Sampai Tujuan

11 1 0
                                    

Valen turun terlebih dahulu dari mobil. Tiba-tiba sekelebat cahaya mampir di depan matanya.

Cahaya putih yang agak kehitaman itu membisikkan sesuatu.

Valen pun menoleh ke segala arah, namun ia tak menemukan sosok yang baru melintasinya tadi.

Hanya ada udara hampa dan mobil-mobil dengan kondisi mati yang terparkir berjajar di sekitarnya, tanpa ada orang lain yang berdiri atau melintas selain rombongannya yang baru saja ikut turun dari mobil.

"Val," tegur Feby. Valen menoleh tanpa menjawab.
"Lo gapapa?" tanya Feby khawatir.

"Gue punya firasat buruk. Apa kita gak bisa cari tempat lain? Karena gue gak ingin sesuatu yang baru saja gue tau terjadi," tutur Valen. Tangannya terlihat gemetar dan wajahnya sudah pucat pasi.

"Maksud lo apa?" tanya Feby, tak bisa menelaah ucapan Valen.

"Ayo turun Agie," ujar Dante membujuk adiknya yang enggan untuk turun dari mobil.

"Akak akut iyu iyu," celoteh Agie sembari memepetkan diri di ujung sisi.

"Tidak ada hiu di sini. Ayo turun," bujuk Dante lagi.

"Agie, Agie liat kak Jun punya apa..." Juni membantu membujuk seraya memainkan anak kunci.

"Key! Keys!" seru Agie menginginkan kumpulan kunci yang dipegang Juni.

"Kalo mau turun kak Jun pinjemin ini," bujuk Juni lagi.

"Maw maw," ujar Agie terbujuk.

Juni pun memberikan kunci-kuncinya lalu menggendong Agie keluar dari mobil.

"Tuyun," pinta Agie, namun Juni tak mengerti apa maksudnya.

"Agie minta turun. Dia sedang gak ingin digendong," jelas Dante.

"Emang udah bisa jalan, Dan?" tanya Juni tak yakin.

"Iya. Hanya terkadang dia terjatuh, jadi Agie masih sering merangkak," terang Dante.

"Kalo dibiarin ngerangkak kotor dong," ucap Juni khawatir.

"Lo gandeng aja, agar gak terjatuh," ujar Dante memberi ijin, karena ia sedang kerepotan dengan barang bawaan milik adiknya.

"Okeh," sahut Juni sembari menurunkan Agie. Ia lalu menyodorkan jari telunjuknya yang besar untuk digenggam oleh tangan Agie yang kecil.

"Yuk, kita kemon," ajak Juni, kemudian melangkah pelan mengikuti derap langkah kecil bayi digandengannya yang asik bermain kunci.

Valen mengikuti Juni dari belakang dan membuat Juni sedikit risih.

Juni pun menghentikan langkah dan menengok ke belakang.

"Duluan aja neng Valen," ujar Juni mempersilahkan.

Tapi Valen tak bergeming.
Juni terheran namun kemudian ia melanjutkan langkahnya lagi.

Valen masih mengikuti dari belakang dan Juni kembali menghentikan langkahnya.

"Neng, jangan ngikutin dari belakang gitu. Aa kan jadi salting," ungkap Juni. Valen tak menyahuti.

Juni pun kembali melangkah, Valen kembali mengikuti.

"Neng? Kenapa sih?" tanya Juni yang kembali berhenti dan kembali menoleh ke belakang.

Valen hanya diam, kemudian menggeleng.

Juni menghela napas gusar, menatap Valen dengan tatapan lembut. Kemudian mundur dan mensejajarkan tubuhnya dengan berdiri di samping Valen.
"Ayo jalan bareng aja," ujarnya dan tanpa permisi menggandeng lengan Valen sembari tersenyum ceria.
Valen yang pikirannya sedang kemana-mana tak protes sedikit pun.

"Modus banget, Jun," ejek William yang memperhatikan di depan pintu masuk gedung.

"Ih mas William cemburu. Tenang aja mas, daku masih padamu," gurau Juni, memamerkan wajah jenaka.

"Minta dichidori," sahut William dengan wajah malas mempedulikan.

***

Hans mengetuk-ngetuk meja dengan jari, menyangga dagu dengan satu tangan yang lain sembari menunggu rivalnya muncul dan masuk dalam jebakan.

"Apa masih lama, babe? Gue kelaparan," keluh Rin sembari menyandarkan kepala pada bahu Hans.

Hansel kemudian menatap Bayu. "Hey, kacung," panggilnya.

Bayu yang sedang diperolok Raka dan Ryan pun menoleh. Wajahnya agak terkejut saat melihat senior jahanamnya itu. Namun matanya tak mengarah pada si senior, lebih tepatnya di belakang si senior.

"Hey," tegur Hans sembari menjetik-jetikan jari, membuat Bayu kembali fokus.

"Iya," jawab Bayu berusaha tidak menggunakan dialek.

"Lo ke sana dan beli makanan," titah Hans menunjuk pada salah satu foodcourt yang tak jauh dari tempat mereka sekarang, kemudian melemparkan uang.

Bayu lekas memungut uang itu dari lantai dan buru-buru berlari pergi.

"Kiara, Lita sama Rey lama banget. Mereka kemana sih? Apa seneng-seneng tanpa kita?" ujar Syabil sembari berjongkok di atas kursi seperti anak kecil.

"Iya kok mereka lama?" sahut Renata yang sejak tadi asik bermain ponsel.

"Kejebak macet mungkin ngab," celetuk Ryan sembari menggosok-gosokkan mata.

"Udah nyampe sini, macet gimana? Iya kalo masih di jalan. Gimana sih," ujar Syabil agak kesal.

"Kan gue cuma nebak, ngab," balas Ryan yang masih menggosok mata.

"Lo ngapain lagi gosok mata terus?" tanya Syabil heran

"Biar rapih," jawab Ryan ngawur.

"Itu mata atau baju kusut sih?" tanya Syabil geram.

"Ya begitulah, namanya juga anak muda," jawab Ryan kembali ngawur.

"Tau gitu gue ajak ngobrol sempak robek aja," keluh Syabil menahan kesal.

Devil's Squad (School Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang