Mengungkap (2)

6 1 0
                                    

Tatapan William yang memaksa, membuat Valen mau tak mau pun menjelaskan.
"Oke, gue kasih tau. Di masa ini Erika pakai nama Denta. Tapi di sini dia adalah roh jahat yang selalu menguntit gadis yang kalian bertiga sukai."

"Kenapa dia nguntit?"

"Ya, alasan utamanya karena gadis itu bisa lihat Denta. Sedangkan kalian bertiga gak bisa. Sebenarnya Gagas pun bisa lihat, cuma Gagas takut. Wajah Denta memang mengerikan," tutur Valen.

"Anyway, gadis yang kita bertiga rebutin itu... Nara?" terka William.

Valen mengangguk.
"Sebenarnya yang pilih Power Ranger Pink itu bukan Jun. Tapi Nara.
Jun cuma pilih warna kuning.
Karena Gagas udah ubah masa lalu kalian. Ada dari ingatan kalian juga yang berubah," ungkap Valen.

"Contoh lainnya, ingatan Dante tentang gadis yang terbungkus gaun mewah di dalam peti. Itu juga sebenarnya Nara.
Tapi, karena Gagas membuat kalian gak kenal dengan Nara lagi, jadi dalam ingatan Dante yang ia lihat di dalam peti itu adalah Mia," terangnya.

"Kenapa bisa?" tanya William masih belum memahami.

"Ada konsekuensi setiap kali Gagas datang untuk ubah masa lalu. Ada yang harus membayar atau menggantikan ruang kosong dari ingatan kalian yang Gagas hapus," terang Valen.
"Tapi, Gagas tetap gak bisa mengubah kematian. Nara tetap mati. Tapi Gagas berusaha bernegosiasi hingga Nara bisa bereinkarnasi," lanjutnya.

"Mhm... lo sempet bilang, meski Nara bereinkarnasi, arwahnya masih gentayangan," ucap William, mengingat kembali.

Valen pun menjawab dengan anggukan.

"Kenapa bisa kaya gitu? Seakan kaya jiwanya kebagi dua," tanya William heran.

"Bukan terbagi dua," ucap Valen mengoreksi.

"Terus apa?" tanya William lagi.

"Lo pernah dengar istilah jin pendamping?
Ketika kita mati dan ruh kita naik ke atas, jin pendamping kita gak ikut dan masih ada di dunia.
Anggaplah yang selalu mengunjungi lo dalam mimpi itu adalah jin pendamping," tutur Valen.

"Nah... oe udah agak paham sekarang. Anyway, Gagas negoisasi sama siapa?"

"Entah. Gue gak bisa lihat sejauh itu. Tapi, ada yang bantu dia lakukan semua ini," ungkap Valen

"Siapa?" tanya William penasaran.

"Seseorang yang lahir dengan membawa kutukan. Dia gunakan kutukannya untuk membuat Nara lahir kembali. Lahir di dekat orang yang paling... paling mencintai Nara," tutur Valen.

"Bukan oe orangnya?"

Valen menggeleng. Hal itu membuat William kecewa.

"Lo gak perlu bereaksi kaya gitu. Karena cinta yang lo punya murni," ujar Valen.

"Maksudnya?" William kembali tak mengerti.

"Apa lo tau cinta bisa menjadi kutukan terbesar?
Cinta lo gak seperti itu Will.
Sedangkan cinta Dante..." Tiba-tiba Valen diam. Ia tak berani mengatakan.

"Dante?" William bertambah penasaran.

"Apa lo mau lihat keadaan Dante di masa ini?" tawar Valen.

William mengangguk.
Valen pun meminta William untuk menutup mata kembali.

Namun, saat William diperintahkan untuk membuka mata, ia seakan seperti masih menutup matanya.
Karena tempat yang saat ini mereka datangi begitu gelap. Tak ada cahaya dan hanya  terdengar suara jeritan kesakitan yang mengganggu telinga.

"Nara ibarat cahaya di kehidupan Dante yang gelap.
Saat cahaya itu hilang, ini yang terjadi," ucap Valen seraya menunjuk ke sudut ruangan, dimana terdapat seseorang dengan tudung hitam tengah berdiri sembari menggenggam kapak.

Sebelumnya William tak melihatnya karena terlalu gelap. Namun, cahaya dari kilatan petir yang menyambar membuat ia berhasil melihatnya.
Tak hanya itu, ia pun sempat melihat seorang gadis dengan wajah yang terbelah terbaring di lantai, tergenang oleh darahnya sendiri.

"Setiap malam, akan ada perempuan yang berakhir seperti itu, atau lebih mengerikan," ujar Valen. Matanya fokus menatap si pelaku, yang saat ini sudah membuka tudung hitamnya, hingga ia bisa dengan jelas melihat wajahnya.

"Dasar psikopat," ucapnya seakan ingin meludahi wajah tampan si pelaku.

"Mhm... oe gak heran sih kalo dia bakal kaya gini. Bukan oe maklumin... cuma, sejak dulu cita-cita Dante memang pengen jadi murderer atau gak ya serial killer,"  celetuk William.

"Lo mau lihat korban dia yang lain? Yang lebih mengerikan?" tawar Valen geram.

"Gak, gak. Ini aja oe coba buat gak muntah," tolak William.

"Kalau gitu, ayo kita lihat Jun," usul Valen.

"Buat apa? Oe tebak dia lagi nyantap makanan tahlil karena oe dah mati di masa ini," cetus William, sama sekali tak tertarik.

"Jika lo ingin tau... nasib Jun lebih menyedihkan daripada kalian berdua di masa ini. Lo mungkin akan menangis," tutur Valen seraya menawarkan tangannya kembali.

Bersambung...

Devil's Squad (School Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang