Terlalu Mencintai Seseorang itu Kesalahan

3 1 0
                                    

"Hidup itu kesia-sia'an, maka berbahagialah sebisamu."

***

Hujan turun dari langit, menumpuk di atas aspal.
Semakin genangan itu naik, semakin ia mengingatnya.  Melodi dalam kenangan hidupnya.

"Jun?" gumam Valen dengan payung bercorak bunga dalam genggaman. Ia lalu menghampiri pemuda yang sedang berdiri sendirian itu, mencoba memastikan.

Dan seperti dugannya, itu benar adalah Juni. Pemuda jenaka itu sedang bersikap melankolis sekarang, dengan berdiam di tepi jalan, di malam turunnya hujan.

"Jun," panggil Valen. "Lo ngapain hujan-hujanan? Lo bisa masuk angin," tegurnya sembari memayungi dengan berdiri lebih dekat dengan pemuda itu.

Meski sebenarnya itu percuma, karena tetesan hujan sudah membasahi seluruh tubuh pemuda itu, bahkan tetesan-tetesan itu sudah menggantikan air mata yang ia tahan sejak tadi.

Dengan lemas pemuda itu berjuang untuk mengangkat kepala, untuk menatap Valen, gadis yang sedari tadi ia nanti.

Dan air mata lah kini yang berganti membasahi tubuhnya.

"Keinginan gue cuma pengen liat lo senyum lagi," ucap pemuda itu getir. Raut wajahnya begitu menampakkan kesepian. Ya, dia sangat kesepian. Setiap hari hanya bisa memandangi foto yang pudar dalam kamar.

Valen lalu tersadar, karena melihat tubuh pemuda itu yang seperti transparan. "Lo... bukan Jun, kan?" tanyanya, menatap curiga.

"Gue Jun. Tapi gue bukan dari dunia ini," terang pemuda itu, yang sebenarnya adalah ruh masa depan yang sedang berkunjung untuk mendapatkan kembali cintanya.

"Lo mau apa ke sini?" tanya Valen dengan ekspresi dingin.

"Gua mau kasih tau lo," jawab pemuda itu. "Gue mau kasih tau lo kalo gue sayang sama lo. Gue mau kasih tau lo kalo gue gak rela lo pergi. Gue mau kasih tau lo kalo gue berharap lo kembali."

"Gue gak punya waktu. William dan Dante butuh gue," ujar Valen dan tergesa meninggalkan pemuda itu.

"Apa lo masih inget janji yang udah kita buat?" tanya pemuda itu, menghentikan langkah Valen. "Gue masih bisa nepatin janji itu," lanjutnya.

"Janji?" tanya Valen menoleh.

"Gapapa kalo lo lupa," ucap pemuda itu dengan sebuah senyum. "Terlahir sebagai cowok lo, gue bakalan tetep mencintai lo tanpa batas. Gue puas, gue bahagia, karena udah mencintai lo kaya orang gila."

"Apa lo berusaha ulur waktu gue? Siapa yang suruh lo kaya gini?" tuduh Valen.

"Sorry kalo kehadiran gue di sini dianggap buang waktu lo. Gue bakalan pergi. Jaga diri lo baik-baik. Karena gue gak bisa jagain lo lagi, karena lo udah gak pengen gue jagain lagi," ucap pemuda itu dengan intonasi sedih.  "Bye Val, dan thank," sambungnya, berniat berpamitan.

"Thank buat apa?" tanya Valen bingung.

"Sejak dulu hati gue gak ngerti tentang cinta. Tapi sekarang, berkat lo... gue tau kalo cinta itu ternyata kaya gini," ungkap pemuda itu dan sebelum ia berangsur menghilang tertiup angin dingin, ia sempat menggumamkan sesuatu. "Semoga lo bahagia setelah ninggalin gue."

Mendengar itu Valen nampak tak bisa berkata-kata. Entah mengapa hatinya terasa tertusuk.

Ia merasa telah menjadi wanita jahat. Apapun yang telah ia lakukan sekarang telah membuat Juni di masa depan menderita, membuat Juni menangis bersama luka.

Sepertinya kutipan Loren Eiseley, seorang ahli filsuf itu benar. "Engkau tak bisa memetik sekuntum bunga di padang tanpa mengusik sebuah bintang di langit."

Devil's Squad (School Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang