Good Papai

3.9K 510 97
                                    

Mengingatkan kembali bahwa ini hanya cerita fiksi hasil karangan saya sendiri, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan nyata dari setiap tokoh yang ada dalam cerita.

Jadilah pembaca yang bijak !!
Selamat Membaca♡







"Dari kapan?" Jihoon menatap tajam sosok dihadapannya. "JAWAB PARK JUNGHWAN !!" Sentaknya kala si bungsu masih asik menunduk tanpa bersuara dari awal.

Jihoon kembali mencoba tenang, dia juga masih tak habis pikir dengan putranya yang terus berdiam diri.

"Papih sudah tahu semuanya, sekarang kamu tinggal jujur aja !!" Junghwan baru berani menatap sosok dewasa didepannya, kedua manik tangguh ayah-anak itu bertaut.

"Dari SMP." Jawab junghwan

"Ceritakan lebih rinci !!" Tuntut jihoon, junghwan menghela nafasnya.

"Dari pas Hwan tahu kisah masalalu tentang Hwan pas itu om jae udah sering nemuin Hwan tapi makin intens pas papih masukin Hwan ke taekwondo, pas udah setahun belajar taekwondo om jae juga masukin Hwan ke pelatihan tembak."

"Apa alasan dia masukin kamu kesana?"
"Katanya buat jaga diri aja." Jihoon mengurut pangkal hidungnya, dia benar-benar dibuat pusing dengan kelakuan sepupu jauhnya itu.

"Dari kapan kamu mulai membunuh orang?" Junghwan kini menatap ragu manik belati jihoon. "Katakan Hwan !!"

"SMP kelas tiga semester awal."
"Berapa orang yang sudah kamu bunuh?"
"Lebih dari seratus tapi kurang dari dua ratus orang." Jihoon menghembuskan nafas kasar, dia benar-benar kecolongan parah sampai tidak tahu putranya bisa sejahat itu.

"Dari kalangan mana aja yang sering kamu eksekusi?"
"Tergantung om jae kasih foto sasarannya."
"Apa yang dia katakan saat menyuruhmu membunuh orang?"
"Om jae hanya bilang, kalo orang-orang itu penghalang bagi keluarga Park." Jihoon sudah tidak tahu harus bereaksi seperti apa, rasanya terlalu memusingkan.

"Denger Hwan !! Papih gak pernah ngerasa diusik siapapun dan tidak akan ada yang mampu mengusik papih, makannya mereka menjadikan kalian sasaran baru. Sekarang papih tanya, apa alasan kamu setuju?" Junghwan menghembuskan nafas panjang.

"Awalnya Hwan hanya berpikir bahwa hal itu bisa membalas hutang Budi Hwan karena papih udah mau nyelamatin Hwan, jadi kapanpun Hwan pergi semuanya udah gak jadi hutang lagi." Jihoon hanya bisa melebarkan mata dengan rasa tidak percaya yang sangat ketara.

"Maksud mu apa Park junghwan?"
"Hwan bukan anak kandung papih, jadi Hwan rasa sudah waktunya Hwan pergi tanpa harus jadi beban keluarga ini lagi."
"Apa-apaan kau ini? Dari mana kau punya pikiran seperti itu?"
"Maaf pih, tapi...."

BRAKKKKK

Junghwan menatap ayahnya yang baru saja membanting papan nama kayu jati yang biasa tertempel diatas meja kerjanya, tidak hancur tapi lantainya sedikit retak.

"PAPIH PAPIH." Junghwan berseru panik kala melihat nafas ayahnya tercekat, junghwan semakin panik saat pengawal pribadi jihoon membantunya untuk mengkonsumsi obat.

Junghwan tidak bodoh, dia tentu tahu jika itu obat penenang tapi yang dia tahu ayahnya sudah dinyatakan sembuh beberapa tahun lalu. Junghwan masih berdiri dihadapan meja kerja itu, dia juga tidak bisa berbuat banyak karena pengawal pribadi jihoon sudah melakukan segalanya.

"Pikirkan kembali nak !! Tolong lihat mamih kamu dan jangan lupa istri dan anak-anak mu." Lirih jihoon yang masih meraup oksigen untuk memenuhi paru-paru nya, dia juga tidak lepas menatap wajah tampan putra bungsunya.

Uri JunkyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang