HALLO READERSKU TERSAYANG DAN TERBAIK
UP AGAIN NIH
JANGAN LUPA PENCET BINTANGNYA DULU YA SEBELUM LANJUT BACA
SEMOGA SUKA SAMA PART INI
HAPPY READING
*****
Jam sudah menunjukkan pukul 20.15 WIB. Setelah makan malam tadi, Arin menonton televisi di ruang tengah sebentar sambil menemani Varo yang berkutat dengan laptopnya."mas, kamu udah janji loh mau beliin Arin lightstick?" ujar Arin sambil mengelusi perutnya yang tinggal menunggu waktu untuk melahirkan.
"hm" sahut Varo yang masih fokus pada layar laptopnya.
"ya udah! Arin pesen sekarang ya, mas? tapi, kalau nanti paketnya udah datang, kamu yang bayar!" tegas Arin.
"hm" sahut Varo lagi yang berhasil membuat Arin mendengus sebal.
Apakah suaminya ini tidak mempunyai kata lain selain kata hm? apakah jika menjawab lebih dari satu kata akan membuat mulutnya sariawan? sungguh, Arin ingin sekali menampol bibir tebal suaminya itu karena saking kesalnya.
"jangan ham hem doang! jawab yang lain kek, bisu?" tanya Arin dengan santainya.
Varo beralih menatap Arin datar. "aku lagi banyak kerjaan, aku pusing, aku gak mau debat sama kamu, mau kamu beli tongkat cahaya kek, tongkat mak lampir kek, terserah! beli sesuka kamu, kamu mau beli album kek, beli folder kek, terserah juga" putus Varo.
Arin hanya diam melihat Varo yang berkata dengan nada frustasinya. Setelah mengatakan kalimat yang begitu panjang, Varo kembali fokus pada layar laptopnya dengan jari yang terus menari di atas keyboard.
"maaf, mas, kalau Arin ganggu kamu, Arin permisi" ucap Arin dengan pelan. Arin bangkit dari duduknya dengan kesusahan akibat perut besarnya. Lalu, berjalan pelan menaiki tangga menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua.
"ck!" Varo berdecak. Lalu, menutup laptopnya secara kasar.
Baru saja, Arin menginjakkan kakinya di anak tangga ke dua, dirinya sudah memberhentikan langkahnya.
"hsssttt... perutku! awsshhttt..." ringis Arin sambil memegangi perutnya saat merasakan kram.
Arin terus berjalan menaiki tangga hingga dirinya sampai di lantai dua.
Varo naik ke lantai dua menuju kamarnya untuk menyusul Arin. Knop pintu kamar terbuka. Dan menampilkan wajah Arin yang sedikit sembab.
"sayang..." Varo berjalan dan duduk di samping Arin yang saat ini sedang duduk bersender di kepala ranjang.
"iya" sahut Arin.
"maaf" ucap Varo dengan sendu.
"kamu nangis? maafin aku, sayang" ujar Varo yang hendak menyentuh pipi Arin. Tapi, lebih dulu Arin tepis.
"Arin gak jadi untuk minta kamu beliin lightstick, maaf juga kalau Arin ganggu pekerjaan kamu tadi" ujar Arin dengan datar.
"kamu pesan sekarang ya?" ucap Varo sambil menyodorkan ponsel Arin yang tadi ia raih dari atas nakas samping tempat tidur.
"gak usah peduliin lightstick lagi, gak penting juga, pekerjaan kamu jauh lebih penting, mending kamu urusin pekerjaan kamu ketimbang aku" ujar Arin sambil menatap Varo dengan ekspresi datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantanku CEO, Suami pun CEO
Fiksi RemajaJika ada ✅ berarti SELESAI REVISI Part 64 sampai end, author unpublish dulu ⚠FOLLOW DULU YA GUYS SEBELUM BACA⚠ ☡jangan lupa vote ya di setiap chapter yang sudah kalian baca☡ Part awal² mungkin nge-bosenin, tapi semoga untuk part selanjutnya kalian s...