"Aa..ku su..u..ka sama kamu," ucap seorang remaja bertubuh gempal dengan nada yang sangat gugup.
"APA? LO NGOMONG APA BARUSAN? COBA ULANG SEKALI LAGI?" Sahut seorang gadis cantik dengan mendekatkan jemarinya disamping telinga, seolah-olah ingin menguatkan pendengarannya.
Sebenarnya, bukan tidak mendengar. Gadis itu hanya ingin kembali memastikan ucapan yang baru saja membuat bulu romanya merinding.
"A..ku s..uka kamu, Ara," ucap remaja pria itu dengan penuh rasa takut dan menunduk ke bawah.
"HAHAHA," tawa gadis itu bersamaan dengan dua teman lainnya.
Mereka bertiga terpingkal-pingkal bahkan saling memukuli pelan satu sama lain. Sedangkan, remaja pria itu hanya menatap keheranan mengapa ketiga wanita di depannya mendadak tertawa sangat keras. Apa ada yang salah dengan perkataannya?
"Lo gila, ya? Atau otak lo kebentur tembok pagi tadi? Bisa-bisanya lo ngomong suka sama seorang Sahara Olivia. Nggak pantes, bego!" Celetuk Sofia, sahabat karib Sahara.
"Tau nih si cupu. Mending lo ngaca deh! Jangan-jangan lo nggak punya kaca ya di rumah? Gue beliin aja kali ya biar lo bisa ngaca," sambung Ayla yang juga teman dekat Sahara.
"HAHAHA."
Lagi-lagi ketiganya terbahak seraya memegangi perut yang mulai sesak karena tertawa.
Remaja cupu yang mereka tertawakan itu ialah Sagara Alvin Mahendra. Si cupu dengan otak yang jenius di sekolah.
Sagara hanya pasrah mendengar ucapan kedua gadis itu yang terdengar menyakitkan. Namun, ia sama sekali tak ingin ambil pusing. Selagi bukan Sahara yang menghinanya, maka dunianya akan tetap baik-baik saja.
"Gue tahu lo itu pinter, jenius, dan kebanggaan sekolah ini. Tapi, lo sangat sangat di haramkan suka sama gue! Mau tau alasannya?" Sahara menarik dagu lelaki itu agar lebih mendongak dan menatap matanya.
Semakin bergemuruh dada Sagara. Matanya yang mulai berkaca-kaca terlihat sangat gugup menatap mata indah gadis yang sangat disukainya.
"Karena, lo itu sama sekali nggak pantes sama gue! Lo jelek, gendut, cupu. Dan liat tompel di dahi lo ini? Ngalah-ngalahin mata dajjal tahu nggak?" Sahara mendorong kuat dahi lelaki itu sampai kepalanya terhuyung sebentar ke belakang.
"Gue cantik, kaya raya, otak juga lumayan, famous di sekolah ini, mana ada anak kelas lain yang nggak kenal sama gue! Yakali gue di sandingin sama lo yang bentukannya nggak jelas gini. Najis banget!"
Bak di hunus pedang bertubi-tubi, hati Sagara mendadak membeku dengan darah yang tak lagi mengalir dengan normal.
Sudah biasa baginya menerima cacian yang menyakitkan seperti itu. Telinganya sampai kebal karena hinaan yang terus menerus terdengar.
Entah mengapa, hinaan kali ini benar-benar membuat dadanya sangat sesak. Saharanya, gadis yang sudah lama disukainya, mengapa harus mengeluarkan hinaan mengerikan seperti itu?
Tidak peduli siapapun yang menindasnya, ia akan tetap berdiri kuat. Tidak peduli apapun cacian yang di terimanya, ia akan berusaha baik-baik saja.
Tapi, tidak dengan cacian kali ini. Dunianya tidak baik-baik saja, mendadak hancur seketika. Gemuruh dadanya semakin kencang tak beraturan.
Mengapa harus Sahara yang mengeluarkan cacian menyakitkan seperti itu?
Mengapa harus Sahara, gadis yang di sukainya?
Sesak dadanya tak mampu lagi terbendung, pelan dan perlahan bola mata Sagara menjatuhkan hujan. Air mata yang benar-benar sangat menyesakkan dadanya. Rasanya ingin sekali ia berteriak sekuat-kuatnya.
"Lo nangis? Cengeng banget jadi cowok! Udah deh, gue males buang-buang waktu gue buat lo. Banyak hal penting yang harus gue lakuin daripada ngurusin orang nggak jelas kayak lo! Lo ingat ya, sampai kapanpun lo nggak boleh suka sama gue! Lo di haramkan! Bahkan untuk bermimpi suka sama gue pun lo nggak boleh!" Ucap Sahara yang sekali lagi berhasil membuat Sagara bungkam seribu bahasa.
"Ntar kabarin aja lo mau cermin se-gede mana, langsung gue beliin dah buat lo," celetuk Ayla kembali membuat ketiganya tertawa.
"HAHAHA."
"Bye-bye cupu. Utututu jangan nangis, ya? Malu dong sama "Jhoni" lo! Masa cowok nangis sih, ya nggak? Haha," lanjut Sofia tak mau kalah.
"Kuy, cabut! Muak gue lama-lama disini," ajak Sahara kepada dua temannya.
Ketiga gadis itu berjalan melenggang meninggalkan Sagara. Tumpah seketika air mata yang sedari tadi sesak tertahan di dadanya. Lututnya lemas lalu menjatuhkan tubuhnya di rerumputan. Kedua tangannya dikepal kuat lalu melampiaskan amarahnya di hamparan rumput hijau, hingga meninggalkan jejak disana.
Matanya sudah dikuasai amarah. Wajahnya pun memerah. Seketika hatinya gerah seperti ingin terbakar.
"Kamu lihat saja, Ara. Akan aku buat kamu bertekuk lutut dan menyesal telah bertindak seperti ini sama aku."
"Tunggu saatnya, Sahara Olivia!"
--------
Jangan lupa vote komen, bestieee😚
Satu kata untuk Sahara?
Satu kata untuk Sagara?
KAMU SEDANG MEMBACA
180° [END]
Fiksi Remaja🌼 Follow akunku sebelum membaca! 🌼 Dilarang plagiat karena ide itu MAHAL! 🌼 Status cerita sudah end, jadi bisa marathon sampai akhir. 🌼 Jangan lupa vote dan komen saat membaca, agar Author tahu kalian benar-benar ada dan nyata. Blurb : Apa jadin...