Mengingatkan kembali bahwa ini hanya cerita fiksi hasil karangan saya sendiri, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan nyata dari setiap tokoh yang ada dalam cerita.
Jadilah pembaca yang bijak !!
Selamat Membaca♡
Langit semakin gelap, menandakan waktu yang telah larut. Pukul dua belas malam, junkyu mengendap-endap untuk sampai ke taman belakang.
Setelah sampai dia langsung duduk di ayunan rotan yang tersedia, angin malam sedikit menusuk kulit junkyu yang tak tertutup kain. Si manis duduk sambil menatap kolam renang dihadapannya, riak air terlihat samar ketika angin berhembus membelai permukaan kolam.
"Hahh~." Entah untuk yang keberapa kalinya helaan panjang itu terdengar.
Junkyu tak bisa terlelap, kantuk seolah enggan menghinggapinya malam ini terlebih sesak masih menyelimuti perasaannya. Perlahan butiran bening tergelincir dari pelupuk matanya, menambah rasa dingin saat angin mencumbu pipinya.
Entah apa penyebabnya, namun saat ini bulir tadi membawa lebih banyak teman. Satu tetes tadi kini menjadi deraian air mata yang tak mau berhenti, semakin mengalir maka semakin sesak juga dadanya.
"Kenapa sih? Kenapa harus gue?" ucapnya sembari meremat erat dadanya yang sesak.
"Apa salah gue? Apa dikehidupan sebelumnya gue pendosa ulung? Hingga mendapatkan balasannya sekarang, tapi gue bukan goblin yang kuat hidup ribuan tahun buat nebus dosa. Gue cuma manusia, yang bisa mati kapan aja."
"Dari begitu banyaknya manusia dimuka bumi ini, kenapa harus gue yang berada dititik ini? Bahkan sekarang gue gak tahu ini anugerah atau musibah."
Junkyu tetap meracau ditengah tangisnya, seolah ingin memuntahkan semua isi benaknya. Isakkan itu semakin mengeras, bersatu dengan alunan ranting yang tertiup angin.
Tengah menikmati luka, membuat junkyu tak sadar jika kini bukan hanya dirinya yang diam disana. Netra tajam namun hangat itu menatap sosok rapuh disampingnya, tanpa aba-aba sosok itu ikut menduduki ayunan hingga membuat rotan sedikit bergoyang mengakibatkan si manis tersentak kaget.
"Dingin." Ucapnya, sambil menutup paha junkyu yang tak terbalut kain dengan jaket miliknya. Junkyu mengenakan piyama bertangan dan kaki pendek, bahkan lututnya terekspos bebas.
Junkyu diam menatap sosok disampingnya, tubuh dia membeku dan lidahnya berubah kelu. Sedangkan sosok yang ditatap hanya diam, membiarkan junkyu menikmati sisi samping wajahnya.
"Aku tahu ini memang sulit untuk diterima, tapi jangan menjadi lemah karena ada orang yang pasti ingin melihatmu kuat." Junkyu diam, masih tak merubah objek tatapannya.
Sosok disampingnya menghela nafas, lalu tersenyum pahit. Junkyu melihat semua yang tergambar jelas dari senyuman tipisnya, kini sosok itu menghadap junkyu sepenuhnya, masih dengan senyuman yang sama seolah membiarkan si manis mengetahui setiap luka yang dia telan sendiri.
"Dulu aku pikir pelangi yang paling indah, tapi saat aku berkunjung ketaman bunga aku memilih bunga menjadi hal terindah." Obsidian hangat nya masih terfokus pada netra bulat junkyu.
"Kau tak penasaran dengan alasan ku?" Junkyu mengerjap bingung, namun tak lama mengangguk samar.
Sosok itu terkekeh lalu mengelus surai halus si teman bicara, kemudian tangannya menghapus jejak air mata yang hampir mengering di pipi empuk junkyu.
"Karena bunga bisa disentuh, walaupun warna pelangi lebih sedap dilihat namun tetap semu bahkan tak mungkin bisa di sentuh." Jelasnya. "Dulu aku menganggap matematika lah yang sangat sulit dimengerti namun semakin bertambahnya umur, aku berpikir hiduplah yang lebih rumit, sesulit apapun soal matematika pasti akan ada cara untuk memecahkannya tapi tidak dengan kehidupan. Semakin kau mencari jalan pintas maka dengan cepat pula kau menghadapi kehancuran."
KAMU SEDANG MEMBACA
Uri Junkyu
Fanfiction[selesai.] [Junkyu Harem] Bagaimana rasanya dijadikan pelunas hutang oleh orangtua sendiri? Penasaran? yuk ikutin cerita hidup seorang pria manis yang harus rela dijadikan bayaran untuk hutang orangtuanya, langsung baca aja yah !! Start: 05 feb 22 ...