Haur Pandjang, 12 Februari 1903
Perkara: pengambilalihan aset
Pengalihan perkebunan Haur Pandjang kepada pemerintah rupanya berjalan tidak terlalu lancar. Persoalannya adalah karena tidak ada seorang pun dari pemiliknya atau keturunannya yang secara resmi bisa membubuhkan persetujuan. Tentunya, sudah diketahui oleh umum, bahwa tiga orang anggota keluarga Van den Berg sudah meninggal dunia. Mereka adalah kepala keluarga Pieter Cornelis van den Berg, istrinya Margriete Agatha Tiele-van den Berg, dan anak perempuan mereka Mariana Cornelia van den Berg.
Namun, perkebunan ini sudah berjalan bertahun-tahun tanpa arah yang jelas. Karena saya telah diberi surat kuasa oleh Karel van den Berg sebelum ia berlayar ke Nederland pada tanggal 9 Agustus 1898. Saya menyayangkan keputusannya untuk pergi. Namun, mengingat kemunduran mentalnya sejak menerima berita dari Onrust, bahwa adiknya memutuskan bunuh diri dengan melompat ke laut tak lama setelah kematian ayah mereka, membuat saya mau tidak mau mendukung apa pun cara terbaik agar Karel kembali pulih dan punya semangat hidup.
Maka, saya telah berusaha sekuat tenaga menjalankan perkebunan ini demi orang-orang yang telah sejak lama menggantungkan kehidupannya untuk bekerja di sini. Demi keluarga Van den Berg yang secara harfiah adalah orang-orang penuh kasih dan peduli kepada para kuli dan pegawainya. Demi kenangan keluarga saya terhadap mereka, terutama anak perempuan saya Sophia yang menyayangi Mariana Cornelia, gadis yang baik tetapi bernasib malang.
Bagaimana pun, sudah saya lakukan apa yang saya bisa untuk menyelamatkan semua aset Haur Pandjang, sembari berharap Karel van den Berg segera kembali ke Hindia Timur. Ada pun perkara perjanjian mas kawin antara mendiang Pieter van den Berg dengan Gerrit van Heuvel yang berisi pengalihan sebagian besar lahan perkebunan kepada Tuan Van Heuvel tentu tidak berlaku, karena pernikahan Tuan Van Heuvel dengan Nona Mariana van den Berg akhirnya tidak pernah terjadi.
Namun, rupanya harapan saya akan kepulangan Karel semakin menipis, ketika dua tahun lalu saya mendengar kabar tentang kebakaran hebat sebuah kapal dagang berbendera Nederland tidak jauh dari Suezkanaal. Dan, saya tidak akan seputus asa ini jika nama kapal itu bukan “Mariana”. Sebab, "Mariana" adalah nama salah satu kapal milik perusahaan dagang yang mempekerjakan Karel sebagai bendahara.
Karel menyebutkan nama kapal itu dalam surat terakhirnya kepada saya. Bahwa ia sangat senang karena mendapat tugas untuk menemui beberapa perwakilan dagang perusahaannya di benua lain selain Asia dan Eropa―sangat berharap bisa menginjak benua Afrika, dan yang lebih menyenangkan lagi karena ia ditugaskan berlayar dengan kapal yang bernama sama dengan nama mendiang adiknya.
Sejak berita tentang terbakar dan tenggelamnya kapal “Mariana” itu, saya memang tidak lagi menerima surat dan kabar dari Karel van den Berg. Saya sudah menghubungi perusahaan dagang itu, tetapi mereka justru mengatakan penugasan Karel sesungguhnya dialihkan ke India. Namun, demikian Karel memang menghilang sejak itu.
Apakah ia diam-diam naik ke kapal "Mariana", tidak seorang pun bisa memastikannya.
Akhirnya, saya menghubungi keluarga dan kerabat mereka di Batavia dan Dramaga untuk mendapatkan masukan yang baik tentang nasib perkebunan dan pabrik Haur Pandjang. Mereka semua cenderung sepakat untuk menjual aset-aset perkebunan kepada pemerintah, dan menyimpan uangnya di sebuah rekening tertentu, untuk diberikan kepada Karel van den Berg, seandainya ia masih hidup atau ternyata memiliki keturunan. Dengan demikian, saya telah meminta nasehat kepada Tuan Vincentius W. Tolling, pengacara yang mewakili keluarga Van den Berg dan Tiele di Dramaga, sehingga perkara penjualan aset perkebunan Haur Pandjang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Saya berencana untuk mendorong terlaksananya pengalihan aset-aset tersebut dengan cara yang sebaik-baiknya, dengan demikian selesailah tugas saya sebagai pemegang kuasa atas perkebunan dan pabrik Haur Pandjang. Setelah itu, saya dan keluarga saya akan meninggalkan perkebunan ini dan pindah ke Soekabumi. Tentunya kami merasa sedih meninggalkan banyak kenangan di perkebunan ini. Namun, kami juga lega karena telah menjalankan kepercayaan dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya, saya memiliki harapan bahwa perkebunan dan pabrik akan diurus dengan lebih baik oleh administratur pemerintah.
Demikian catatan saya.
Adriaan Jeremias Both
***
Soekabumi, 10 Desember 1904
Perkara: keprihatinan atas kondisi perkebunan Haur Pandjang
Saya mendengar pengelolaan perkebunan dan pabrik di Haur Pandjang oleh pemerintah tidak berjalan dengan baik. Beberapa hal tidak terlalu diperhatikan, misalnya masalah lahan pembibitan dan uji coba tanam. Beberapa bibit teh jenis baru yang ditanam ternyata tidak cukup sesuai dengan tanah di Haur Pandjang, tetapi dipaksakan tetap ditanam, sehingga hasil produksi bermutu rendah.
Saya sungguh kecewa mendengarnya. Tuan administrator yang baru ditunjuk itu rupanya tidak mendengarkan saran-saran saya terdahulu. Apa boleh buat. Jika dibiarkan saja pengelolaan yang serampangan seperti itu, Haur Pandjang tidak akan bertahan lama. Hasil produksi yang berkurang, baik jumlahnya maupun mutunya, tentu akan mempengaruhi jumlah upah untuk para kuli, juga dana untuk kesejahteraan mereka. Mereka akan pergi satu per satu. Perkebunan dan pabrik akan kekurangan pekerja lokal yang setia, dan tuan administrator akan terpaksa mempekerjakan kuli-kuli kontrak yang dikapalkan dari China itu, yang terkenal keras kepala meskipun tenaga mereka dua kali lipat kuli pribumi.
Sungguh kesedihan yang mendalam bagi saya menyaksikan kehancuran pelan-pelan perkebunan yang saya cintai. Sudah jelas bahwa saya tidak dapat berbuat apa-apa, karena saya sudah bukan lagi bagian dari perkebunan dan pabrik Haur Pandjang setelah mengundurkan diri tahun lalu.
Demikian catatan saya.
Adriaan Jeremias Both
***
Bahasa:
Dagboek van de Plantage Opzichter (Catatan harian pengawas perkebunan)
Suezkanaal (Terusan Suez)
Photo courtesy of Tropen Museum
KAMU SEDANG MEMBACA
Along Comes Mariana Cornelia (Complete)
Narrativa StoricaPertemuan Padma dengan hantu perempuan Belanda yang meminta bantuannya, bukanlah sesuatu yang ia anggap penting. Sampai kemudian, orang yang dicintainya melalukan hal yang sangat menyakitkan. Padma memutuskan menjauh dari orang-orang yang melukainya...