Creepy-Romance

11 1 0
                                    

Waktu Juni berhenti di sana, manakala ia melihat pemandangan yang seharusnya tak ia lihat.

Tirai putih yang berkibar ternodai dengan darah.
Angin dingin berhembus dari jendela-jendela yang terbuka.

Seseorang menatapnya. Tatapan dari rasa sakit yang mengalir melalui pembuluh darah.

Kedua tangannya terikat, di kelilingi lilin-lilin kecil yang berjajar membentuk namanya, Hansel.
Beserta mayat-mayat bergelimpangan yang telah diatur sedemikian rupa membentuk kalimat, I Love U.

Juni tertegun menelan ludah.
Entah bagaimana ia tak bisa menggerakkan kakinya.

Tersiar dari raut wajah Hansel, ia sepertinya ingin berteriak meminta tolong pada Juni.
Namun apa daya, Hansel tak bisa berharap banyak, karena Juni hanya bisa mematung dengan wajah yang sudah pucat pasi.

Juni tak menyadari, ada seseorang dengan topeng iblis tengah memperhatikan dari kejauhan.
Di dalam kegelapan, ia duduk di bingkai jendela yang terbuka dengan pisau dapur di tangan kirinya.

Sosok bertopeng itu kemudian bangkit dari duduk.
Ia melangkah mendekati mangsanya selanjutnya.

Suara ketukan sepatunya terdengar oleh Juni.
Juni pun menggerakkan leher untuk menoleh.

Di sana, sosok bertopeng itu sudah berlari seperti orang gila sembari mengangkat pisau yang telah berlumur darah.

Tapi, Juni masih terpaku. Ia benar-benar tak tau harus bagaimana.

Namun, ada satu kata yang sempat bisa ia ucapkan dalam keadaan seperti itu.
Satu kata yang sanggup ia lontarkan berulang-ulang kali, yaitu, "pait, pait, pait, pait, pait," ia mengucapnya sembari memejamkan mata.

Juni sangat tau kata itu tak mungkin bisa menyelamatkannya. Karena pembunuh massal bukanlah tawon atau sejenisnya.

Juni melakukannya karena... ya apa salahnya mencoba.
Meski terlihat bodoh, tapi tak apalah yang terpenting sudah usaha.

Mau bagaimanapun semua orang akan mati. Jika memang jadwal kematiannya adalah hari ini, ya sudahlah. Lagipula ada Kuntilanak pohon jambu gank sebelah yang siap menampungnya kalau-kalau ia masih bujangan ketika nanti mati, pikirnya.

Psyuuuu...

Satu peluru panas terlontar, membuat sosok bertopeng itu ambruk di lantai.

Juni kemudian membuka matanya, ia mendapati sosok temannya Dante berdiri di ujung lorong dengan senapan yang entah darimana ia dapatkan.

Dante kemudian mendekati sosok bertopeng yang masih terkapar di lantai dengan lubang di bahu kanannya itu.

Dante mencengkram kerah kemeja yang sosok itu gunakan dan memaki, "DIMANA ADIK GUE, SIALAN!"

Sosok itu tertawa terkekeh di balik topeng.
Dante lalu membuka paksa topengnya dan memperlihatkan gadis SMA dengan senyum lebar yang seakan merobek pipinya hingga ke telinga.

Oh itu rupanya hanya riasan yang ia gunakan agar mirip dengan tokoh Creepypasta, Jeff the Killer.

"Ka-kak Lita," ujar Juni terbata dengan wajah terkejut.

"Katakan!" seru Dante, menempelkan ujung senapan pada dahi seniornya yang telah dikenali bernama Lita.

"Adik lo? Siapa?" tanya Lita seraya tertawa seperti orang gila, memperlihatkan giginya yang bernoda merah seakan baru saja meminum darah.

Dante menarik kerah seniornya itu lagi dengan geram.
"Hiu itu lo kan?!" sentaknya.

"Hiu?" tanya Lita.
"Lo sedang membicarakan ini?" tanyanya lagi sembari menunjuk lehernya yang terlingkar sebuah kalung dengan liontin berbentuk hiu.

Dante mencengkram pipi Lita dengan muak.
"Dimana... Agie!" sentaknya lagi dengan napas panas yang ia hembuskan ke wajah Lita.

"Oh Agie ya," ujar Lita berpura-pura tau.
"Gue akan beritahu dimana dia, asal..." ucapnya mengajukkan syarat.

"Asal apa?" tanya Dante, hampir habis kesabaran.

"Asal lo mau jadi pacar gue," ujarnya tersenyum penuh nafsu.

"Hah?" Dante terheran.

"Lo percaya cinta pada pandangan pertama?" tanya Lita dengan mata berbinar.

Dante terlihat tak nyaman dengan tatapan Lita, ia pun mundur perlahan.
Namun Lita menariknya mendekat kembali.

"Sorot mata tajam layaknya mutiara hitam di lautan lepas, hidung yang mancung dan elegan, gaya rambut yang rapih dan..." Lita mengusap bibir Dante dengan jempolnya.
"Bibir ranum yang siap untuk dicium," sambungnya dan tiba-tiba menempelkan bibirnya pada bibir Dante.

Juni terperangah di tempatnya dengan membulatkan mata.
Mulutnya menganga sedikit dan bergumam, "astagfirullah."

"Hmph... hmph... hmph..." ujar Hans yang mengomel dengan selotip yang membekapnya.
Ia merasa begitu kesal, ia susah payah menghampiri dengan berjalan menggunakan lutut dan dalam masih keadaan terikat hanya untuk melihat pemandangan dirinya yang dikhianati.
Padahal baru saja, baru tadi sekali, ia diberi pernyataan cinta oleh gadis psikopat romantis yang saat ini justru sedang mencium rivalnya sendiri.

Jika selotip yang membekapnya terbuka, mungkin Hansel sudah mengutuk mereka sejak tadi.
Ia 'mungkin' akan mengatakan, "JANC** KALIAN!" sembari mengacungkan jari tengahnya.

Bersambung...

Devil's Squad (School Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang