Patah Hati

9 1 0
                                    

Dante menggulir layar ponselnya sembari menunggu Zoey selesai berias, di depan rumahnya. Sesekali ia melirik pada kantung plastik yang dibawanya, beberapa makanan manis dan minuman pereda menstruasi. Sudah terbayang dibenaknya, akan betapa senangnya Zoey ketika ia memberikan itu, mengucap terimakasih dengan suara lembut yang selalu berhasil membuat ia jatuh hati.

Hingga ia melihat sebuah foto yang diunggah kemarin, yang menandai akun sosial media milik Zoey. Ekspresi Dante pun berubah. Terlihat datar, dingin dan suram.

Foto itu menunjukkan senyum Zoey, senyum yang begitu bahagia bersama dengan laki-laki lain yang sangat Dante kenali, merangkul Zoey dengan mesra. Laki-laki itu adalah Virgo, Presiden sekolah, sekaligus ketua OSIS dan Mentor seluruh Eskul.

Kesedihan Dante begitu jelas.
Semakin jelas manakala ia melihat kolom komentar dalam foto itu. Komentar yang mengatakan Zoey dan Virgo pasangan yang serasi dan komentar-komentar lain yang memuji, juga mendo'akan agar hubungan mereka kekal abadi. Seakan mereka berdua benar-benar sudah menjalin hubungan resmi.

Dante sangat berharap bahwa dirinya hanya salah paham, karena ia sangat menginginkan dirinya lah yang berpacaran dengan Zoey, bukan Virgo ataupun laki-laki lain.

Namun, detak jantungnya untuk Zoey kini telah hancur dan pecah menjadi ribuan keping, ketika melihat balasan komentar dari Zoey sendiri. Zoey hanya membalas dengan dua buah simbol Circumflex ( ^^ ), simbol emotikon klasik yang menunjukkan mata sedang tersenyum. Dan hanya dengan dua buah simbol itu saja Zoey seperti sedang mengaminkan komentar-komentar yang mendo'akan dirinya dan Virgo untuk menjadi pasangan sungguhan.

"Dante, maaf kamu menunggu lama ya," ujar Zoey, baru membukakan pintu. Ia nampak sangat cantik dengan gaun putih bercorak bunga anggrek berwarna biru dan sebuah bando kain yang selaras dengan gaunnya.

"Mari masuk," ujar Zoey lagi, mempersilahkan.

Dante menatap wajah cantik Zoey dengan wajah kalut. Ia merasa runtuh tanpa penjelasan.

"Dante?" tegur Zoey, karena Dante hanya diam saja. Mematung seperti robot yang kehilangan batrai.

"Congratulation," ucap Dante memberi selamat.
"Kamu begitu luar biasa. Daya tarikmu begitu luar biasa," sambungnya sarkas.

Zoey terlihat bingung, ia membalas tatapan Dante dengan tatapan polos.
"Ada masalah apa?"

"Tidak ada. Tidak ada masalah apapun," jawab Dante getir.

"Mari masuk dulu," tawar Zoey lagi, meraih lengan Dante namun Dante menepisnya.

"Tidak usah. Dia akan marah jika kamu membiarkan laki-laki lain masuk ke dalam rumahmu," ujar Dante, aura gelap seakan telah mengelilinginya.

"Dia siapa?" tanya Zoey. Suara halus dan pelan bernada lembutnya itu membuat Dante berpikir untuk membencinya mulai sekarang, meski sesungguhnya Dante menyukainya. Sangat suka hingga memori ponselnya bahkan sudah penuh dengan rekaman suara gadis di depannya itu.

"Dante... ada apa? Beritahu aku," ujar Zoey tampak sedih dan khawatir karena sikap Dante.

"Nothing," balas Dante datar seraya menyerahkan kantung plastik berisi jajanan mahal yang dibawanya pada Zoey.

"Aku masih ada urusan. Aku pergi. Jaga diri baik-baik," lanjut Dante berpamitan. Ia merasa dirinya tak lagi dibutuhkan.

Namun, Zoey menahan lengan Dante agar tak pergi.
"Setiap kali kamu bersikap dingin aku cemas."

Dante membalikkan badan dan menoleh menatap Zoey.
Zoey kemudian melanjutkan.
"Aku tau kamu tipe yang tak akan mengungkapkan perasaan dengan jujur. Tapi, aku tidak akan tau jika kamu tidak jelaskan. Apa aku membuat kesalahan? Aku tidak akan pernah tau mengapa, apa kesalahanku, jika kamu tidak katakan apa yang ada dipikiranmu. Jika kamu memberitahuku, aku mungkin bisa memperbaikinya. Tapi kamu tidak mau membiarkan aku mencoba."

Dante diam, mengepalkan tangan. Menunjukkan ekspresi yang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Ia merasa dirinya telah ditipu, diberi harapan lalu diinjak-injak.

Namun tatapan dari mata indah berwarna biru milik Zoey yang menatapnya membuat Dante tak tega untuk meluapkan amarah.

"Pergilah padanya. Seolah orang sepertiku tak pernah ada. Kamu sedang jatuh cinta, kan?" ucap Dante mengukir senyuman di wajahnya yang maskulin. Senyuman palsu namun begitu menawan.

"Dante, apa maksudnya?" tanya Zoey tak memahami.

"Virgo," cetus Dante.
"Bagaimana dia? Apa dia lebih baik daripada... aku?" tanyanya dengan nada seperti merendahkan orang yang ia sebut.

"Kak Virgo?
Dia hanya teman," jawab Zoey meyakinkan.

Dante terkekeh pelan saat mendengar jawaban klise itu.
"Tak apa. Kamu tidak perlu merahasiakannya. Bagiku kebahagianmu yang terpenting," ujarnya tersenyum getir.
"Ah, maaf aku baru saja berbohong. Kenapa aku harus berharap kamu bahagia? Di saat kamu lah yang---" Dante tak bisa mengatakannya.
"Somehow, aku tidak akan melakukannya. Aku berharap kamu sama sekali tidak bahagia," sambungnya dan berpaling pergi.

"Dante," ujar Zoey memanggil, menunjukkan air mata seakan patah hati.
Ia menyesal tak mengungkapkan sebuah kata yang ia pikir Dante sudah mengetahuinya.

Benar, ia memang sedang jatuh cinta. Tapi bukan pada Virgo. Tapi pada laki-laki yang selalu tersenyum saat berbicara dengannya, saat mendengarkannya dan saat memandanginya.
Karena dari semua orang yang ia kenal, tidak ada yang tersenyum seperti itu padanya.

Hanya Dante satu-satunya yang memiliki senyum seperti itu.

Bersambung...

Devil's Squad (School Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang