50. SURAT-SURAT TERAKHIR MARIANA

336 65 4
                                    

Onrust Eiland, 1897

1. Surat untuk Karel.

Karel sayang,

Aku tidak bisa menggambarkan kesedihanku saat ini. Kabarmu tentang kematian Papa seolah menggenapi duka laraku setelah kematian demi kematian sebelumnya yang terjadi dalam hidupku. Pertama adalah kematian Mirah, pengasuh yang kusayangi seperti ibu sendiri. Lalu, kematian Valentijn, sahabatku yang begitu baik dan mengajariku hal-hal baru yang menyenangkan di duniaku yang tadinya membosankan. Kehilangan Thomas begitu berat kuterima, lalu kematian Mama adalah pukulan terakhirku. Mama, yang meskipun bukan seorang ibu yang hangat, aku menyayanginya dengan segenap hatiku. Sebesar apa pun kesalahannya, Mama sudah melahirkanku ke dunia dan mengajariku menjadi manusia yang baik dan berguna.

Karel, kabar tentang Papa seolah membuat langit di atasku runtuh. Kau dan Papa adalah sepasang tonggak terakhirku, yang membuatku berusaha setabah ini menghadapi takdir yang kejam. Sekarang, hanya tinggal kau, abangku sayang. Bagaimana kau bisa menghadapi dunia bersama adikmu yang lemah dan selalu merepotkan ini?

Aku sudah mendengar kabar bahwa Gerrit van Heuvel menikahiku agar bisa mendapatkan Haur Panjang, dan aku menangis semalaman karena tidak ingin menjadi penyebab kakakku kehilangan hak warisnya. Sejak kecil Papa menggemblengmu sebagai calon penggantinya, dan aku tahu betapa bangganya dia melihatmu bisa melakukan banyak tugas dengan baik. Aku juga tahu, kau sangat menyayangi perkebunan kita. Dan, para kuli kita juga menyayangimu karena kau dikenal sebagai tuan yang baik dan adil seperti Papa.

Karel, bahwa dunia tidak memihakku, aku menyadarinya sekarang. Penyakitku ini tidak kunjung ada kemajuan. Dokter-dokter di sini bilang, itu karena aku terlalu banyak pikiran. Tentu saja, orang yang dikutuk dengan banyak tragedi seperti aku, bagaimana mungkin tidak punya banyak hal yang dipikirkan dengan risau dan penuh sesal?

Karel, ini adalah surat perpisahan.
Aku harus memutuskan kutukan ini agar tidak ada lagi tragedi yang menimpa orang-orang yang kusayangi. Kepergianku juga akan menyelamatkanmu dari kehilangan Haur Pandjang akibat pernikahanku dengan Gerrit van Heuvel.

Maafkanlah aku karena harus meninggalkanmu. Kau lelaki yang kuat, Karel. Kau tidak akan sendirian, karena kau orang yang baik dan berhati tulus. Menikahlah dengan Cateau Matelief atau siapa pun perempuan baik yang kau pilih. Kau akan punya anak-anak yang lucu dan pintar seperti dirimu waktu masih kecil dulu. Aku sangat menyesal tidak akan bertemu dengan mereka, tetapi sampaikanlah salam dari Tante Mietje yang menyayangi mereka.

Selamat tinggal, abangku tersayang.
Kita akan bertemu lagi di surga.

Adikmu,
Mariana Cornelia

2. Surat untuk Sophia.

Sophia sayang,

Saat aku menulis surat ini, di luar ada badai. Gemuruh ombak terdengar lebih keras dari biasanya, di pulau kecil ini. Di mejaku ada sebuah pelita minyak, yang bahkan kacanya bisa disusupi angin, membuat nyala apinya bergoyang-goyang. Menciptakan bayangan seram di dinding.

Aku tidak takut apa pun lagi, setelah semua kesedihan dan kepedihan menimpaku. Dimulai dari kematian orang-orang yang kusayangi, penyakit paru-paruku, kemudian nasibku berikutnya sudah ditentukan: menjadi istri Gerrit van Heuvel.

Kemarin malam, aku bermimpi tentang masa kecil kita. Aku dan Thomas berlomba memanjat pohon mangga di belakang pabrik, dan kau menunggu di bawah untuk menerima buah-buahan yang kami petik. Kau tidak mau ikut memanjat, tetapi aku memaksa. Akhirnya kau jatuh dan menangis karena aku menertawakanmu. Dulu, aku senang mengusilimu. Namun, kau tidak pernah mendendam dan selalu mau bermain denganku lagi.

Akhir-akhir ini aku selalu berpikir betapa baiknya dirimu padaku. Aku menyesal kita baru berteman dekat sekarang. Dan, aku bukannya tidak tahu perasaanmu terhadap Thomas. Sungguh, aku tahu. Namun, terlalu canggung untuk membicarakannya bukan? Aku menyesal untuk itu, Sophia. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Tentu aku tidak bisa menghiburmu seperti seharusnya, karena akulah yang akhirnya memiliki Thomas.

Sophia sayang,
Kalau badai di luar sudah reda. Aku akan pergi ke luar. Aku tidak bisa menjelaskan apa-apa padamu, karena aku sendiri tak bisa menguraikan benang kusut dalam batinku sendiri. Singkatnya begini saja, aku memutuskan untuk menyerah. Menyudahi hidupku yang semakin tidak berguna ini.

Terima kasih untuk segalanya, Sophie. Hiduplah dengan bahagia demi diriku. Kuharap, jika Thomas sudah meninggalkan dunia ini, aku bisa menemuinya di dunia kematian. Namun, jika ia masih ada di dunia ini dan datang padamu, jagalah dia dengan seluruh kebaikan dan cinta kasihmu yang tulus itu. Aku akan ikut berbahagia untuk kalian berdua.

Selamat tinggal, Sophia. Tuhan memberkatimu.

Sahabatmu,
Mariana Cornelia

3. Surat untuk Dokter Herman Stapel.

Dokter Stapel yang baik,

Surat ini adalah ucapan selamat tinggal dan terima kasihku padamu. Kau adalah dokter yang sangat baik dan telah merawatku dengan begitu telaten. Kau mengingatkan aku pada mendiang sahabatku, Dokter Valentijn van Heuvel, yang sangat kuhormati.

Selama ini kau memperlakukan aku sebagai pasien yang istimewa. Memberiku pengobatan dan dukungan agar aku bisa segera sembuh, dan tidak pernah memperlihatkan rasa pesimis sedikit pun di depanku, meski kemajuan kesembuhanku sangat lambat, bahkan bisa dikatakan tidak ada.

Dokter Stapel,
Tanpa mengurangi rasa hormatku padamu, aku tidak akan lagi menjadi pasienmu yang membebani. Yang membuatmu harus menyeberang ke pulau ini pulang pergi setiap beberapa kali seminggu untuk mengawasi kondisiku, padahal kau sebenarnya tidak menyukai laut. Karena, saat kau membaca surat ini, aku sudah pergi bersama penyakitku yang menyebalkan ini.

Aku hanya mohon pertolonganmu untuk terakhir kali, jika itu tidak merepotkanmu, Dokter. Tolong kirimkan dua pucuk surat dan barang-barang pribadiku yang sudah kusiapkan bersama surat ini, ke rumahku di Haur Pandjang. Barang-barangku tidak banyak. Namun, itu akan menjadi kenang-kenangan bagi abangku, bahwa aku―Mariana Cornelia―pernah hadir di dunia ini.

Terima kasih untuk segalanya, Dokter Stapel. Percayalah, aku merasa sangat beruntung telah mengenalmu.

Salam,
Mariana Cornelia

***

Along Comes Mariana Cornelia (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang