Ribut

6 1 0
                                    

"Nyeri otot pinggang mas~
Badan pegel linu mas~
Minum Osk4d0n es-pe~" senandung Benni diiringi alunan lembut dari gitar yang di petik Juni.
Benni lalu mengulangi lirik yang sama, "nyeri otot pinggang mas~ Badan pegel linu m--"

"Bentar, bentar," potong Juni. "Lo yakin pentas seni mau nyanyiin lagu ginian?" tanyanya heran.

"Ya emang napa? Lagian gue cuma ikut pentas seni, bukan Indonesian Idol," ucap Benni, bersungut-sungut.

"Jangan dah. Mending lo coba lagi. Lagu laen, lagu laen," titah Juni.

"Coba lagi, coba lagi. Lo kira AL3-AL3!" seru Benni.

"Lo kalo nyanyi lagu tadi ntar ditimpuk bata. Gue baik ngasih tau," nasehati Juni.

"Dih, yang kaga bisa nyanyi kaga usah komen!" seru Benni tak terima.

"Gue bisa nyanyi!" sangkal Juni.

"Hoax lo. Gue tau dari si Cassi lo nyanyi balonku aja salah," ejek Benni.

"Cassi lo percaya. Lo percaya sama si Cassi sama aja lo percaya sama Pemer-- eh gak jadi." Juni hampir keceplosan.

"Lo mau bilang apa lu? Tiati, bapaknya si Bayu tukang baso," peringati Benni.

Juni mengernyit. "Lah bukannya kata lo penjaga makam?"

"Kan abahnya multitalenta. Pekerjaannya ada 70," ungkap Benni.

"Buset," ucap Juni terkejut. "Apaan aja?"

"Jadi kang galon, kang kebon, kang sate, kang bubur, kang kung, kang min hyuk, kang jin hwan, kang sora, kang nan gil, kang jong ki, kang tae hyung, kang yoon gi, kang gongyu, kang... Lihat selengkapnya..."

"Jadi laper gue denger ocehan lu," gerutu Juni sembari mengelus perutnya yang sebenarnya belum mengempis setelah menyantap belasan potong singkong.

"Lo masih laper? Mau telur gue gak? Ada dua nih," tawar Benni, ambigu.

"Cabul lo!" seru Juni dan beringsut mundur.

"Cabul apaan?" Benni memasang wajah bingung. Ia lalu mengeluarkan 2 butir telur rebus dari kantung plastik hitam di sampingnya. Kemudian kembali menawari Juni. "Mau gak lo?"

"Halal gak?" tanya Juni curiga.

"Minta dismekdon lu." Benni mendecak pelan. "Ya halal lah!" sentaknya. "Gue bawa dari rumah, kaga hasil nyolong kandang orang!" terangnya.

Juni yang ragu mencoba memastikan dengan mengamati cangkang luar telur itu dari jauh.
Setelah Benni memberikan telur itu padanya, Juni pun membolak-balikkan kudapan itu di tangan dengan gaya orang b*doh. "Gue makan ini ntar rabies gak?"

"Gak usah makan lu!" seru Benni, merebut telurnya kembali. "Dibaikin gak tau diri," keluhnya.

"Eleh." Juni yang tidak jadi diberi pun memainkan gitar lagi.

Ketika amarah Benni reda, ia kembali mengajak Juni mengobrol. "Lo pentas seni mau nampilin apa bang?" tanyanya sembari mengupas cangkang telur.

"Gak tau. Gue tadi pan gak masuk sekolah. Jadi belum diskusi ama anak-anak. Karena gue diboikot kaga boleh nyanyi, paling gue mentasin puisi," jawab Juni.

"Puisi kaya gimana?" Benni penasaran dan ingin diperlihatkan contoh.

"Kaya gini nih." Juni beranjak berdiri, setelah itu ia membusungkan dada dan mulai beraksi membacakan puisi karangannya.
"Oh~ kulari ke hutan..." Juni merentangkan satu tangannya, gagah.
"Kemudian mencari kayu bakar." Juni merentangkan satu tangannya yang lain. "Lalu kujual untuk membeli C0K1-C0K1 dan B1NT4NG S0B0." Juni mengakhirinya dengan menaruh kedua tangannya di dada.

Setelah Juni selesai, Benni bertepuk tangan dan memberi siulan. Untuk sekedar menghargai.
Kemudian ia bertanya, "terinspirasi dari pengalaman pribadi ya bang?"

"Begitulah," ucap Juni dan kembali mendudukkan diri di lantai. Rumah Bayu memang seluruhnya lantai. Tidak ada sofa maupun kursi.

"Kasian ya lu, bang. Mau jajan ke warung ae mesti nyari kayu bakar dulu," ujar Benni, mengiba.

"Biasanya gak perlu kek gitu. Sejak ada dompet digital, e-wallet, sama m-banking, jadi jarang nemu duit di jalan gue," keluh Juni

"Nub sih lu. Padahal ada cara dapet duit gampang," tutur Benni.

"Gimana caranya?"

Benni mesem. "Mau tau lu?"

Juni mengangguk.

"Mau tau aja apa mau tau banget?" goda Benni.

Juni memasang wajah datar, lalu beralih ke mode marah. "Ngeselin lu ya! Gue tabok lama-lama!"

"Lo jangan emosi dulu. Mau gue kasih tau apa kaga nih?" Benni hampir berubah pikiran.

"Kasih tau lah. Gimana cara dapet duit dengan cara gampang. Sekarat dompet gue," ucap Juni, memamerkan ekspresi putus asa.

"Sinih gue kasih tau." Benni meminta Juni mendekat.

Juni pun menggeser tubuhnya dan memasang telinga.

Benni lalu memberitau, "nanti lo kumpulin kolor bapak lo terus lo jual tuh di pasar gelap," sarannya.

"Luar biasa," ucap Juni memberi jempol. "Luar biasa durhaka lo!" sentaknya tiba-tiba.

"Emosi mulu lo. Tenang aja, lo kalo gak mau cara itu buat dapet duit, gue masih ada cara kedua," tutur Benni.

"Cara apaan?" Juni kembali penasaran.

"Lo Crossdresser aja jadi cewek. Terus minta donasi di website. Pake nama Yuni," usul Benni santai.

"Ini nih, ini nih," ucap Juni menggelengkan kepala. "Lutut lagi, lutut lagi. Kapan kepala dipake?" cibirnya.

"Ngajak baku hantam lu!" seru Benni, murka karena dikatai.

"Ayok!" tantang Juni.

"Ah gak jadi, takut nangis ntar emak lu labrak gue." Sebenarnya Benni ciut karena ia sadar bahwa tubuh Juni lebih besar dari tubuhnya sendiri.

"Sok banget lo krempeng. Gue sentil aja mental lu," ejek Juni.

"Lo gue injek meninggoy lo!" balas Benni, nekat membalas.

Sebelum mereka betulan berkelahi, Bayu datang menghampiri. "Kalian ndak sekolah?" tanyanya dengan penampilan yang sudah rapih.

"Jam berapa emang sekarang?" tanya Juni.

"Setengah 7," jawab Bayu.

"Hah!" Juni spontan panik, karena ia belum sempat pulang ke rumah, menyiapkan buku dan ganti baju.

"Bjir, alarm gue gak bunyi. Mana gue belum mandi," ucap Benni tak kalah panik.

"Ente pasti pasang alarm di kalkulator lagi," duga Bayu. "Yo ndak bakalan bunyi," ucapnya sembari menghela napas.

"Cuma lo nih, yang sekolah bukan makin pinter malah makin bego. Pasti sering bolos pelajaran PPKN," ejek Juni yang sedang mencari sebelah kaus kakinya yang terlepas.

"Ngomong sekali lagi lu!" tantang Benni sembari melotot ke arah Juni.

"Kelakuan kalian berdua koyok yang kena Ain," gerutu Bayu sembari membersihkan lensa kacamatanya dengan kain kecil.

"Nak," panggil ayahanda Bayu sembari menghampiri. "Pake dulu ini loh. Tak pakein yo," ucap beliau dan langsung mengoleskan sebuah krim yang dibawanya kepada anak tercintanya.

"Lo masih pake kasen baby?" tanya Benni melongok.

"Jangan suka ngurusin urusan orang lu. Gak berkah hidup lu," tegur Juni.

"Iye, Pak Usman. Eh, Pak Ustad," sahut Benni dengan wajah masam.

Bersambung...

Devil's Squad (School Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang