Buitenzorg, 1897Akhir-akhir ini, aku merasa sedang diawasi. Beberapa kali aku memergoki orang-orang tidak dikenal sedang menatapku, atau mengikutiku. Aku tidak tahu siapa mereka. Terkadang, orang-orang itu adalah orang Belanda, lebih seringnya adalah inlander. Apa mau mereka kepadaku? Aku tidak pernah bikin perkara dengan orang lain. Aku tidak punya utang maupun piutang. Pekerjaanku sebagai asisten juru tulis di kantor Syahbandar lancar dan memuaskan hati atasanku, Tuan Wichelman. Sungguh disayangkan bahwa pekerjaan itu akan segera kutinggalkan, begitu aku dan Mariana berlayar ke Timur.
Aku ingin segera bersiap untuk berangkat. Namun, Mariana ternyata ingin pulang dulu ke Haur Panjang. Ia bahkan tidak mengatakan kapan akan kembali ke Batavia, dan itu membuatku cemas. Bagaimana kalau ia melupakan rencana kami untuk kabur karena terlalu tenggelam dalam perkara kematian Mirah?
Karena itu, kuputuskan untuk menyusulnya ke Haur Panjang. Aku berharap bisa membawanya kembali ke Batavia bersamaku. Bukannya aku tidak peduli soal kematian Mirah, yang kabarnya dibunuh. Namun, aku khawatir keburu terjadi sesuatu yang dilakukan orang-orang yang mengawasiku itu.
Maka, diam-diam aku pulang ke Haur Panjang. Yang kutuju adalah rumah Adriaan Both, karena ia pernah berkata padaku, apa pun yang terjadi, rumahnya akan selalu aman bagiku. Sophia dan ibunya terkejut ketika aku tiba, tetapi Adriaan tidak. Katanya, ia tahu cepat atau lambat aku pasti pulang. Apalagi Mariana juga sedang berada di Haur Panjang.
Malam di hari kedatanganku itu, aku bahkan baru saja masuk ke kamar ketika Sophia menerobos masuk dengan wajah cemas. “Apa yang kau lakukan?” desisnya dengan mata terbelalak. “Kenapa kau pulang? Di sini keadaannya sedang tidak aman dan resah sejak pembunuhan Mirah. Jangan sampai orangtua Mariana tahu kedatanganmu, terutama ibunya!”
“Aku harus menjemput Mariana,” sahutku. “Aku sudah mendapatkan kapal yang akan berlayar ke Timur, yang bisa kami tumpangi diam-diam.”
Sophia meraih tanganku dan mengguncangnya. “Kalau begitu, kalian harus segera pergi dari sini!”
Aku terheran-heran dengan kepanikannya. “Ada apa, Sophie? Jangan terlalu khawatir. Tentu saja aku berencana pergi secepat mungkin bersama Mariana. Kuharap Mariana tidak menunda-nunda lagi. Maukah besok kau menjemputnya dan membawanya ke sini, supaya kami bisa bicara?”
“Aku bertemu dengannya beberapa hari yang lalu. Sepertinya ia begitu penasaran ingin menyelidiki siapa yang membunuh Mirah. Aku sudah menyuruhnya segera pergi ke Timur denganmu. Tapi, kau tahu keras kepalanya seperti apa.” Sophia mendesah muram. “Besok akan kuajak dia ke sini. Bujuklah dia supaya segera pergi, Tommie. Kudengar, ada kemungkinan Gerrit van Heuvel datang untuk membicarakan tanggal pernikahan.”
“Satu alasan lagi untuk kabur cepat-cepat, bukan?” ujarku. “Baiklah. Terima kasih sebelumnya, Sophie.”
Sophia hendak meninggalkan kamarku, tetapi ia menoleh di depan pintu yang terbuka. “Tommie, kau punya gambaran siapa yang membunuh Mirah?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Along Comes Mariana Cornelia (Complete)
Historical FictionPertemuan Padma dengan hantu perempuan Belanda yang meminta bantuannya, bukanlah sesuatu yang ia anggap penting. Sampai kemudian, orang yang dicintainya melalukan hal yang sangat menyakitkan. Padma memutuskan menjauh dari orang-orang yang melukainya...