi yang posisinya paling dekat untuk membantunya memisahkan Luna dari dekapan kuatnya yang beresiko membuat Arjuna semakin kesulitan bernapas.
"Jangan sentuh-" lalu sentakan kuat membuat tubuh Luna terhuyung. Tatapannya sangat shock dan tatapannya menjadi linglung.
"Luna sadar!" Tama kembali berseru. "Dia bisa benar-benar mati kalau kamu memeluknya sekuat itu!" Sadar seruanya tadi sampai mengejutkan Luna hingga linglung, Tama meraup wajah dan melembutkan nada bicaranya. "Lepaskan, oke? Baringkan pelan-pelan."
Tubuh Luna masih kaku hingga Mayumi yang mengelus lembut bahunya membuatnya mengerjap lambat. Tatapan keduanya bertemu dan perlahan air matanya luruh hingga untuk kedua kalinya semua rekan timnya terkejut.
"Luna, baringkan dia, oke? Biarkan aku periksa." Tama berusaha selembut mungkin.
Luna masih terlihat linglung dan kebingungan. Hingga akhirnya beban tubuh Arjuna yang dipisahkan dari dirinya membuat Luna tersadarkan. Wajahnya masih setengah pias, tetapi tidak lagi menghalangi saat Arjuna mulai dibaringkan diperiksa dan diperiksa oleh Tama.
Stetoskop ditekan pada bagian dada dan kening Tama mengernyit seketika. Napasnya ringan sekali! Lalu dengan sedikit kaku, diperiksanya dengan lebih teliti denyut nadi milik Arjuna yang hampir tidak teraba!
"CPR!" Seru Tama dengan cepat. Wajahnya berubah tegang dan ekspresinya kaku. "Siapkan ambu bag!"
Luna menepis Tama saat akan menekan dada Arjuna, "aku yang akan lakukan!"
Tama tidak mau mengambil resiko dengan mendebatkan hal yang tidak penting atau malah mencampurkan malasah perasaan pribadinya disaat ada nyawa yang menunggu untuk diselamatkan. Sekarang fokusnya adalah menyelamatkan nyawa pasiennya.
"Oksigen!!"
Tidak ada defibrilator atau monitor pasien lainnya untuk tindakan darurat tidak terencana semacam ini. Peralatan medis di basecamp mereka memang cukup terbatas. Mayumi mendekat dengan sebuah tabung portabel yang kemudian dirungkupkan pada mulut dan hidung Arjuna.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLIND
ChickLitLuna mencintai Dewa. Itu yang selama ini dirinya yakini dengan terus berada disisi sahabatnya yang tidak lagi memiliki keadaan fisik seperti dulu. Dewa sakit, dan Luna selalu mengusahakan yang terbaik sampai saat masa lalu kelam keduanya terungkap. ...