30. Kak Shandy

70 19 0
                                    

Vote sebelum baca.

Happy reading

.

.

.

Sampai di rumahnya, Fajri langsung masuk dan menuju ke kamarnya. Uminya sudah tidur dan untungnya dia punya kunci second.

"Gue nggak terima udah dikerjain, enak aja mainin gue" gerutu Fajri sambil membenarkan posisi tidurnya di kasur.

.

"Ada-ada aja si Aji tadi, bikin jantung gue nggak aman aja" gumam Elvina yang tengah duduk di depan kaca, melanjutkan ritual skincare malamnya yang tadi sempat tertunda.

Terdengar ponselnya berdering dan langsung ia jawab sambil memakaikan krim ke wajahnya.

"Yaangg.." Elvina diam tak menjawab.

"Sayang.."

"Lo ke mana sih? Elvin Tupai!"

Puas banget rasanya mengerjai Fajri, Elvina sampai tak bisa menahan untuk tidak tertawa.

"Tau ah, pokoknya besok gue ke rumah lo!"

"Tiap hari juga lo ke rumah gue" kekeh Elvina lirih supaya Fajri tak mendengarnya.

Hening, tak ada suara lagi dari Fajri tapi panggilan masih terhubung.

"Lo harus tanggung jawab, Yangg.." ucap Fajri tiba-tiba dengan suara berat.

Mau tak mau Elvina menanggapi, tidak tega juga mendiamkan pacarnya terlalu lama. Padahal di sini yang salah Elvina, sebab pergi keluar tak pamit.

"Kenapa sih?" tanya Elvina yang sudah menyelesaikan ritual skincare-nya.

"Ji?" panggil Elvina karena tak mendapat jawaban dari Fajri. Apa sekarang giliran dia yang dikerjai? Parah sih kalau iya.

"Ji? Kok lo diem? Lo udah tidur? Yaudah, gue matiin ya" saat hendak mematikan panggilan, terdengar sahutan dari Fajri.

"Bentar dulu, Yangg.. Temenin gue main sampai menang, tadi gue kalah ditemenin sama Banghan" mendengar itu Elvina tak kuasa menahan tawanya.

"Yaudah iya" tak mendapat sahutan dari Fajri, sepertinya anaknya sedang fokus ngegame.

Sudahlah, lebih baik Elvina tidur sekarang.

Dengan panggilan yang masih tersambung dan ponsel didekatkan dengan telinganya, Elvina perlahan terlelap. Membiarkan Fajri melanjutkan hape miringnya.

Meski menyebalkan, dia merasa nyaman didekat Fajri. Merasa disayang, dicintai, dan merasa tenang.

Ditempat lain, ada Fenly berdiri di depan jendela kamarnya sambil menatap langit malam. Begitu banyak bintang yang mengerumuni bulan, layaknya puluhan semut yang mengelilingi secuil gula.

"Nggak tahu kenapa gue kepikiran terus sama cewek yang kemarin gue tabrak, wajahnya seperti nggak asing dan.. Gue ngerasa bersalah banget udah bentak dia" gumam Fenly sambil menatap tiga bintang yang saling berdekatan.

Tok tok tok -ketukan pintu dari balik kamar Fenly.

"Fenly.." panggil seseorang dari balik pintu.

Suaranya terdengar tidak asing, apakah dia..

"Suara itu?" dengan langkah cepat, Fenly mendekati pintu dan langsung membukanya.

Perfect Dream [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang