Reka Ulang

4 1 0
                                    

"Jika ada yang membuatmu tertawa, kuharap itu aku."

***

Pagi itu Valen pergi ke perumahan Dante tanpa merencanakannya.
Dibandingkan kesal, ia lebih merasa khawatir.
Khawatir pada apa yang terjadi tadi malam.

Namun saat sedang berpura-pura hanya lewat di depan rumah Dante, ia melihat Juni dan William sedang berada di pekarangan, bersama Dante dan adik laki-lakinya. Entah apa yang sedang mereka lakukan.

Valen kemudian memutuskan untuk mengintip dan menguping di dekat pagar.

"Pagi mas, belanjaannya ini aja?" tanya Juni sembari memegang powerbank yang saat ini berubah fungsi menjadi alat scanner.

"Iya mas, selembar tisu aja," jawab Daniel dengan plester kompres yang masih melekat di dahinya.

"Mau korek apinya sekalian?" tawar Juni.

"Gak mas," tolak Daniel.

"Isi pulsa? Tagihan listrik atau tagihan BPZS?" tawar Juni lagi.

"Gak mas. Ini aja cukup," Daniel kembali menolak.

"Kebetulan kita lagi ada promo. Kalo masnya beli pensil alis dari em-es glow, masnya bisa dapet alis," tawar Juni, memperlihatkan pensil 2B miliknya yang belum diserut.

"Alisnya siapa mas?" tanya Daniel

"Alisa Subagio, anak kelas 10 jurusan IPA," jawab Juni.

"Ya udah boleh deh," ucap Daniel tergiur.

"Totalnya jadi 14.300 rupiah," ujar Juni sembari menatap layar laptop yang mati. Daniel lalu menyerahkan uang kertas bernilai 20ribu.

"Maaf, masnya ada uang asli?" tanya Juni, mengembalikan uang bergambar Barbie yang diberikan Daniel.

"Sebentar mas, mau ambil ATM dulu." Daniel lalu merogoh kantung jas seragam kakaknya dan menemukan uang 50ribu di sana. Ia lalu memberikannya pada Juni.
Meski Dante terlihat kesal, tapi dia hanya diam.

"Kembaliannya 35.700 rupiah. Yang 35ribu-nya mau disumbangin?" tanya Juni.

"Gak mas. Anda ngerampok itu," ujar Daniel.

"Kalo nyumbang lagu mau mas?" tanya Juni lagi.

"Boleh." Daniel, menyanggupi.
Ia pun mulai bernyanyi.
"Lelaki buaya buset, darat. Oh aku tertipu la---"

"Wah mantap mas," potong Juni, memberi dua jempol. Ia lalu menyerahkan kembalian dengan uang mainan bergambar Spiderman.

"Kembaliannya gak ada yang asli mas?" tanya Daniel.

"Gak ada mas. Silahkan, pintu keluarnya di sana. Selamat pulang, jangan lupa belanja lagi," ujar Juni sembari menyatukan kedua tangan di dada.

"Kronologinya kaya gini, Nil?" tanya William, menatap heran.

"Nggak bang. Aku juga gak tau kenapa reka adegannya malah jadi gini," keluh Daniel.

"Anyway, kok lo bisa ya ditampakin kaya gitu? Lo kan gak ganggu mereka. Yang layak ditampakin hantu harusnya dia," tunjuk William pada Juni.
"Dia gak cuma ganggu hantu. Manusia, hewan, serangga, amoeba sampe begal aja keganggu sama kelakuan dia," sambungnya. Namun, Juni tidak tersinggung. Sebab ia sedang senang karena telah mengantongi uang 50ribu hanya dengan bermain sebagai kasir bohongan.

"Aku gak tau bang. Please, jangan tinggalin aku di rumah sendirian," mohon Daniel. Ia hari ini tidak masuk sekolah karena terjangkit demam. Sedangkan kedua orangtuanya baru saja berangkat lagi menuju luar kota karena urusan mendadak, tentu membawa adik kecilnya ikut serta.

Valen yang menguping sejak tadi memutuskan menghampiri.
Ia tak mempedulikan tatapan heran yang seperti bertanya mengapa dia bisa berada di sini.
Dengan cueknya ia pun menyodorkan tasnya pada Dante seraya berkata, "Bae, antar gue ke sekolah."

"Hah?" Dante, nampak bingung.

"Punya pacar kok gak ngasih tau, bang!" seru Daniel, nampak kesal.

"Diam," sahut Dante, memberi tatapan berbahaya yang membuat adik laki-lakinya itu spontan bersembunyi di belakang William.

"Kalian beneran pacaran?" tanya William tak menyangka.

Dante dan Valen menjawab bersamaan dengan jawaban berbeda.
Dante menyangkal, sedangkan Valen membenarkan.

"Yang bener yang mana?" tanya Daniel seraya menggaruk dagu.

Valen kemudian mengetuk-ngetukkan sepatunya, membuat sebuah pesan dengan sandi morse.

Dante menangkap pesan itu. Tangannya terkepal, ia terlihat kesal.

Dengan penuh beban, ia pun membawakan tas milik Valen.

"Jun, gue relakan uang 50ribu tadi untuk lo, asal lo mau membolos untuk temani anak cengeng ini," ujar Dante seraya berjalan menuju motornya.

"Sip!" balas Juni, langsung menyetujui. Ia kemudian langsung masuk ke dalam rumah bersama Daniel.
Dalam sekejap ia pun sudah merencanakan untuk bermain game koleksi milik Daniel sepuasnya sampai jam pulang sekolah.

Dante yang sudah berada di atas motornya pun menyuruh Valen agar segera naik, seraya memberikan helm.
Beberapa kali Juni melirik ke arah mereka. Ia terlihat sedikit tidak rela, namun ia berusaha menepisnya. Karena ia tau, ia tak punya hak untuk cemburu.

"Sorry Jun. Jika saja lo terlihat normal, gue mungkin sudah jatuh dipelukan lo," batin Valen. Ia memalingkan wajah sembari melingkarkan kedua tangannya di pinggang Dante.

"Bisa lo singkirkan? Gue gak akan mengebut," pinta Dante, namun Valen pura-pura tak mendengarnya.

Dante menghela napas pasrah. Ia terpaksa harus merelakan dirinya di peluk oleh gadis selain Zoey karena sebuah alasan.

Rahasianya telah diketahui.

Tanpa kembali protes, ia pun segera melajukan motornya.

"Dan tunggu, Dan..." ucap William. Namun sebelum ia menaiki motor miliknya sendiri, ia sudah ditinggal.

***

Di tengah perjalanan, motor Dante berhenti, tepat di depan palang pintu perlintasan kereta api yang berangsur turun menghalangi.

Sementara sedang menunggu lampu merah, Valen mengatakan sesuatu padanya.
"Lo kelihatan habis melewati malam yang melelahkan. Apa lo kelelahan karena membuat orang lain mengalami bagaimana rasanya dekat dengan kematian?"

Dante kemudian menyahut dengan suara berat yang terkesan suram, dan untuk pertama kalinya Valen merasa takut.
"Kalau lo menyebarkan satu kata saja tentang ini, lo akan menyesalinya."

Bersambung...

Devil's Squad (School Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang