Genosida Kelas 3

8 1 0
                                    

Agie mengalami tantrum.
Emosinya tiba-tiba meledak.
Agie menangis dan menjerit setelah Feby membantunya mengganti baju di ruang ganti wanita.

Bergegas Feby mencari Dante, karena Feby benar-benar tak tau harus melakukan apa pada bayi yang ucapannya terdengar tidak jelas. Kurangnya pengalaman membuat Feby tak paham sebenarnya apa yang Agie butuhkan.

Tapi, saat ke luar dari ruang ganti, Feby hanya melihat William yang sedang berada di pinggir kolam dengan handuk di pundaknya.

"Will, lo liat Dante?" tanya Feby yang terlihat susah payah menggendong Agie yang terus mengamuk.

"Dante ganti baju sama bang Syabil tadi," jawab William.

"Duh, gimana nih," ujar Feby masih belum bisa menenangkan Agie.

"Coba sini." William mencoba mengambil alih dengan menggendong Agie, menyelimuti dengan jaket miliknya yang berada di kursi, kemudian memberikan pelukan. Dalam sekejap Agie pun berhenti menangis karena kehangatan telah mengaliri tubuh kecilnya.

"Kayanya dia kedinginan," simpul William seraya menyeka ingus Agie dengan handuknya dan menepuk kepala Agie pelan.

"Ya Rabb. Ternyata karena itu. Gue kira kenapa-napa," ujar Feby bernapas lega.
"Tadi Dante gak ngasih minyak telon sih. Katanya minyak telon bikin Agie iritasi," sambungnya.

"Harusnya Dante beliin yang jenis krim aja. Itu penghangat badan yang gak akan bikin iritasi bayi," tutur William sangat tau, karena ia terbiasa mengasuh sepupunya yang masih kecil.
William lalu memberikan Agie kembali pada Feby.

"Nanti gue bilangin," sahut Feby.
Feby kemudian menatap Agie yang kelihatannya sudah nyaman berada di gendongannya.
"Udah nangisnya?" tanyanya pada Agie.

"Hu...hu-um," jawab Agie masih sesegukan.

Feby tertawa kecil sembari mencubit hidung mungil Agie karena gemas.

"Iko, maw iko," celoteh Agie.

Namun Feby tak bisa memahami.
"Iko apa?" tanyanya kebingungan.

"Mungkin maksudnya kiko. Anak kecil doyan itu kan," terang William.

"Oh, nanti ya sayang. Nanti beli kiko," ujar Feby sembari mengelus rambut Agie.

Agie pun mengangguk dan sabar menunggu untuk dibelikan.

"Oh iya Will, lo masih betah? Gak ganti baju?" tanya Feby pada William.

"Jun katanya masih mau beren---"

"Aaaaaaaaaaaaa... mamaaaaaaaaaa..." Benni tiba-tiba berteriak memanggil ibunya seraya ke luar dari area kolam renang dengan membawa pakaiannya yang belum ia kenakan.

Feby terheran, ia menatap punggung Benni yang berangsur menghilang dari pandangan.
"Dia kenap---"

"Huwaaaaaaa... mayat, mayat, ada mayat!" pekik Juni sembari berlari panik, kemudian sembunyi ke belakang punggung William.

"Lo kenapa, hah?" tanya William.

"A-a-ada ma-ma-mayat, mayat mas," ujar Juni terbata, menunjuk ke arah kolam paling ujung, yang tertutup plat bertuliskan sedang dalam pengerjaan.

William dan Feby yang penasaran pun pergi ke sana untuk memastikan pengakuan Juni barusan.

***

Sesampainya di lokasi yang ditunjuk Juni, mereka berdua disambut Rin dan Valen yang sudah lebih dulu berada di sana.

Rin sedang memotret untuk konten DeepWeb-nya.
Dinding kolam yang berlumuran darah, terlihat seperti seni di matanya.

Sedangkan Valen hanya berdiam diri menatap nanar mayat yang terbujur kaku di dasar kolam yang tak berisi air itu.
Mayat seorang wanita berambut panjang, yang tergenang darahnya sendiri. Tangan, kaki dan kepalanya sudah terpisah dari tubuh utamanya dan matanya membelalak seakan ia dimutilasi dengan keadaan masih bernyawa.

"Astagfirullah," ujar Feby saat melihat penampakan jasad di bawahnya itu.

"Dimam iyu iyu," celoteh Agie sembari mengeratkan pelukannya pada Feby.
Feby pun langsung mendekap wajah Agie dan pergi menjauhi lokasi.

"Sejak kapan?" gumam William tak menyangka ada tragedi pembunuhan di dekat tempat ia berenang sejak tadi.
William lalu berniat kembali untuk mengambil ponselnya dan menelepon Polisi, namun Valen menahan lengannya.

"Gue sudah memanggil Polisi," ujar Valen membaca pikiran William.

Valen kemudian melangkah pergi mencari kedua orang saksi yang menemukan mayat itu pertama kali, namun kedua saksi itu langsung berlari karena shock dengan penemuan mereka sendiri.

***

Juni yang ditinggal sendiri, buru-buru mengganti bajunya, tanpa mandi sama sekali.

Setelah menyisir rambut dan memakai minyak wangi, ia pun bergegas untuk pergi.

Karena ia takut dihantui jika berlama-lama berada di lokasi adanya mayat yang wajahnya bahkan sudah tak bisa dikenali lagi.

Namun, belum ia jauh melangkah ke luar dari area kolam renang, seorang gadis berperawakan kecil berlari dan menabrak Juni.

Juni dengan tangkas menangkap gadis itu dan membuat mereka berdua tak sengaja berpelukan.

Valen yang melihat kejadian itu merasa tak suka.
Ia pun mendekat dan menarik hoodie Juni, memaksa mereka berdua melepaskan pelukan.

"Maaf, gue gak bermaksud peluk cowok lo," ujar gadis itu dengan jari yang bertautan. Giginya menggigit bibir, tanda ia merasa bersalah dan canggung ketika Valen menatapnya dengan wajah cemburu.

"Dia bukan cowok gue. Jangan salah paham," ujar Valen, masih memberi tatapan mengintimidasi. Raut wajahnya seakan sedang mengklaim bahwa Juni miliknya.

Namun, Juni yang tak peka hanya menggaruk kepala.

Gadis itu pun berniat untuk pergi, namun Juni menahannya.

"Kak Kiara kan? Temennya Rey?" tanya Juni.

"Iya," jawab gadis itu.

Tiba-tiba terdengar teriakan dari ujung ke ujung. Terlihat orang-orang berlarian tak menentu arah. Dalam histeria itu, ada yang terjatuh, adapula yang terinjak-injak.

Terlihat pula dari kejauhan, seorang yang mengenakan jas hujan hitam tengah menyeret sebuah tabung 12kg yang terbuka, menciptakan bau gas yang begitu menyengat. Ia pun membawa pemantik api di tangan satunya.

Entah siapa sosok itu.
Ia hanya menampakan matanya dengan mulut di tutup masker.
Matanya melengkung, seakan ia tersenyum di balik masker yang ia kenakan itu.

"Ini lah yang gue khawatirkan. Andai gue diberi rincian, bukan kisi-kisi," ujar Valen. Ia kemudian menyuruh Kiara dan Juni masuk ke area kolam renang.

Ia menutup pintunya rapat-rapat, setelah itu menarik Juni dan Kiara lebih dekat ke pinggir kolam renang.

Byuuuurrrr...

"Diam di sana kalo kalian gak mau mati!" seru Valen sebelum mereka berdua protes setelah ia mendorong mereka berdua ke dalam kolam renang tanpa pemberitahuan lebih dulu.

Valen kemudian berlari ke arah Dante dan Syabil yang baru saja selesai berganti pakaian.
Menarik mereka ke dekat kolam renang, dan mendorong mereka juga masuk ke dalam sana.

"Hei!" seru Dante.

"Diam di sana! Jangan protes! Percaya pada gue jika kalian masih sayang nyawa!" perintah Valen.

Valen lalu berlari kembali dan memekik pada teman-temannya dan pengunjung lain yang berada di sana.
"Akan ada ledakan api dari luar! Cepat masuk ke dalam air!" Setelah itu Valen menceburkan dirinya sendiri di kolam renang di dekatnya.

Feby terlihat skeptis. Tapi jika perkataan Valen benar akan adanya ledakan api dari luar, ia harus masuk ke dalam air agar bayi di gendongannya tak celaka.

Sedangkan William hanya terpaku di tempat. Ia tak memahami situasi apa yang sebenarnya terjadi. Namun, Jun dan seniornya Kiara membantu membujuknya dengan berteriak agar segera ikut masuk ke dalam kolam.

Karena perkataan senior bertubuh kecilnya itu terlihat dapat dipercaya,
William pun bergegas menarik Rin yang masih asik mendokumentasi mayat di kolam kering di depannya, untuk terjun ke dalam kolam lain yang berisi air bersama.

Dan kemudian.... BOOM!

Bersambung...

Devil's Squad (School Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang