Sebelum Keberangkatan (Plot Dante)

13 1 0
                                    

Erika menghampiri Dante yang tengah mengemas rapih perlengkapan bayi ke dalam koper mini untuk persiapan ke gedung rekreasi bersama teman dan adik bungsunya besok.

"Kak, sedang apa?" tanya Erika sembari mendudukkan diri di sofa kecil berwarna pink milik Agie.

Namun Dante tak menanggapi. Ia seakan sengaja mengabaikan kehadiran adik angkatnya itu.

Gadis berambut pirang itu kemudian bangkit dan memeluk Dante dari belakang.

"Kak, kamu tidak mendengarku? Kamu sedang apa?" ulanginya.

Dengan menahan emosi, Dante menyingkirkan lengan Erika yang melingkar di pinggangnya tanpa ijin.

Ia lalu membalikkan tubuhnya dan menatap Erika dengan tatapan jijik.

"Kamu tidak bisa lihat sendiri?" tanya Dante ketus.

"Kamu kenapa kak? Kamu marah padaku? Apa aku berbuat salah?" tanya Erika, perasaannya sedikit hancur saat kakak yang ia cintai mendadak bersikap seperti itu padanya.

Dante menghela napas berat dan menyandarkan satu tangannya di atas laci.

"Maaf, aku hanya sedikit lelah hari ini," ujar Dante dan melangkah ke luar dari kamar Agie, agar adik bungsunya itu tidak tiba-tiba terbangun karena keributan yang baru ia dan Erika sebabkan.

***

Dante merebahkan tubuh di ranjang kamarnya.
Ia mencoba memejamkan mata, namun wajah kekasih matinya kembali muncul dalam pikirannya dan membuat hatinya terasa sakit.

Potongan-potongan kenangan saat ia bersama kekasihnya itu pun ikut berdatangan dan membuatnya kesulitan tidur.

Dante lalu mengeluarkan ponsel di sakunya dan mencari satu kontak yang ia beri nama 'My Queen' dan menghubunginya.

Namun hanya operator yang menyahut dengan memberitahu bahwa nomor itu sudah lama tak aktif.

Dante sebenarnya tahu bahwa nomor itu sudah tak aktif, karena bersamaan dengan penggunanya yang sudah mati.

Meski tau itu, ia tetap berharap.

Berharap mendapat ucapan 'Good Night' dan 'Have a nice dream' oleh pemilik nomor itu sekali lagi.

Walau itu tak mungkin terjadi dan membuat hatinya terasa hampa kembali.

Meski ia pria berhati dingin, tak diduga ia pun bisa menangis.

Menangis karena teringat satu kenangan terakhir.
Sebuah kalimat yang dilontarkan dari mantan kekasihnya sebelum memutuskan membunuh dirinya sendiri di danau yang sunyi.

Kalimat mainstream yang memiliki arti mendalam.

Kalimat itu adalah, "i love you."

"Akaaaak..." panggil Agie dari daun pintu sembari memeluk botol susu, membuyarkan lamunan Dante.

Dante menoleh ke arah suara adik bayinya itu.
"Hmm?" sahutnya dan memberi seulas senyum.

Agie kemudian merangkak mendekati ranjang.

Dante pun bangkit untuk membantu adik tersayangnya itu.

"Apa kamu terbangun karena kakak tadi?" tanya Dante sembari memangku Agie.

Agie menggeleng.
"Akak... miaw... miaw..." ucapnya seraya menunjuk ke arah jendela yang tertutup tirai.

"Hmm? Ada kucing di luar?" tanya Dante.

"Hu-um... miaw... miaw..." jawab Agie sembari menarik-narik kaus hitam yang dikenakan Dante, sebagai isyarat untuk dibawa ke dekat jendela.

"Kamu mau melihat kucing?" tanya Dante mamastikan.

Agie mengangguk.

Dante kemudian menuruti dengan menggendong adiknya itu menuju ke jendela.

Sesampainya di depan jendela, Agie bergegas menyibak tirai dengan tangan mungilnya dan menempelkan wajah polosnya ke kaca jendela.

"Tidak ada kucing, Agie," ujar Dante sembari memperhatikan keadaan di luar.

"Unti... unti... miaw... miaw..." ucap Agie sembari mengetuk kaca jendela dengan telunjuk kecilnya.

"Aunty? Aunty siapa?" tanya Dante heran.

Braaaaak...

Suara keras dari arah luar mengagetkan Dante dan membuatnya fokus mencari asal suara itu.

Braaaak...

Suara itu terdengar lagi. Sekejap Dante pun terpaku.

Dari jendela kamarnya, ia melihat pagar yang membatasi jalan setapak dan pekarangan rumahnya perlahan terbuka dan membanting dirinya sendiri berulang kali.

Sekilas ia pun melihat sosok berpakaian putih melintas melewati lampu taman yang berkedip dan akhirnya padam.

Dante dengan cepat menutup tirai dan menggendong Agie menjauhi jendela.

Ia lalu mendekap adiknya dalam pelukan sembari membaringkannya di ranjang.
"Malam ini kamu tidur dengan kakak ya," ujarnya terlihat cemas.

Ia lalu membuka laci di sampingnya dan mengambil sebuah jimat berbentuk kantung serut kecil berwarna hitam yang diberikan nenek buyutnya agar terhindar dari entitas jahat penculik bayi.

Bersambung...

Devil's Squad (School Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang