Rahasia

5 1 0
                                    

Juni duduk diam di teras. Berkelana dalam pikirannya sendiri.
Ia sudah seperti itu sejak mengucapkan selamat tinggal pada mantan kekasihnya dan menyuruhnya pergi dan memintanya agar tak pernah datang kembali.

Namun, hati Juni terasa sakit saat melakukannya.

Meski sakit, ia tak ingin berbalik ke belakang. Ia ingin melangkah maju tanpa menoleh.

Hatinya yang memar ingin sembuh.
Hatinya berteriak ingin bahagia.
Satu-satunya cara adalah... menghindari kubangan yang sama.

"Abang, gapapa?" tanya Daniel. Bocil ff itu nampak cemas setelah menyaksikan semuanya.
Termasuk hal yang seharusnya tidak dilihat oleh anak di bawah umur sepertinya.

Ketika itu ia sedang melontarkan gombalan bapak-bapakmu pada pemilik kios daster cantik yang membuka toko di sebrang sekolah kakaknya.
Kemudian tanpa diduga, Juni selaku orang yang dipercayai kakak tertuanya untuk menjaga dirinya, terpergok mencium seorang gadis di depan matanya.

Awalnya Daniel berpikir itu adalah sebuah adegan yang begitu uwuable, antara Juni dan gadis yang sedang diciumnya.

Namun, saat mengetahui tentang apa yang sebenarnya terjadi, Daniel belajar untuk tidak mudah percaya pada sikap manis para wanita.

***

Kembali ke sesaat sebelumnya.

Juni yang baru sadar dengan apa yang ia lakukan spontan melepaskan ciumannya.

Rasanya memang menyenangkan, ia hampir hanyut saat menikmati bibir lembut mantan kekasihnya itu. Dan rasanya begitu berat untuk menyudahinya.

Nindy tersenyum. "Manjuuu... jadi apa kita bisa---"

"Gak," ucap Juni dan berniat pergi.

Namun Nindy menahan tangannya.
"Manjuuu... terus apa artinya ciuman tadi? Kamu---"

"Gak usah bahas. Jangan bilang apa-apa," ujar Juni, ia mulai merasa bersalah karena melakukan itu tadi. Ia pun ingin menebusnya dengan mencarikan taxi.

"Manjuuu..." ucap Nindy dengan nada rengekan seraya menggoyangkan lengan Juni.

"Nama gue bukan Manju. Kenapa lo terus salah panggil nama gue?" tanya Juni kesal.

"Itu panggilan sayang dariku ke kamu, Manjuuu. Aku panggil kamu itu karena aku sayang sama kamu,"  ucap Nindy.
Ia lalu menautkan kedua jari telunjuknya, kembali mencoba bersikap manis. "Mh... kamu gak suka panggilan itu lagi ya? Oke kalo gitu aku langsung panggil sayang aja gimana?"

Mendengar itu Juni menyunggingkan senyum kecil di sudut kiri bibirnya, ia tak bisa lagi ditipu. "Gue harusnya udah tau. Gue hampir aja kena jebakan Batman lagi," gumamnya.

"Maksud kamu?" tanya Nindy bingung.

Juni mendengus, dan di antara napasnya yang kasar, ia berkata,
"Sejak dulu. Sejak kita masih pacaran, gue sebenernya tau lo kaya apa. Sifat lo. Temen-temen gue pun udah pada kasih tau. Harusnya waktu itu gue dengerin mereka."

"Maksud kamu apa?" tanya Nindy lagi, masih belum mengerti.

"Mata lo," ucap Juni, menyorot mata Nindy seakan memindai.

"Mataku kenapa?" Nindy terlihat gusar.

"Kenapa gue baru sadar kalo mata lo gak tulus? Mata lo gak nunjukin ketulusan."
Dan setelah Juni mengatakan itu, Nindy kembali menangis.

"Gak usah nangis lagi. Gue akuin akting lo hebat. Gue sampe shock liatnya, karena luar biasa menakjubkan akting lo. Bahkan akting lo tadi bisa sampe bikin gue tersentuh dan gak sadar cium lo," tutur Juni. Ia lalu memalingkan wajah, memilih menatap ke jalan raya dan kembali mencarikan taxi.

Devil's Squad (School Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang