Dendam Nyi Santet

4 1 0
                                    

Syabil adalah tipe orang yang skeptis pada hal yang berbau paranormal. Mungkin karena sepanjang hidupnya ia tak pernah mengalami sendiri pengalaman mistis, hingga ia menganggap hantu, arwah penasaran dan monster-monster yang berkeliaran saat malam hanyalah mitos belaka.

Baginya selalu ada penjelasan masuk akal untuk bunyi-bunyi aneh di tengah malam, pintu yang  tertutup/ terbuka dan juga benda-benda yang terjatuh sendiri, maupun foto penampakan yang beredar di internet.

Dan menurutnya cerita hantu yang pernah dia dengar hanya semacam fantasi, bualan, omong kosong dan lelucon tak lucu dari para penyebar hoax yang sedang mencari perhatian.
Tentu dia tak akan pernah mempercayai dongeng-dongeng halu itu.

"Coba lah lo bermain ke rumah Dante," ucap Valen tiba-tiba kepada Syabil. "Di rumah terkutuk itu lo bisa melihat markas para hantu, bahkan makhluk neraka di dalamnya," tambahnya.

Mendengar ucapan Valen tentu Dante tersinggung.

Namun, belum Dante menyatakan rasa tersinggungnya Valen sudah kembali menyuapi sesuatu ke dalam mulutnya.

Valen lalu kembali bicara. "Pekerjaan sampingan gue adalah mengusir hantu. Tapi saat gue berupaya mengusir hantu di rumah dia..." matanya menunjuk ke arah Dante. "Makhluk itu membunuh gue malam itu."

Dante berekspresi heran, lalu bertanya. "Kapan lo pernah ke rumah gue?"

"Sehari setelah Festival sekolah selesai," jawab Valen, membuat Dante bertambah bingung.

"Lo ngomongin apa ya? Orang lagi bahas Ferdy Sambo," ucap Syabil heran. Ia lalu berbisik pada Dante meski itu masih dapat terdengar oleh yang lain. "Cewek lo emang kalo diajak ngobrol suka ngelantur ya?" tanyanya.

"Yah, begitulah. Sekarang lo tau betapa kerepotnya gue kan?" keluh Dante dan mulutnya kembali terisi makanan karena Valen kembali menyuapi.

Benni yang sejak tadi hanya fokus dengan game ponsel dan kentang goreng, mendadak merasa ada tangan dingin yang meraba lehernya.
Ia lalu menoleh ke belakang, namun tak ada siapapun di sana.

Ia pun menyadari, kantin benar-benar kosong sekarang. Hanya ada mereka berempat dan 2 orang pelayan penyaji yang masih setia di belakang meja buffet. Salah satunya memasang tampang angker sembari menatap mereka berempat yang sedang membolos kelas dengan tatapan tak suka.

"Bang, balik yok..." ajak Benni menampakan sedikit ketakutan.

"Sebentar lagi. Rokok gue belum habis," balas Syabil seraya menyalakan satu batang baru.

Angin berdesir membuat suasana menjadi lain. Benni menengok kembali ke belakang dan tanpa ia duga, ada sesuatu yang sedang berdiam diri di balik jendela yang berdebu yang jauh di ujung sana.

Dengan wajah yang sudah memucat, Benni beranjak dari duduknya. Dan dengan gerakan layaknya robot yang kaku, ia berjalan pergi tanpa mengatakan apa-apa atau setidaknya berpamitan. 
Kemudian, setelah berhasil keluar dari pintu kaca, ia langsung berlari sembari menjerit-jerit ketakutan.

Meski Syabil dan Dante sempat keheranan melihat tingkah aneh Benni, namun dalam sekejap mereka melupakannya dan kembali melanjutkan aktivitas mereka masing-masing.
Syabil dengan rokok yang terselip di antara jarinya dan Dante yang masih belum selesai mengunyah camilan yang terus-menerus disuapi Valen padanya.

***

"Aku tidak akan berbelit-belit. Aku menyukaimu," ucap Hans dengan nada seperti sedang mengancam.

"Maaf, aku menolak. Hatimu terlalu gelap. Gak ada perempuan yang bisa mencintaimu," jawab Derana, seraya berusaha turun dari pangkuan Hans.

Dengan kasar, Hans pun menahan tubuh Derana agar tetap diam. Ia lalu berbisik.

Setelah mendengar apa yang Hans katakan, wajah Derana berubah pucat. Ada kesedihan dan kegelisahan yang mendadak timbul dari matanya.

Hans menyeringai licik. Ia puas, karena akhirnya jarinya bisa dengan leluasa menyelusuri setiap lekuk tubuh Derana tanpa adanya perlawanan. Dalam sekejap ia  pun berhasil me#lu#mat bibir gadis malang itu dengan liar dan membabi buta.

Tiba-tiba, sosok laki-laki berperawakan kecil muncul menggebrak pintu gudang dengan wajah penuh kebencian.

Hans terhentak kaget dan spontan menyudahi aksinya.
Ia lalu menatap geram pada sosok yang mengganggunya itu. "Cih, kenapa kemari? Ingin gue hajar lagi?"

Setelah diam beberapa saat, sosok yang ternyata adalah Bayu tanpa mengenakan kacamatanya pun pergi.

"Apa-apaan dia? Ingin mati ya?" keluh Hans. Ia lalu menoleh menatap Derana lagi, yang saat ini masih diam dalam ketakutan. "Tersenyumlah sayang," ucapnya sembari memegangi dagu Derana. Dengan nakal, ia pun kembali mengecup gadis lugu itu.

Tak lama berselang, Hans mendadak menyentuh dadanya sendiri. Ia kesakitan. Jantungnya seakan ditekan oleh sesuatu yang berat.
Ia lalu mendongakkan wajahnya menatap langit-langit dengan mata terbelalak. Raut wajahnya berubah mengerikan. Ada buih busa di mulutnya. Ia tercekat, lalu membeku layaknya mayat.

Derana yang menyaksikan itu pun menjerit ngeri, terlonjak sadar dengan napas yang tersenggal-senggal.

Tanpa sempat memperbaiki kondisi seragamnya, Derana lekas keluar dari tempat menakutkan itu.

Ketika Derana sedang berlari menjauh, ia tak sengaja bertabrakan dengan Benni yang nampak seperti sedang kabur dari sesuatu. Mereka berdua pun jatuh bersamaan di rerumputan taman yang sepi.

"Aduh..." Benni mengaduh sembari mengelus bokongnya yang terasa sakit.
"Mata lo rusak ya? Kalo jalan liat-liat!" seru Benni kesal.

"Maaf..." ucap Derana gemetar.

"Maaf, maaf. Ganti rugi lah!" tuntut Benni. "Eh..." Benni yang baru menyadari kondisi Derana pun terkejut. Ia lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Dan sambil salah tingkah, ia melepaskan jas yang ia kenakan lalu memberikannya pada Derana.
"Nanti masuk angin kak," ucapnya, terdengar sopan kali ini.

Setelah itu Benni langsung berdiri dan berniat berlari lagi. Namun, Derana menangkap tangannya.
"Bareng," pinta Derana lirih dengan mata yang sudah berair.

Bersambung...

Devil's Squad (School Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang