22. MARIANA

457 68 6
                                    

Batavia, 1897

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Batavia, 1897

Awal tahun baruku diawali dengan mendengarkan omelan. Constantijn tak muncul di pesta yang diselenggarakan paman dan bibiku semalam. Tante Liz yang kesal, berulang kali menggerutu dan menanyakan hal yang sama kepadaku.

“Tijn belum memberi kabar?” Tante Liz berdiri di belakangku, memperhatikan babunya yang sedang menata rambutku dengan gaya kepang baru. “Bukan seperti itu, Mala!” sergahnya pada si babu dalam bahasa Melayu yang kini mulai kukuasai. “Sudah kubilang, kepang-kepangmu terlalu tebal, jadi susah ditekuk di atas kepala Mietje.”

Aku mendesah tak sabar karena sudah dijadikan percobaan sejak satu jam yang lalu. Hatiku juga kesal. Aku terpaksa harus menghadapi sendirian para tamu yang penasaran ingin mengetahui cerita tentang pertunangan kami. Para nyonya itu tak henti-hentinya bertanya kapan pernikahan dilangsungkan, dan memberi banyak saran tentang persiapan berumah tangga yang menurutku lancang dan tak berguna.

“Mungkin ada keadaan darurat di rumah sakit,” gumamku. “Tijn bukan tipe lelaki yang suka ingkar janji.”

Tante Liz tersenyum. “Kau sudah cukup mengenalnya sekarang, ya.” Dari pantulan cermin, wajah putihnya yang cantik tampak senang akan keberhasilan perjodohannya. Seandainya saja ia tahu perjanjianku dengan Constantijn.

Mungkinkah karena aku menunjukkan ketidaktertarikanku kepada perjodohan ini sehingga Constantijn merasa pesta di rumah Tante Liz tidak penting dihadiri? Barangkali ada undangan pesta yang lebih menarik di rumah perempuan cantik yang akan lebih cocok dengannya. Memikirkan hal itu berulang-ulang, tetap saja aku tidak percaya Constantijn akan bertindak gegabah. Jika sandiwara kami terbongkar sebelum waktunya, keadaan bisa gawat.

Aku tidak akan sanggup menghadapi kemarahan Papa dan amukan Mama, juga wajah kecewa paman dan bibiku yang sangat baik itu. Constantijn juga akan kesulitan menghadapi kemurkaan ayahnya yang angkuh dan mengecewakan ibunya yang sakit-sakitan.

“Jadi kapan kita akan mengatakan kepada mereka, bahwa kita akan membatalkan perjodohan ini? Semakin cepat semakin baik, sebelum pertunangan diresmikan. Aku tahu kita belum akan menikah dalam waktu dekat. Tetapi aku tidak ingin terlalu lama menipu orang-orang,” ujarku hari itu. Beberapa hari sebelum tahun baru, ia berkunjung untuk makan malam dan sesudahnya kami mengobrol di beranda.

“Setelah tahun baru kita pikirkan lagi,” sahut Constantijn setelah berpikir sejenak. Matanya menerawang ke arah taman indah kesayangan Tante Liz. Ia menoleh dan kulihat keningnya berkerut. “Kau sudah tahu bukan, hal ini akan membuat orangtua kita marah dan merasa dipermalukan?”

Ja. Aku sangat menyadari hal itu.”

“Lalu, alasan apa yang akan kita katakan pada mereka?” tanyanya. “Bukannya aku ingin membebankan tanggung jawab kepadamu, Mietje. Tetapi, aku selalu bersedia berubah pikiran dan meneruskan perjodohan kita. Bukan aku yang tidak ingin kita menikah.”

Along Comes Mariana Cornelia (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang