31. Rasa Khawatir

52 27 1
                                    

Selama aku mengenalmu,
Ada satu pertanyaan yang selalu muncul di benakku.
Apakah, kamu layak untuk aku perjuangkan?
Atau memang, aku yang tidak pernah layak untuk kamu perjuangkan?

-Prita Kahanaya-

***

Gadis dengan kacamata silinder itu menyoret-nyoret kertas kosong untuk segera mencari jawaban.

Sesekali ia tersenyum puas saat jawaban akhir yang ditulisnya tertera di dalam salah satu pilihan ganda di kertas lainnya.

Ia menyerahkan kertas itu ke arah cowok di sampingnya. Sesuai perintah cowok itu, prita menyerahkan setiap 5 soal yang ia kerjakan ke leon agar cowok itu memeriksanya terlebih dahulu.

Prita tidak ambil pusing, toh setiap di periksa, cowok yang kini memakai kacamata minus itu hanya mengangguk dan menyuruhnya melanjutkannya.

"nih" ucap prita sambil menyodorkan kertas jawabannya.

Prita menatap leon yang tengah memijit keningnya, namun kali ini prita akan acuh. Membiarkan leon mengambil kertasnya dan kembali mengerjakan soal lain.

"bodoamat prita, jangan dipikirin, mau dia sakit, pingsan, mati pun lo ngga usah perduliin!" batin prita.

"lo ngga inget setelah apa yang dia ucapin dan lakuin?! Cowok disamping lo itu ngga pernah punya hati! Tugas lo sekarang cuma ngerjain soal dengan baik!" lanjut batinnya.

"bener, lanjutin lagi" ucap leon.

Prita mengangkat bahunya acuh saat mendengar suara lemah cowok itu, kembali mengambil soalnya yang tinggal 10 soal terakhir tanpa memerdulikan leon.

Beberapa saat kemudian 5 soal ia sudah kerjakan kembali. Lantas, prita kembali menyodorkan soal jawabannya ke arah leon.

"nih!" ucapnya dengan ketus.

Prita menatap leon yang duduk disampingnya. Tangan kanan cowok itu tidak berhenti bergerak, memegang pulpen yang sedari tadi menari-nari di atas kertas coretan.

Sedangkan tangan kirinya kembali memegangi pelipisnya. Leon melepas pulpennya, mengambil soal prita dan memeriksanya.

"yon, lo ngga akan sakit sekarang ini kan?" tanya prita pelan.

Leon tidak menjawab, cowok itu melepas kacamatanya, memijit pangkal hidungnya sebentar dan kembali memakai kacamatanya.

"lanjut kerjain" ucap cowok itu dingin.

Prita mengusap dadanya sabar,

"nyesel gue nanya!" batin prita.

Setelah menyelesaikan 5 soal terakhirnya prita menoleh ke arah leon. Matanya membelalak kaget saat melihat wajah pucat cowok itu, bahkan pelipisnya dipenuhi banyak keringat.

"yon, lo beneran ngga papa?"

Leon tetap acuh, cowok itu tidak memedulikan prita dan tetap melanjutkan mengerjakan soal.

"yon, gue bilang berhenti!" kesal prita.

Gadis itu dengan geram menahan tangan cowok itu agar berhenti menulis. Kini, leon menatap prita tajam,

"lo gila? lo ngga mau kita kalah kan?" tajam leon.

"lo yang gila? Muka lo udah pucet banget leon!" jawab prita tidak kalah tajam.

Leon dengan cepat menepis tangan prita dari lengannya.

"cepet.kerjain" titah cowok itu.

Prita berdecak pelan, bahkan tadi ia merasakan lengan leon yang begitu hangat, menandakan cowok itu memang demam.

Aku dan AltairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang