19. Mencari

43 28 1
                                    

Katamu kan selalu ada.
Namun, mengapa hanya aku yang terlihat bernyawa?

-Prita Kanahaya-

***

Prita membuka matanya, menatap perlahan tembok putih di sekelilingnya, ia benci rumah sakit.

"ta, lo ngga apa-apa?"

Prita menoleh ke samping secara perlahan. Ia melihat nina dengan wajah khawatirnya, bahkan kedua mata cewek itu begitu sembab.

Prita tidak menjawab, dan tidak berniat membalas pertanyaan nina. Ia hanya terdiam, dan tetap dibalas senyuman oleh nina.

Prita kembali menatap ke atas langit-langit rumah sakit, lalu memejamkan matanya, berusaha menahan rasa sakit yang mulai menyerang dikepalanya.

Melihat kening prita yang berkerut, nina panik dan dengan cepat berdiri.

"lo tenang aja ya ta, gue bakal panggilin dokter"

Prita kembali diam, tidak berniat menjawab nina bahkan sampai cewek itu memanggil dokter dan memeriksanya.

***

Setelahnya hari-hari prita di rumah sakit begitu membosankan.

Ia sedikit bersyukur karena ditemani nina dan rafan walaupun dirinya masih bersikap dingin kepada mereka berdua.

Sesekali juga mas ari dan zidan berkunjung untuk menjenguk keadaannya. Dan pelaku yang membuat dirinya begini, sudah bertanggung jawab dan meminta maaf kepada dirinya.

Namun, kenapa leon tidak pernah menjenguknya? Terakhir kali adalah ketika kepalanya yang dilumuri begitu banyak darah dan berakhir di pelukan cowok itu. Dan sekarang? Mengirim pesan pun tidak pernah.

Prita kembali menghela nafas, ia menatap malas cowok yang sedang sibuk dengan ponselnya.

Dion, yang tiba-tiba datang ke ruang rawatnya. Ia berusaha tidak mengindahkan keberadaan cowok itu.

Prita kini berusaha untuk duduk karena badannya sudah pegal akibat tidur di kasur dengan jangka waktu yang lama.

"kalo lo butuh bantuan bilang ta" dion menghampiri prita dan membantu gadis itu untuk duduk.

Namun dengan cepat prita menahan cowok itu.

"gue bisa sendiri" kata prita.

Dion hanya mengiyakannya dan menatap gadis itu sedang berusaha untuk duduk.

Setelah ia berhasil duduk, pintu ruang rawat berdecit, menandakan seseorang masuk.

Terlihat Rafan yang sedang menenteng paperbag, cowok itu meletakkannya di nakas.

"fan, gue bisa minta tolong?" akhirnya setelah 3 hari lamanya ia menemani prita, cewek itu baru berbicara kepadanya.

"apa ta?" jawab rafan dengan cepat.

"gue mau keluar, pengen cari udara segar"

Rafan kini menatap dion sekilas, dan mengerti. Dengan cepat ia mengangguk dan memenuhi permintaan prita.

***

"gue... Ngga tau diri banget ya?"

Rafan menoleh ke arah prita yang menduduki kursi roda. Saat ini mereka berdua berada di taman.

"ngga ta"

Prita tersenyum kecil, menatap bunga-bunga berwarna kuning yang kini tumbuh begitu indah di taman rumah sakit.

Aku dan AltairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang