Matahari belum benar-benar muncul, udara juga cukup dingin walau di tengah kota begini. Tapi, seorang Kania yang biasanya di jam segini baru selesai mandi, sekarang dia sudah sampai di sekolah.
Bahkan saat di gerbang sekolah tadi, Kania sempat di tegur satpam karna tidak biasanya ada murid yang datang di jam segini.
Dengan langkah penuh kehati-hatian, Kania berjalan ke bangku Regan dan menaruh box kemarin ke kolong meja Regan.
Kania kembali menegakkan tubuhnya dan membalikkan badannya.
Badan Kania membeku seketika begitu melihat Regan yang berdiri tepat di depannya. Kania melebarkan matanya kaget.
"Ambil lagi." ujar Regan datar.
Kania menggeleng. "Gue gak mau."
"Ka." Regan menggeram pelan.
Kania membalikkan badannya lagi dan berjalan menuju bangkunya.
Baru selangkah Kania berjalan, Regan segara menarik tangan Kania. Menahan Kania agar tidak pergi. Sedangkan sebelah tangan yang lain mengambil kembali box dari kolong meja.
Regan memberikan box itu di tangan Kania. "Ini buat lu."
"Tapi gue gak mau!"
"Anggep itu permintaan ketiga lu," ujar Regan dan membalikkan badannya berjalan keluar kelas.
Kania mendengus kesal. "Regan!"
Yang dipanggil namanya menghentikan langkahnya yang sudah sampai di depan pintu kelas yang terbuka lebar.
"Gue terima ini. Makasih."
"Bagus." tanpa menoleh, Regan menganggukkan kepalanya.
"Permintaan ke empat gue,"
Regan membalikkan badan, menunggu ucapan Kania.
"Lupain tentang 10 permintaan itu. Anggep semuanya udah selesai." ujar Kania datar dan berjalan ke tempat duduknya tanpa menunggu respon dari Regan.
Regan mengeraskan rahangnya, menatap Kania tajam. Tangannya mencengkram erat gagang pintu. Dengan emosi, Regan membalikkan badannya dan berjalan keluar kelas setelah menutup pintu kelas dengan kencang.
Kania menoleh ke arah pintu yang kembali terbuka karna terlalu kencang di banting tertutup oleh Regan. Kania yakin jika setelah ini Amel akan marah-marah karna pintu kelas kembali rusak padahal baru seminggu di benarkan.
-*-
Berhari-hari bahkan berminggu-minggu setelah pagi itu.
Hari ini, setelah beberapa pertimbangan dan berpusing ria untuk menentukan langkah selanjutnya, Kania dan kelima sahabatnya berkumpul di rumah Ria lebih tepatnya di kamar Ria dengan suhu ac yang terasa membekukan aliran darah. Mereka duduk melingkar dengan ponsel mereka yang berada di tengah-tengah.
Hari ini, hari yang menentukan di terima atau tidaknya mereka di universitas yang mereka impikan.
Sejujurnya Kania tidak pede sama sekali atau bahkan Kania tidak berharap lebih dengan SNMPTN ini.
Kania menatap Eva yang menyembunyikan wajahnya di balik bantal yang dia peluk. Lalu beralih pada Laras yang kemungkinan 100% sudah pasrah, dilihat dari dia yang malah asik makan jajan. Terakhir, ada Dewi, Putri, dan Ria yang dari tadi menunduk dan mengadahkan tangannya, berdo'a.
Kania ikut bergabung berdoa dalam hati dengan Ria, Dewi, dan Putri.
Walaupun Kania tidak begitu berharap tapi akan lebih bagus jika dia lolos.
"Ya ampun." ujar Eva memegang dadanya takut.
"Udah jamnya." Laras menatap yang lain.
"Ayok, buka."
"Bentar! Gue deg-degan." sahut Laras heboh, padahal tadi dia sudah pasrah dengan apapun hasilnya.
Kania mengulurkan tangannya yang bergetah hebat untuk mengambil ponselnya.
"Tremor Ka?" tanya Dewi lebih ke meledek, padahal dia juga sama, tremor.
"Lu juga sama!" ujar Eva sewot melihat Dewi yang mengusap wajahnya dengan tangan bergerar.
"Udah yuk buka. Bismillah." ujar Ria.
Satu per satu dari mereka mulai membuka hasil tes SNMPTN mereka.
Setelah melihat hasilnya, ada yang berekspresi tersenyum dan bahkan ada yang ingin menangis.
Mereka lalu mematikan kembali ponsel mereka, mereka memang tidka menunjukkan pada yang lain. Karna mereka hanya ingin membuka bersama dan hanya mereka masing-masing yang dapat melihat.
Ria merentangkan tangannya yang langsung di sambut dengan yang lain.
"Gimana pun hasilnya, gapapa kita udah berusaha. Semangat untuk kita!"
"Semangat selalu!" sahut Putri.
Mereka lalu saling merangkul dengan erat dan melempar senyum satu sama lain.
-*-
Jam sudah menunjukan pukul 7 saat mereka memutuskan untuk pulang dari rumah Ria.
Kania memakai sepatunya dan berjalan keluar rumah Ria lebih dulu.
"Gue duluan! Kalian hati-hati!" ucap Kania dengan buru-buru karna ojol pesanannya sudah tiba.
Kania menghampiri ojol yang Kania duga pasti ojol miliknya.
"Atas nama Kania bang?" tanya Kania.
"Eh iya neng."
Kania mengangguk. "Bang, helmnya?" pinta Kania.
Si abang malah terdiam membuat Kania bingung.
"Itu neng, si a'a yang di mobil itu tadi bayarin ojol punya neng. Terus katanya neng suruh ke sana aja," ucap abang ojolnya menunjuk mobil yang terparkir tidak jauh dari tempat Kania berdiri.
"Oh iya, bang. Makasih bang."
Kania melangkahkan kakinya ke mobil yang di tunjuk abang ojol tadi.
Dengan santai Kania masuk ke dalam dan duduk dengan nyaman setelah memasang seatbelt.
Kania menoleh ke arah pemilik mobil yang mengemudikan mobil itu.
"Mau apa?" tanya Kania.
Orang itu tersenyum tipis. "Tanya kabar dong. Udah lama gak kontakan kan?"
Kania mendengus kesal. Si pemilik mobil mulai menjalankan mobilnya.
"Mau mampir kemana dulu gak?"
Kania menggeleng. "Langsung pulang aja."
Orang itu mengambil tangan Kania untuk di genggam dengan sebelah tangan. Dia mengecup tangan Kania dengan ringan.
"Love you, Ka."
Kania tersenyum tipis dan memilih memejamkan matanya.
"always."
_______
TBC!!Gimana dengan part ini???
Semoga suka^^
Jangan lupa komen dan vote!!!
Bu
See u
❤️❤️
Laa-150222-
-10.46-
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Relationship [END]
Teen Fiction[TIDAK REVISI! MAAF JIKA ADA TYPO] "Mau bikin kenangan di masa putih abu abu gak?" -REGAN2021 °°°°°° Kania, gadis yang lumayan dalam segala hal namun paling ahli dalam hal kemageran itu harus menerima pahitnya kisah cinta yang sudah dia tunggu dari...